Perludem: Sengketa Pilkada 2024 Naik Signifikan, Ada Masalah Pelaksanaan dan Pengawasan
JAKARTA, KOMPAS.com - Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem) mencatat, ada kenaikan signifikan pada jumlah permohonan sengketa hasil Pilkada Serentak 2024 yang diajukan ke Mahkamah Konstitusi (MK).
Sejauh ini, berdasarkan pemantauan Perludem, ada 312 permohonan sengketa hasil Pilkada 2024 dari 545 wilayah yang menyelenggarakan pilkada (57,24 persen).
"Tahun 2024 ini menunjukkan adanya lonjakan perkara dibandingkan periode sebelumnya, 2017-2020. Dan jumlahnya masih bisa meningkat," kata peneliti Perludem, Ajid Fuad Muzaki, dalam diskusi media yang digelar secara daring pada Minggu (22/12/2024) siang.
Pada rentang 2017-2020, total ada 542 daerah yang menyelenggarakan pilkada.
Dalam kurun waktu tersebut, hanya ada 268 sengketa hasil pilkada yang dilayangkan ke MK (49,45 persen), hampir 8 persen lebih rendah dibandingkan tahun ini.
Rinciannya, pada Pilkada 2017, ada 60 sengketa hasil yang dilayangkan dari 101 wilayah yang menggelar pilkada.
Lalu, pada Pilkada 2018, perbandingannya menjadi 72 sengketa dari 171 wilayah, dan pada Pilkada 2020 menjadi 136 sengketa dari 270 wilayah.
"Tingginya perkara ini juga bisa diartikan ada permasalahan dalam penyelenggaraan Pilkada 2024 baik dari sisi pelaksanaan, administrasi, maupun pengawasan, yang kemudian berpengaruh terhadap persepsi publik atas keadilan hasil pilkada," jelas Ajid.
Tahun ini, tiga provinsi di Indonesia bagian timur menjadi wilayah dengan gugatan sengketa hasil pilkada paling tinggi ke MK, yaitu Papua Tengah (20), Maluku Utara (19), dan Papua (18).
Sementara itu, dua provinsi lain, yakni Jawa Timur (16) dan Sumatera Utara (16), melengkapi lima besar provinsi dengan gugatan sengketa hasil Pilkada 2024 terbanyak ke MK.