Perang Anak Abah-Ahokers Diakhiri Tanpa Jabat Tangan Sang Panglima...
JAKARTA, KOMPAS.com - Panasnya perseteruan Pilkada Jakarta 2017 masih teringat jelas di benak sebagian besar publik, terutama warga Jakarta. Hawanya bahkan sampai ke pelosok negeri.
Pada saat itu, persaingan antara dua calon gubernur Jakarta, yakni Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok dan Anies Baswedan berlangsung dengan tensi yang tinggi.
Kompetisi bahkan seolah sudah dimulai sebelum pilkada berlangsung.
Ketika itu, Ahok menjabat sebagai Gubernur Jakarta menggantikan Joko Widodo yang terpilih sebagai Presiden ke-7 RI. Anies sering melontarkan kritik. Ini memicu reaksi keras pendukung Ahok.
Demikian pula sebaliknya ketika Anies terpilih sebagai Gubernur Jakarta, Ahok juga tak segan untuk mengkritik kebijakan-kebijakan yang dijalankan. Kritikan Ahok membuat pendukung Anies meradang.
Saking panasnya, perebutan kursi Jakarta satu kala itu tidak hanya terjadi pada kamar politik saja, tetapi menyentuh ke isu-isu sensitif.
Hal ini semakin membentangkan jurang yang dalam antara pendukung kedua tokoh itu dan merembet pada kompetisi politik berikutnya.
Namun, itu semua adalah cerita masa lalu. Pada Pilkada Jakarta 2024, tidak ada lagi perseteruan seperti itu.
Kini, pendukung Ahok yang disebut Ahokers diklaim telah bersatu dengan pendukung Anies yang disebut Anak Abah.
Kedua kelompok itu bersatu setelah sama-sama mendukung Pramono Anung-Rano Karno pada Pilkada Jakarta 2024.
Ahok mengaku bersyukur karena Ahokers dan Anak Abah bersatu untuk mendukung Pramono Anung-Rano Karno.
"Ya kita bersyukur kayaknya mereka bisa memahami, negara ini lebih penting di atas primordialisme dan RAS serta agama," kata Ahok kepada wartawan di Stadion Madya Gelora Bung Karno (GBK), Senayan, Jakarta, Sabtu (23/11/2024) dilansir dari Antara.
Ahok menegaskan, seorang pemimpin tidak boleh menggunakan SARA untuk memenangkan apa pun.
Menurutnya, kepentingan bangsa dan negara jauh lebih penting di atas kepentingan SARA.
Anies sedikit banyak senada dengan Ahok. Ia menyebut, Anak Abah dan Ahokers bersatu karena mereka menyadari persoalan yang dihadapi masyarakat Jakarta, di antaranya masalah kemanusiaan, keadilan, hingga kesetaraan.
Berangkat dari hal itu, Anak Abah dan Ahokers bersatu dengan meninggalkan latar belakang mereka.
"Saya rasa latar belakang apa pun akan ketemu bersamaan, agama apa pun, pilihan politik apa pun ketika sampai pada persoalan-persoalan seperti itu," kata Anies dalam program Rosi di Kompas TV, dikutip Jumat (29/11/2024).
Menurut Anies, negara selama ini sengaja menelantarkan rakyat Jakarta agar tidak bisa mendapatkan hak-haknya.
Sinyal perdamaian dari para panglima perang itu pun turun sampai ke akar rumput.
Relawan "Anak Abah Plus" bernama Nova menyampaikan, pihaknya telah bersepakat dengan Ahokers untuk tidak lagi terpecah belah setelah sama-sama mendukung pasangan Pramono Anung-Rano Karno.
"Kami (Anak Abah dan Ahokers) sudah sepakat untuk tidak mau lagi dipecah belah. Kami sudah merasakan bagaimana sulitnya membangun Jakarta ketika kami dipecah belah," ujar Nova dalam jumpa pers di Kebayoran Baru, Jakarta Selatan, Rabu (4/12/2024).
Nova berpendapat, Ahokers dan Anak Abah merupakan relawan yang berisi oleh orang-orang progresif serta memperjuangkan nasib kaum marjinal.
Karena itu, ia merasa sangat bersyukur karena Anak Abah dan Ahokers saat ini sudah bersatu.
“Dan itu yang mau ditutupi oleh oligarki. Sehingga dengan adanya kejadian ini, bagi kami, ini adalah sebuah karunia Tuhan untuk Indonesia bahwa ternyata kami disatukan kembali dengan niat untuk membangun Jakarta,” kata Nova.
Analisis politik sekaligus Direktur Eksekutif Skala Data Indonesia Arif Nurul Imam menilai, bersatunya Anak Abah dan Ahokers merupakan hal yang positif bagi iklim politik Indonesia.
Namun, Arif masih meragukan deklarasi perdamaian itu merupakan perdamaian yang sejati.
"Ahokers dan Anak Abah merupakan kelompok pendukung yang selama ini berseberangan secara politik. Mereka selama ini selalu berhadap-hadapan dalam banyak pertarungan politik, Karena itu, perdamaian ini saya kira masih bersifat semu karena berbasis kepentingan elektoral di Pilkada Jakarta," jelas Arif kepada Kompas.com, Kamis (5/12/2024).
Menurut Arif, perdamaian sejati antara Anak Abah dan Ahokers seyogianya juga perlu melibatkan sosok para panglimanya. Siapa lagi kalau bukan Anies dan Ahok sendiri.
Ia berpandangan, Anies dan Ahok perlu bertemu bersama di hadapan pendukungnya masing-masing dan mengajak mereka untuk bersatu demi membangun bangsa.
"Kalau kemudian ini (perdamaian antara Anak Abah dan Ahokers) ditindaklanjuti dalam perdamaian yang lebih serius, tentu Anies dan Ahok akan bertemu dan kemudian bercakap-cakap, kemudian para pendukung di kedua kubu bisa berinteraksi secara intens dan cair dalam berelasi sosial," kata Arif.
Lebih lanjut, Arif menilai perdamaian antara Anak Abah dan Ahokers perlu diuji sampai sejauh mana akan berlangsung.
"Kalau sekadar karena persamaan kepentingan Pilkada Jakarta, tentu ini hanya perdamaian semu. Karena perdamaian ini terkait momentum kepentingan elektoral. Tentu masih perlu diuji ini perdamaian semu atau perdamaian sejati," imbuhnya.