Pergumulan Naput Bersaudara Menjaga Tanah Warisan Orangtua di Labuan Bajo
KUPANG, KOMPAS.com - Suaranya berat dan sedikit bergetar saat melontarkan kalimat pembuka dalam kegiatan konferensi pers di Hotel Neo Aston, Kota Kupang, Nusa Tenggara Timur, Jumat (17/1/2025) sore.
Johanis Vans Naput (46) duduk sejajar dengan saudari perempuannya, Maria Fatmawati Naput (47), serta dua orang pengacara, Kharis Sucipto dan Mursyid Candra.
Sedangkan saudara kembarnya, Paulus Grans Naput (46), dan adik bungsunya, Irene Elisa Winarti Naput (44), mengikuti konferensi pers melalui Zoom, karena sedang berada di Kabupaten Manggarai, NTT.
Johanis mulai mengisahkan sepak terjang dan perjuangan ayahnya, almarhum Nikolaus Naput, dan ibunya, almarhumah Beatrix Seran Nggebu, yang membeli tanah di Karangan dan Golo Karangan, Labuan Bajo, Kabupaten Manggarai Barat, dengan luas lahan 16 hektar dan 11 hektar.
Tanah itu dibeli dari hasil kerja keras ayahnya saat masih menjadi kontraktor pada tahun 1990 dengan harga Rp 9 juta dan Rp 1,5 juta. Pembelian saat itu sempat menghebohkan warga setempat karena nominal uangnya ketika itu tergolong besar.
Ayahnya, yang seorang insinyur teknik jebolan universitas ternama di Pulau Jawa, ketika masih menjadi kontraktor, selalu berinvestasi dengan membeli tanah dan properti.
Bukan hanya di Labuan Bajo saja, tetapi di beberapa daerah lainnya seperti di Maumere, Kabupaten Sikka, Kota Kupang, hingga Kabupaten Belu yang berbatasan dengan negara Timor Leste.
Semua tanah dan properti almarhum Nikolaus Naput telah memiliki sertifikat dan dokumen pendukung lainnya, termasuk tanah di Karangan dan Golo Karangan yang juga telah bersertifikat sejak 2017 lalu.
Semua properti dan tanah itu telah diwariskan kepada empat anaknya.
"Ayah saya ini punya pemikiran visioner, sehingga dia tahu investasi tanah dan properti ke depannya akan bernilai tinggi," kata Johanis Vans Naput.
Namun, wilayah Labuan Bajo yang mulai berkembang pesat dan menjadi daerah super premium di Indonesia, membuat sejumlah pihak mulai melirik lahan milik ayahnya itu.
Gugatan bertubi-tubi mulai dilayangkan sejumlah orang meski dengan data yang diajukan ke Pengadilan Negeri Labuan Bajo sangat lemah, bahkan ada dokumen pendukung yang diduga dipalsukan.
Tanah itu digugat Muhamad Rudini di Pengadilan Negeri Labuan Bajo. Gugatan itu justru dimenangkan oleh hakim.
Ibarat sudah jatuh, tertimpa tangga, keluarga almarhum Nikolaus Naput bahkan dituding sebagai mafia tanah.
"Kami adalah ahli waris sah atas tanah Karangan dan Golo Karangan. Tuduhan bahwa kami mafia tanah adalah tidak berdasar dan ini fitnah yang kejam," ujar Johanis.
Johanis mengungkapkan, tanah tersebut merupakan warisan dari ayahnya, almarhum Nikolaus Naput, yang dikenal sebagai sosok religius dan berdedikasi dalam pelayanan gereja.
“Almarhum ayah saya bukan hanya seorang pemilik tanah, tapi juga seorang tokoh yang mengabdi untuk gereja. Beliau melihat potensi Labuan Bajo jauh sebelum daerah ini berkembang pesat seperti sekarang,” jelasnya.
Johanis menambahkan bahwa keluarganya telah berjuang mempertahankan tanah tersebut di tengah berbagai klaim sepihak yang belakangan muncul seiring pesatnya perkembangan Labuan Bajo sebagai destinasi wisata premium.
“Ketika Labuan Bajo belum ramai, ayah saya sudah berinvestasi di tanah ini. Kini setelah kawasan ini berkembang pesat, muncul pihak-pihak yang tiba-tiba mengklaim kepemilikan,” tegasnya.
Ia juga mencurigai ada pihak tertentu yang didukung investor besar untuk merebut tanah keluarganya.
“Kami menduga ada upaya sistematis dari investor untuk merebut tanah kami. Ini bukan sekadar klaim biasa, ada sesuatu yang lebih besar di balik ini,” ujar Johanis.
Dalam kesempatan itu, Johanis menyampaikan kekecewaannya terhadap pemberitaan yang dinilai tidak berimbang dan cenderung merugikan keluarga Naput.
Ia meminta media dan masyarakat untuk tidak terburu-buru menilai tanpa memahami fakta yang sebenarnya.
“Kami hanya ingin mempertahankan hak kami. Tuduhan mafia tanah adalah penghinaan bagi keluarga kami. Kami akan terus memperjuangkan kebenaran,” tandasnya.
Keluarga Naput berharap pemerintah dan pihak berwenang dapat bersikap adil dan tidak terpengaruh oleh tekanan pihak-pihak tertentu. Mereka juga menyerukan agar proses hukum dijalankan dengan transparan untuk memastikan keadilan bagi semua pihak.
Maria Fatmawati Naput, salah satu ahli waris almarhum Nikolaus Naput, dengan tegas membantah tuduhan bahwa keluarganya terlibat dalam praktik mafia tanah.
“Kami dikatakan sebagai mafia tanah. Saya ini hanya seorang ibu rumah tangga yang melek teknologi, jadi tuduhan ini sangat menyakitkan,” ujar Maria.
Maria berharap agar nama baik keluarganya dipulihkan dan keadilan ditegakkan.
“Kasus ini benar-benar menyandera kehidupan kami. Kami hanya ingin mencari keadilan dan melanjutkan perjuangan," kata dia.
Adapun, sengketa tanah seluas 11 hektar ini melibatkan keluarga Naput dan seorang pihak lain bernama Muhamad Rudini.
Kasus ini mencuat setelah munculnya surat pembatalan penyerahan tanah yang diduga palsu, yang berisi tanda tangan empat orang, yakni Haji Ishaka, Haku Mustafa, dan dua lainnya.
Surat tersebut kemudian dijadikan dasar gugatan terhadap kepemilikan tanah yang telah bersertifikat atas nama almarhum Nikolaus Naput dan istrinya, Beatrix Seran Nggebu.
Tanah tersebut awalnya dibeli oleh Nikolaus Naput pada tahun 1990, dengan sebagian lainnya diperoleh istrinya dari fungsionaris adat setempat.
Kedua bidang tanah tersebut telah bersertifikat resmi sejak tahun 2017.
Kasus ini semakin rumit setelah hasil pemeriksaan forensik yang dilakukan ahli dokumen, Sapta Dwikardana, mengungkap adanya indikasi pemalsuan tanda tangan dalam surat pembatalan tersebut.
“Saya mengambil kesimpulan bahwa hampir semua tanda tangan dalam dokumen tersebut tidak identik. Keabsahan tanda tangan tersebut sangat diragukan,” tegas Sapta.
Ia menjelaskan bahwa analisis dilakukan dengan membandingkan dokumen-dokumen asli menggunakan tujuh unsur grafis yang menjadi standar dalam pemeriksaan forensik tanda tangan.
Kuasa hukum Santosa Kardiman, Kharis Sucipto, berharap hasil analisis forensik ini dapat menjadi pertimbangan dalam proses banding yang sedang berlangsung.
“Dengan bukti dan keterangan ahli yang ada, kami harap majelis hakim di tingkat banding dapat mempertimbangkan fakta-fakta ini,” ujarnya.
Sementara itu, kuasa hukum keluarga Naput, Mursyid Surya Chandra, mengonfirmasi bahwa pihaknya telah melaporkan dugaan pemalsuan dokumen tersebut ke Polres Manggarai Barat.
“Laporan polisi sudah berjalan, saksi sudah diperiksa, dan kasus sudah naik ke tahap penyidikan. Ini mengonfirmasi bahwa ada dugaan peristiwa pidana yang perlu diungkap lebih lanjut,” jelas Mursyid.
Ia juga menegaskan bahwa penyidikan harus mengungkap siapa pelaku pemalsuan dokumen tersebut agar tidak ada pihak yang dirugikan.
Sementara itu, Muhamad Rudini, beberapa kali dihubungi melalui telepon seluler, Sabtu (18/1/2025), tetapi belum juga merespons.