Pertanyakan Sertifikasi Pemilik Ria Beauty, IDI: Jangan Sampai Lompat Pagar
JAKARTA, KOMPAS.com - Ikatan Dokter Indonesia (IDI) mempertanyakan sertifikat yang dimiliki tersangka Ria Agustina (33) sebagai bekal membuka salon kecantikan Ria Beauty.
Jika sertifikat Ria bukan merujuk pada tindakan medis, maka ibu satu anak itu seharusnya tidak memberikan pelayanan medis terhadap pelanggan.
“Nah, iya. Sekarang begini, sertifikatnya itu ahli kecantikan selevel apa? Selevel medis atau bukan? Kalau bukan selevel medis, maka memberikan pelayanan bukan selevel medis,” kata Ketua Purna IDI, dr Daeng M Faqih saat dihubungi Kompas.com, Selasa (10/12/2024).
“Jangan sampai ’lompat pagar’. Kalau dia sertifikatnya bukan medis, dia melakukan tindakan medis, ya, itu yang jadi masalah,” imbuh dia.
Faqih secara teknis belum mengetahui apakah perawatan menggunakan alat derma roller merupakan tindakan medis, mengingat dirinya bukan berlatar belakang sebagai penyedia jasa kecantikan.
Namun, Faqih menggarisbawahi, tindakan medis pada salon kecantikan merupakan suatu hal yang tidak dibenarkan.
Apalagi, penyedia jasa yang memberikan tindakan medis bukan berlatar belakang sebagai dokter.
“Misalnya, tindakan medis itu ada tindakan menyuntik, injeksi, ada tindakan pemberian obat tertentu, ada tindakan invasif, misalnya. Nah, itu biasanya masuk ke medis,” kata Faqih.
Pemberian anestesia dalam praktik salon kecantikan juga termasuk tindakan medis yang tidak dibenarkan.
“Itu perlu belajar betul. Karena yang dipelajari, kalau medis itu bukan hanya cara pemberiannya. Tapi termasuk risikonya bagaimana kalau terjadi sesuatu? Harus melakukan tindakan seperti apa kalau terjadi efek alergi atau apa?” ucap dia.
Kuasa hukum Ria, Raden Ariya, menunjukkan beberapa dari 33 sertifikat yang dimiliki kliennya untuk membuka Ria Beauty selama beberapa tahun terakhir.
Beberapa sertifikat itu di antaranya diterbitkan lembaga Badan Nasional Sertifikasi Profesi (BNSP) Tahun 2023 sebagai manager pada bidang pekerjaan salon/estetik klinik manajer, Pacific International Beauty Institute Tahun 2023 pada bidang beauty and spa management, dan Comité International d’Esthétique et de Cosmétologie tahun 2023 pada bidang manajemen kecantikan dan spa internasional.
Ada juga sertifikat dari Confederation of International Beauty Therapy and Cosmetology (CIBTAC) tahun 2023 sebagai level 3 diploma in facial, Aesthetic Multispecialty Society Tahun 2021 sebagai anggota untuk mewakili masyarakat multisepsialisasi estetika di negaranya.
Selain itu, The CPD Certification Service Tahun 2021 sebagai Diploma in Cosmetology Level 3, Lembaga Kursus, Pelatihan Kecantikan Estetika dr Aldjoefrie Tahun 2022 yang lulus pelatihan dan ujian kecantikan privat dermaroller dasar sampai mahir, serta Korean International Academy of Beauty Medicine Society (KIABMS) Tahun 2020 yang lulus menyelesaikan kursus pelatihan dermaroller.
“Klien kami itu tidak pernah menyatakan dirinya bahwa beliau itu adalah dokter. Beliau itu adalah ahli kecantikan. Beliau itu mempelajari terkait estetik, terkait derma roller itu,” kata Raden di Polda Metro Jaya, Senin (9/12/2024).
Diberitakan sebelumnya, Penyidik Subdit Renakta Direktorat Reserse Kriminal Umum (Ditreskrimum) Polda Metro Jaya menangkap Ria dan karyawannya, DN (58), Minggu (1/12/2024).
Saat itu, mereka tengah melayani treatment derma roller tujuh pelanggan di kamar hotel wilayah Kuningan Timur, Setiabudi, Jakarta Selatan.
Berdasarkan hasil pemeriksaan penyidik, Ria menggunakan alat derma roller yang tidak mempunyai izin edar.
Selain itu, Ria menggunakan krim anestesi dan serum yang tidak terdaftar di Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM).
Masih Berdasarkan hasil pemeriksaan, keduanya buka tenaga kesehatan. Diketahui, Ria merupakan sarjana perikanan.
Hanya saja, Ria menjalani praktik dengan didukung oleh sejumlah sertifikat ahli kecantikan yang dia miliki.
Dari kasus ini, polisi menyita barang bukti berupa 4 underpads, 1 alat pelindung diri (APD), 13 handuk, 7 head band, 31 suntikan kecil, 4 suntikan besar, 4 krim anestesi merek Forte Pro, dan 10 derma roller.
Ada juga 1 derma pen, 1 serum jerawat, 1 toples krim anestesi, 15 ampoul obat jerawat, 1 anestesi, 1 ponsel, 27 roller, uang tunai Rp 10,7 juta, dan ATM BCA berisi Rp 57 juta.
RA dan DN dijerat Pasal 435 juncto Pasal 138 ayat (2) dan/atau ayat (3) dan/atau Pasal 439 juncto Pasal 441 ayat (2) Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 17 Tahun 2003 tentang Kesehatan
Ancaman hukuman terhadap dua tersangka maksimal selama 12 tahun atau denda paling banyak sebesar Rp 5 miliar.