Pertamina Dorong Kolaborasi Nasional dan Internasional Turunkan Emisi Metana di Indonesia
KOMPAS.com - PT Pertamina (Persero) melakukan upaya strategis untuk mereduksi emisi, salah satunya melalui pengurangan gas buang metana dari seluruh lini operasional perusahaan.
Direktur Strategi, Portofolio, dan Pengembangan Usaha PT Pertamina (Persero) Salyadi Dariah Saputra menjelaskan, pengurangan gas buang metana ini masuk dalam salah satu fokus keberlanjutan Pertamina, yaitu addressing climate change.
Dia menegaskan, Pertamina bertekad untuk menjadi perusahaan energi terkemuka yang dikenal atas kepeduliannya terhadap lingkungan, tanggung jawab sosial, dan tata kelola yang kuat.
“Kami telah membuat langkah signifikan dalam pengelolaan emisi metana untuk selaras dengan tujuan keberlanjutan kami," ungkapnya dalam sesi panel di Conference of the Parties (COP) 29, Kamis (14/11/2024).
Upaya pengurangan gas metana itu dilakukan Pertamina melalui surat dukungan (endorsement letter) terhadap Zero Routine Flaring Initiative (ZRF).
Pertamina berkomitmen mencapai ZRF pada 2030 dengan target pengurangan emisi metana sebesar 40 persen dari baseline 2021.
Pertamina menyadari pentingnya kolaborasi dalam pencapaian itu dengan bekerja sama dengan organisasi internasional utama, termasuk, Japan Oil, Gas, and Metals Corporation (JOGMEC) dan anggota Dewan Perminyakan Association of Southeast Asian Nations (ASEAN).
Kolaborasi dengan United States Agency for International Development (USAID) dan penyedia teknologi, seperti Honeywell juga meningkatkan upaya pemantauan dan pengurangan emisi metana.
Selain itu, Pertamina bekerja sama dengan Petronas dan PTT Exploration and Production Public Company Limited (PTTEP) dalam Oil and Gas Methane Partnership 2.0 (OGMP2.0) serta Methane Leadership Program.
Pertamina juga melakukan studi bersama dengan JOGMEC di lapangan Donggi Matindok dan JOB Tomori fokus pada kuantifikasi, pelaporan, serta pengurangan flaring secara presisi.
"Untuk mencapai hasil yang bermakna dan berkelanjutan, kami harus bekerja sama dengan pemerintah dan komunitas global," ujar Salyadi.
Sementara itu, Deputi Asisten Sekretaris Bidang Manufaktur di Departemen Perdagangan Amerika Serikat (AS) Heather Evans menekankan perlunya kolaborasi lintas negara, dengan komitmen AS dalam berbagi teknologi pengurangan emisi metana.
Dia menyatakan, pihaknya mendorong penerapan teknologi pengurangan emisi sebagai praktik terbaik industri, bukan hanya sekadar persyaratan regulasi.
“Perusahaan-perusahaan AS menawarkan solusi inovatif untuk pemantauan emisi metana, dan kami siap mendukung mitra internasional dalam perjalanan pengurangan metana mereka,” jelasnya.
Direktur Mitigasi Perubahan Iklim di Kementerian Lingkungan Hidup Indonesia Yulia Suryanti juga menegaskan komitmen pemerintah Indonesia untuk mencapai target Nationally Determined Contributions (NDCs) yang ditingkatkan pada 2030.
Dia mengatakan, Indonesia telah menetapkan kebijakan harga karbon untuk mendukung target NDC, dengan sasaran pengurangan 21,89 persen pada 2030.
“Kami menyeimbangkan ketahanan ekonomi, sosial, dan ekologi dalam jalur pembangunan untuk menjaga keseimbangan antara keuntungan, kesejahteraan masyarakat, dan kelestarian lingkungan,” jelasnya.
Melalui kolaborasi, teknologi inovatif, dan komitmen terhadap tujuan bersama, Pertamina dan para mitranya menunjukkan kekuatan aksi bersama dalam upaya mengurangi emisi metana dan menjaga iklim demi masa depan yang berkelanjutan.