Peran Harvey Moeis Bukan Direksi tapi Wakili Smelter Bikin Hakim Heran

Peran Harvey Moeis Bukan Direksi tapi Wakili Smelter Bikin Hakim Heran

Terungkap Harvey Moeis bisa mewakili PT Refined Bangka Tin (PT RBT) saat mengurus kerja sama dengan PT Timah Tbk, yang merupakan BUMN. Fakta ini membuat hakim terheran-heran.

Pasalnya, Harvey tak ada dalam struktur pengurus maupun direksi PT RBT. Hakim menganggap bisnis timah adalah bisnis yang besar yang harusnya tidak bisa diwakili.

Harvey dalam persidangan menganggap Dirut PT RBT Suparta layaknya paman. Hakim merespons dan harusnya Harvey berperan sebagai pendamping saja.

"Pertanyaan saya, karena ini kan pertemuan bisnis besar ini, apakah ada secara tertulis Saudara pegang yang mengatasnamakan sebagai RBT? Apakah semacam kuasa direksi kah misalnya, atau kuasa direkturkah? Atau ada Saudara memberikan saham juga kepada perusahaan ini sehingga Saudara berkali-kali lho bisa tampil atas nama RBT?" tanya hakim anggota Suparman Nyompa di Pengadilan Tipikor Jakarta Pusat, Senin (28/10/2024).

"Tidak ada, Yang Mulia," jawab Harvey.

"Kok bisa sih begitu saja tampil?" tanya hakim heran.

"Seperti yang tadi saya jelaskan, Yang Mulia, mengalir saja karena…," jawab Harvey yang dipotong hakim.

"Sudah kami simak juga tadi keterangan Saudara, justru itulah timbul pertanyaan saya, ini kok mewakili RBT dengan pertemuan penting seperti itu ya. Bukan bisnis kecil ini, bisnis besar gitu. Tentu namanya orang, Saudara kan sudah pengalaman juga namanya pengusaha itu tidak ada itu hanya ngomong-ngomong di mulut saja, selalu disertai dilampiri hitam di atas putih. Ada pegangan seperti begitu. Kamu lebih pengalaman dari kami karena Saudara yang pelaku bisnis langsung. Bagaimana kalau bertemu dengan mengikat suatu pekerjaan itu kan selalu disertai dengan akta itu biasanya, nggak ada bukan akta di bawah tangan biasanya selalu menggunakan akta notaris itu. Kita sudah paham yang begitu. Nggak ada hanya cerita-cerita begini saja karena teman, nggak ada yang begitu kalau orang bisnis itu. Apalagi ini bisnis besar begitu, nggak masuk akal Saudara cerita seperti itu," ujar hakim.

"Apa yang Saudara pegang secara tertulis lah?" tanya hakim.

"Tidak ada, Yang Mulia, karena Pak Suparta ini saya anggap sebagai om saya, Yang Mulia," jawab Harvey.

"Iya, kalau Saudara dianggap sebagai omnya lagi, mungkin masuk akal saya kalau Saudara mendampingi Saudara nggak ngomong di dalam forum itu. Ini Saudara tampil. Bahkan dikenal oleh PT Timah, kita tanya, Saudara itu selalu perwujudan dari RBT. Setiap forum ada pertemuan iya, tahunya bahwa ini RBT. Nah di situ kita nggak bisa masuk akal gitu kalau kedudukan Saudara itu tidak diberikan status yang jelas, ya?" ujar hakim.

"Tidak ada, Yang Mulia," jawab Harvey.

"Luar biasa," timpal hakim.

"Karena dari pertama niatnya saya juga ikut pertemuan itu karena diundang, lalu isi pertemuannya mau menolong negara, Yang Mulia," ujar Harvey.

"Ya yalah kalau hanya sepintas bisalah, ini berkali-kali lho itu," ujar hakim.

"Kalau dibilang berkali-kali, Yang Mulia. Izin, Yang Mulia, saya kalau dihitung meeting-nya paling lima-enam kali, Yang Mulia, tapi karena ini memang kerja samanya juga singkat, setelah itu saya tidak ada ngurus RBT lagi, Yang Mulia. Setelah kerja sama ini selesai, saya sama sekali tidak pernah sentuh RBT lagi, Yang Mulia," ujar Harvey.

Baca selengkapnya di halaman selanjutnya..

Majelis hakim sidang kasus dugaan korupsi pengelolaan timah yang merugikan keuangan negara Rp 300 triliun mencecar pengusaha Harvey Moeis soal perannya mengurus kesepakatan kerja sama smelter swasta dengan PT Timah yang merupakan BUMN. Hakim menilai keterangan Harvey dalam persidangan sulit diterima.

Harvey mengaku ikut terlibat dalam usaha timah dengan mewakili PT Refined Bangka Tin (PT RBT) untuk membantu PT Timah Tbk. Hakim menilai alasan menolong PT Timah yang disampaikan Harvey sulit diterima.

"Dari situlah kita tanda tanya ini, jadi keterangan-keterangan seperti itu kayaknya sulit diterima ya, dicerna gitu lho. Ada apa gitu lho," kata hakim di Pengadilan Tipikor Jakarta Pusat, Senin (28/10).

"Betul, Yang Mulia, kayaknya semua orang juga nggak bisa percaya kalau kita mau nolong BUMN, negara, Yang Mulia, padahal," ujar Harvey.

Harvey mengklaim smelter swasta gotong royong untuk membantu produksi PT Timah. Hakim menilai praktik gotong royong memiliki batasan karena bisnis timah merupakan bisnis besar.

"Namanya bisnis besar," kata hakim.

"Ketika itu semuanya bergotong royong, Yang Mulia, semuanya teman-teman ini gotong royong untuk bantu PT Timah, Yang Mulia," ujar Harvey.

"Tahulah gotong royong itu ada batasnya itu, pengetahuan umum semua begitu," timpal hakim.

"Ini mungkin tidak umum, Yang Mulia, maaf, Yang Mulia," ujar Harvey.

Harvey mengatakan apa yang dilakukannya dengan mewakili PT RBT tidak membuang-buang waktu karena hanya menghadiri rapat. Dia mengaku saat itu masih muda dan ingin belajar.

"Itu kan tidak, bukan pekerjaan kecil yang begitu. Apalagi, dengan kelas seperti Saudara, pengusaha besar begitu," ujar hakim.

"Izin, Yang Mulia, ketika itu saya umurnya 32 tahun, saya cuma mau belajar, saya mau melakukan yang baik saja, Yang Mulia," jawab Harvey.

Pengusaha Harvey Moeis mendapat bayaran sekitar Rp 50 juta hingga Rp 100 juta per bulan karena mewakili PT Refined Bangka Tin (PT RBT) dalam kerja sama dengan PT Timah Tbk. Harvey mengaku baru tahu soal uang itu saat mengecek rekening koran ketika diperiksa terkait kasus dugaan korupsi pengelolaan timah.

Hakim awalnya menanyakan fee yang diperoleh Harvey karena mewakili PT RBT. Direktur Utama PT RBT, Suparta, mengatakan fee untuk Harvey sebesar Rp 50 juta sampai Rp 100 juta per bulan.

"Tapi untuk ini, Saksi Harvey Moeis dapat apa dari RBT? Sedangkan sering datang gitu, Pak, sering datang, malah mengalahkan direktur utamanya gitu. Kenyataannya kan gitu ya," kata ketua majelis hakim Eko Aryanto.

"Iya, Yang Mulia," jawab Suparta.

"Makanya, masak gratisan, Pak," sentil hakim.

"Ya saya ada kasih setiap bulan berkisar, nggak tentu antara Rp 50 (juta) sampai Rp 100 juta, Yang Mulia," jawab Suparta.

Harvey juga mengakui menerima bayaran itu. Dia mengaku baru tahu ada bayaran setelah melihat rekening koran miliknya saat diperiksa penyidik dalam kasus dugaan korupsi pengelolaan timah yang juga menjerat dirinya sebagai terdakwa.

"Saudara dapat insentif berapa kalau selama Saudara mewakili RBT?" tanya hakim.

"Seperti yang tadi Pak Suparta jelaskan, Yang Mulia, beliau ada transfer ke saya nilainya random, kadang-kadang Rp 50 (juta), kadang Rp 80 juta, Yang Mulia. Saya juga tahu ketika saya ngecek rekening koran saya, Yang Mulia, ketika saya diperiksa," jawab Harvey.

Harvey mengklaim tak ada perjanjian tertulis secara resmi mengenai posisinya yang mewakili PT RBT. Dia mengaku mewakili PT RBT sebagai teman Suparta, yang dianggapnya seperti om.

"Ada perjanjian nggak kepada Saudara diberikan ini kalau Saudara berhasil menyelesaikan proyek ini atau pertemuan ini nanti kalau berhasil sesuai dengan keinginannya, rencana perusahaan misalnya, Saudara akan mendapat fee sekian?" tanya hakim.

"Sama sekali tidak ada, Yang Mulia," jawab Harvey.

Sumber