Pengamat Ingatkan Evakuasi Jangan Sampai Menyingkirkan Warga Palestina dari Gaza

YOGYAKARTA, KOMPAS.com – Rencana Presiden Prabowo Subianto untuk mengevakuasi 1.000 warga Gaza, Palestina ke Indonesia memicu kekhawatiran dari kalangan akademisi.
Dosen Departemen Ilmu Hubungan Internasional, Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Gadjah Mada (UGM), Muhadi Sugiono menilai evakuasi ini harus dilihat dalam konteks yang lebih besar dan tidak boleh mengarah pada upaya sistematis menyingkirkan warga Palestina dari tanahnya sendiri.
“Kita harus melihatnya dalam konteks konflik yang lebih besar, yang salah satunya adalah kekhawatiran masyarakat Indonesia, (evakuasi) untuk menyingkirkan warga Gaza” ungkapnya saat dihubungi Kompas.com, Kamis (10/4/2025).
"Kalau ini dilakukan dalam kondisi normal yang penting memindahkan 1.000 warga, apakah ini tidak kemudian akan masuk ke dalam skema yang selama ini ditakutkan orang bahwa Israel memang berusaha untuk menyingkirkan," sambungnya.
Muhadi menyampaikan bahwa evakuasi dengan alasan kemanusiaan memang bisa dipahami.
Namun, perlu ada pertimbangan mendalam agar langkah tersebut tidak justru memperburuk situasi dalam jangka panjang.
“Kalau kita hanya berbicara konsekuensinya, sampai kapan kita akan bisa bertahan. Apakah setelah 1.000 itu nanti kita akan datang ke sana lagi, mengevakuasi lagi sampai di sana tidak ada orang lagi," kata Muhadi.
"Tidak ada warga Gaza yang di sana artinya ya sudah di sana enggak ada persoalan kemanusiaan, tapi kalau itu yang terjadi kan hanya pindah persoalannya,” imbuhnya.
Muhadi mempertanyakan efektivitas membawa warga Gaza ke Indonesia, mengingat jaraknya yang sangat jauh dan adanya alternatif negara-negara tetangga yang lebih dekat untuk merawat korban luka.
“Dengan alasan kemanusiaan mungkin itu bisa dipahami, tetapi apakah menerbangkan mereka dengan jarak sejauh itu satu solusi yang praktis karena negara-negara di sekitar wilayah Gaza itu kan juga cukup banyak. Jadi, kenapa harus ke Indonesia?” ucapnya.
Menurut Muhadi, langkah yang lebih praktis adalah mendorong negara-negara tetangga Gaza untuk ikut ambil bagian dalam misi kemanusiaan ini melalui diplomasi langsung.
“Jadi (mengevakuasi) alasan kemanusiaan saya bisa paham, tetapi tidak praktis solusinya membawa ke Indonesia dengan risiko yang cukup besar, kalau memang terluka dan sebagainya penanganannya kan harus lebih cepat,” tuturnya.
Muhadi juga mengingatkan bahwa tanggapan terhadap krisis kemanusiaan sebaiknya tidak hanya reaktif, tetapi juga aktif menyasar akar masalah agar penderitaan warga Gaza tidak terus berulang.
“Artinya kita tidak bisa terus-menerus menyelamatkan orang begitu saja, sementara sumbernya kita tahu tidak selesai. Oleh karena itu, Indonesia bisa menyelamatkan lebih banyak warga Gaza dengan ikut berperan menyelesaikan persoalan di Gaza,” kata Muhadi.
Dengan latar belakang hubungan historis Indonesia yang erat dengan negara-negara Timur Tengah dan komitmennya terhadap perjuangan Palestina, Muhadi menilai Indonesia memiliki posisi kuat untuk mendorong penyelesaian lebih substansial.
“Indonesia secara historis itu cukup dekat dengan mereka, kita juga menjadi anggota OKI dan kita selalu punya komitmen untuk mendukung Palestina. Dukungan seperti itu-itu artinya cukup memberikan leverage bagi kita untuk berbicara mengenai isu ini,” ucapnya.
“Oke lah kalau memang sudah mau ke sana, tetapi gunakan jalur tujuan yang lain, bukan tujuan untuk meminta persetujuan dan dukungan mereka agar Indonesia bisa membawa 1.000 orang (Gaza) ke sini” tambah dia.