Penyelidik Korsel Berupaya Perpanjang Perintah Penangkapan Yoon Suk Yeol
Para penyelidik Korea Selatan (Korsel) yang berupaya menangkap Presiden Yoon Suk Yeol, yang berstatus nonaktif usai dimakzulkan parlemen, berniat meminta perpanjangan masa berlaku untuk surat perintah penangkapan terhadapnya.
Surat perintah penangkapan terhadap Yoon, terkait penyelidikan darurat militer, yang diterbitkan pengadilan Korsel pekan lalu akan habis masa berlakunya pada Senin (6/1) waktu setempat. Upaya penangkapan terhadapnya gagal dilakukan dengan sang presiden nonaktif itu bersembunyi di dalam kediamannya.
Yoon, yang mantan Jaksa Agung Korsel ini, telah tiga kali menolak panggilan pemeriksaan dalam penyelidikan darurat militer yang diumumkannya awal Desember lalu. Upaya penangkapan dilakukan aparat berwenang Korsel pekan lalu dengan melibatkan ratusan polisi, namun dihalangi para petugas keamanan yang melindungi Yoon.
Para penyelidik dari Kantor Investigasi Korupsi Korsel atau CIO, seperti dilansir AFP, Senin (6/1/2025), mengatakan pihaknya akan meminta perpanjangan surat perintah yang akan berakhir pada Senin (6/1) tengah malam waktu setempat.
"Keabsahan surat perintah itu berakhir hari ini. Kami berencana meminta perpanjangan dari pengadilan hari ini," ucap Wakil Direktur CIO, Lee Jae Seung, saat berbicara kepada wartawan setempat.
Dia menambahkan bahwa pihaknya telah meminta bantuan pihak kepolisian untuk menangkap Yoon karena kesulitan yang dihadapi para penyelidik CIO. Dia juga mengatakan dirinya akan berkonsultasi dengan kepolisian mengenai waktu perpanjangan surat perintah penangkapan.
Pekan lalu, ketegangan terjadi selama berjam-jam saat ratusan petugas keamanan yang melindungi Yoon memaksa para penyelidik untuk menunda upaya penangkapan karena kekhawatiran akan situasi keamanan.
Simak berita selengkapnya di halaman berikutnya.
Yoon dimakzulkan oleh parlemen Korsel atau Majelis Nasional pada 14 Desember lalu. Pemakzulan itu masih harus diperkuat oleh putusan Mahkamah Konstitusi, yang memiliki waktu hingga 180 hari untuk memutuskan apakah akan memberhentikan Yoon dari jabatannya atau mengembalikan kekuasaannya.
Yoon saat ini sedang diselidiki atas tuduhan menghasut pemberontakan dan menyalahgunakan wewenang kepresidenannya dengan menetapkan darurat militer pada awal Desember tahun lalu. Penyelidikan terhadap Yoon diwarnai penolakannya, sebanyak tiga kali, untuk memenuhi panggilan pemeriksaan.
Awal pekan lalu, pengadilan setempat menerbitkan surat perintah penangkapan terhadap Yoon. Namun dalam perkembangan situasi, otoritas berwenang Korsel gagal menangkap Yoon di kediamannya meskipun mengerahkan lebih dari 100 personel kepolisian bersenjata yang membawa surat perintah penangkapan resmi.
Konfrontasi dengan tim keamanan Yoon berlangsung saat mereka membentuk barikade manusia dan menggunakan kendaraan untuk menghalangi tim kepolisian yang hendak melakukan penangkapan. Hal semacam ini belum pernah terjadi sebelumnya dalam politik Korsel.
Atas tuduhan pemberontakan yang menjeratnya, Yoon terancam hukuman bui atau, paling buruk, hukuman mati jika dia berhasil ditangkap dan diadili.