Pengamat Soroti Tantangan Konsorsium Asuransi pada Proyek 3 Juta Rumah
Bisnis.com, JAKARTA - Otoritas Jasa Keuangan (OJK) mengungkap saat ini ada wacana pembentukan konsorsium asuransi umum dan asuransi jiwa untuk mendukung perlindungan proyek pembangunan tiga juta rumah yang menjadi program Presiden Prabowo.
Wahyudin Rahman, Praktisi Manajemen Risiko dan Ketua Umum Komunitas Penulis Asuransi Indonesia (Kupasi), menilai peluang tersebut dapat menjadi motor penggerak pertumbuhan industri asuransi di Indonesia, terutama dalam meningkatkan inklusi asuransi dan stabilitas pembangunan.
"Secara detail, pertumbuhan terjadi pada lini asuransi properti untuk risiko kebakaran, lini asuransi yang dikaitkan dengan kredit/pembiayaan bank seperti asuransi jiwa kredit dan asuransi kredit/pembiayaan FLPP, peran asuransi rekayasa terkait pembangunan tiga juta rumah, dan suretyship terkait penjaminan kontrak antara developer dengan obligee," kata Wahyudin kepada Bisnis, Selasa (14/1/2025).
Dalam implementasinya nanti, Wahyudin melihat ada potensi yang akan menjadi tantangan, yaitu regulasi dan legalitas. Menurutnya, koordinasi antara berbagai pihak, termasuk pemerintah, pengembang properti, dan industri asuransi, dapat menjadi solusi atas kendala dalam menyelaraskan regulasi pembuatan konsorsium dan pembuatan produk asuransi bersama.
"Selain itu, juga soal model bisnis. Kesiapan dan kolaborasi model bisnis tentunya perlu waktu untuk menyepakati teknis pelaksanaan dan pembagian risiko serta premi konsorsium," ujarnya.
OJK sendiri telah menyatakan bahwa perusahaan asuransi yang akan bergabung dengan konsorsium adalah perusahaan asuransi yang sehat. Wahyudin mencatat setidaknya ada lima kriteria ideal.
Pertama adalah kapasitas keuangan yang kuat. Menurutnya, perusahaan harus memiliki solvabilitas dan likuiditas yang cukup untuk menangani risiko besar dari proyek ini.
Kedua adalah prihal kompetensi di bidang terkait. Wahyudin menilai faktor yang harus dilihat adalah pengalaman dan portofolio yang mencakup lini usaha asuransi properti, jiwa kredit, atau suretyship.
Ketiga adalah infrastruktur digital yang memadai. Perusahaan dengan sistem digital yang kuat, ujarnya, dapat mendukung efisiensi proses underwriting, klaim, dan pengelolaan risiko.
Kriteria keempat menurutnya adalah reputasi. Wahyudin mengatakan harus dipastikan perusahaan yang bergabung adalah perusahaan yang memiliki rekam jejak baik dalam hal kepatuhan regulasi, pelayanan pelanggan, dan stabilitas operasional.
"Kelima, kemampuan berkolaborasi. Perusahaan harus terbuka dan memiliki komitmen terhadap tujuan konsorsium, serta mampu beradaptasi dengan dinamika proyek besar," pungkasnya.