Penghapusan Presidential Threshold Dorong Terbentuknya Koalisi Parpol yang Lebih Alamiah

Penghapusan Presidential Threshold Dorong Terbentuknya Koalisi Parpol yang Lebih Alamiah

JAKARTA, KOMPAS.com - Penghapusan presidential threshold atau ambang batas pencalonan presiden dianggap dapat mendorong terbentuknya koalisi partai politik yang lebih alamiah.

Direktur Eksekutif Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem) Khoirunnisa Nur Agustyati mengatakan, penghapusan aturan ambang batas memang memungkinkan setiap partai politik mengusung calon presiden dan wakil presiden sendiri.

Meski begitu, koalisi antar partai politik (parpol) tetap bisa terjadi. Tetapi, koalisi diklaim bisa lebih alami karena tidak lagi didasarkan pada perhitungan jumlah kursi atau suara tertentu.

“Bisa jadi akan tetap ada koalisi. Tapi saya rasa koalisinya bisa jadi lebih alamiah karena tidak berdasarkan pada hitung-hitungan jumlah persen kursi dan suara. Justru sekarang parpol punya waktu yang cukup panjang untuk menyiapkan orang yang akan diusung,” ujar Khoirunnisa kepada Kompas.com, Senin (13/1/2025).

Terlepas dari hal itu, menurut dia, penghapusan presidential threshold diharapkan membuat masyarakat berpeluang memiliki lebih banyak alternatif pilihan pada setiap pelaksanaan pemilihan presiden (pilpres).

“Penghapusan ambang batas pencalonan presiden ini akan memberikan kesempatan kepada Parpol peserta pemilu untuk bisa mengusung calonnya dan bisa menghadirkan calon alternatif bagi pemilih,” katanya.

Diberitakan sebelumnya, Mahkamah Konstitusi (MK) telah memutuskan menghapus presidential threshold melalui putusan perkara nomor 62/PPU-XXII/2025 pada Kamis, 2 Januari 2025.

Dalam putusan tersebut, MK juga mempertimbangkan perpolitikan Indonesia yang cenderung mengarah pada pencalonan tunggal.

 

Selain itu, ambang batas pencalonan juga dinilai sebagai bentuk pelanggaran moral yang tidak bisa ditoleransi lantaran memangkas hak rakyat mendapat lebih banyak pilihan calon presiden.

Oleh karena itu, Mahkamah menyatakan norma hukum Pasal 222 Undang-Undang (UU) Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum karena dinilai bertentangan dengan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia 1945.

Pasal 222 UU Pemilu sebelumnya berbunyi, "Pasangan Calon diusulkan oleh Partai Politik atau Gabungan Partai Politik Peserta Pemilu yang memenuhi persyaratan perolehan kursi paling sedikit 20 persen dari jumlah kursi DPR atau memperoleh 25 persen dari suara sah secara nasional pada Pemilu Anggota DPR periode sebelumnya".

Sumber