Penyebab Harga Cabai di Kediri Melonjak Tajam
KEDIRI, KOMPAS.com - Harga cabai rawit di pasaran Kediri, Jawa Timur melonjak tajam hingga mencapai Rp 110.000 per kilogram dalam beberapa hari terakhir.
Kepala Dinas Perdagangan dan Perindustrian Pemerintah Kabupaten Kediri, Tutik Purwaningsih mengatakan bahwa penyebab kenaikan harga tersebut yakni tingginya permintaan yang berbarengan dengan momentum kebutuhan skala nasional.
“Karena ada perayaan Natal dan tahun baru hingga berbarengan dengan program Makan Bergizi Gratis,” ujar Tutik Purwaningsih, Selasa (7/1/2025).
Padahal, ketersediaan stok cabai di tingkat petani, menurutnya, mengalami penurunan.
Hal ini dipicu oleh sejumlah faktor, mulai dari cuaca yang tidak bersahabat hingga turunnya hasil panen karena serangan hama pada tanaman cabai.
“Karena faktor cuaca hingga jamur yang menyerang cabai, sehingga permintaan tinggi tetapi stok berkurang, sehingga harga melonjak,” ujar Tutik.
Tingginya permintaan itu, menurutnya, masih akan berlangsung beberapa hari ke depan mengingat masih banyak permintaan dari berbagai daerah yang belum terpenuhi.
Kabupaten Kediri termasuk daerah penghasil cabai. Adapun wilayah penghasil cabai meliputi Kecamatan Kepung, Kecamatan Ngancar, Kecamatan Plosoklaten, Kecamatan Puncu, Kecamatan Plemahan, dan Kecamatan Kayen Kidul.
Hasil panen cabai itu, selain untuk kebutuhan pasar lokal, juga dikirim ke luar daerah seperti Jabodetabek dan Kalimantan.
“Informasi dari teman-teman di pasar induk, masih banyak permintaan yang belum terpenuhi,” ujar pejabat yang juga menjabat sebagai pelaksana tugas kepala dinas ketahanan pangan ini.
Imam Basori, salah seorang petani cabai di wilayah Ringinrejo, mengatakan bahwa jumlah panen cabai saat ini memang merosot tajam.
Penyebabnya, cuaca ekstrem yang mengakibatkan banyak penyakit menyerang tanaman cabai.
“Banyak yang kena petek yang disebabkan jamur. Misalnya, jumlah panenan 10 kilogram, yang 4 kilogramnya busuk,” ujar Imam Basori.
Selain itu, banyak pula tanaman cabai yang terserang layu sehingga akhirnya mati.
Akibatnya, banyak petani yang akhirnya membabat tanamannya untuk diganti dengan tanaman lain.