Perusahaan Cangkang Pengangkut Timah Disebut Tak Rekrut Karyawan Sampai 2 Minggu Usai Didirkan

Perusahaan Cangkang Pengangkut Timah Disebut Tak Rekrut Karyawan Sampai 2 Minggu Usai Didirkan

JAKARTA, KOMPAS.com - Pengepul sawit bernama Agustiono menyebut, perusahaan cangkang CV Rajawali Total Persada (RTP) yang digunakan untuk mengangkut bijih timah ke smelter swasta belum merekrut karyawan hingga dua minggu pasca didirikan.

Adapun Agus merupakan salah satu pendiri CV RTP bersama koleganya bernama Darwin pada 2018 lalu.

Keterangan ini Agus sampaikan ketika dihadirkan sebagai saksi dugaan korupsi pada tata niaga komoditas timah yang menjerat eks Direktur Utama PT Timah Tbk , Mochtar Riza Pahlevi, eks Direktur Keuangan PT Timah Tbk Emil Ermindra, dan kawan-kawan.

“Saya diajak almarhum Darwin, Pak,” kata Agus di Pengadilan Tipikor Jakarta Pusat, Rabu (6/11/2024).

“Darwin ini siapa?” timpal jaksa.

“Yang punya CV Rajawali Total Persada,” jawab Agus.

Menurutnya, sebagaimana tertera pada akta CV itu didirikan pada 29 Oktober 2018. Namun, ia mengundurkan diri dari perusahaan itu pada 13 November karena merasa tidak cocok.

Agus menyebut, ketika awal mendirikan CV RTP, Darwin mengatakan perusahaan itu akan bergerak di bidang penambangan timah.

Selama dua minggu pasca pendirian perusahaan tersebut, kata Agus, CV RTP belum melakukan kegiatan apa pun.

“Apakah ada pernah saudara melihat bukti pembayaran dari PT Timah?” tanya jaksa.

“Memang belum ada kegiatan,” jawab Agus.

Setelah jaksa selesai mencecar Agus, giliran kuasa hukum Direktur PT Stanindo Inti Perkasa, M.B. Gunawan mengulik keterangan terkait CV RTP.

Pengacara menanyakan, apakah sebelum Agus mengundurkan diri CV RTP pernah merekrut karyawan.

“Tidak ada,” jawab Agus.

“Berarti hanya pendirian saja waktu itu ya saksi?” timpal pengacara.

“Hanya pendirian saja,” ujar Agus.

“Belum ada operasional sama sekali?” tanya pengacara memastikan.

“Tidak ada kegiatan apa pun,” jawab Agus.

Pada persidangan sebelumnya, Komisaris PT Stanindo Inti Perkasa, Suwito Gunawan mengaku diperintahkan PT Tmah untuk mendirikan perusahaan cangkang yakni, CV Bangka Jaya Abadi dan CV RTP.

“Kalau BJA kita yang mendirikan atas permintaan PT Timah. Kalau Rajawali atas titipan PT Timah,” kata Suwito, Jumat (1/11/2024).

Dalam dakwaan jaksa disebutkan, pembentukan perusahaan cangkang yang digunakan untuk menampung dan mengangkut bijih timah ke lima smelter swasta.

Sebanyak 12 perusahaan cangkang dibentuk setelah pihak PT Timah bersama bos-bos smelter swasta menggelar rapat. Perusahaan boneka itu berada di bawah kendali smelter swasta.

Adapun 12 perusahaan boneka itu adalah CV Bangka Karya Mandiri, CV Belitung Makmur Sejahtera, CV Semar Jaya Perkasa, CV Bukit Persada Raya, CV Sekawan Makmur Sejati, CV Bangka Jaya Abadi. Kemudian, CV Rajawali Total Persada.

Kemudian, CV Sumber Energi Perkasa, CV Mega Belitung, CV Mutiara Jaya Perkasa, CV Babel Alam Makmur, dan CV Babel Sukses Persada.

Dalam perkara korupsi ini, negara diduga mengalami kerugian keuangan hingga Rp 300 triliun.

Mantan Direktur Utama PT Timah Tbk, Mochtar Riza Pahlevi Tabrani, eks Direktur Keuangan PT Timah Emil Ermindra, dan kawan-kawannya didakwa melakukan korupsi ini bersama-sama dengan crazy rich Helena Lim.

Perkara ini juga turut menyeret suami aktris Sandra Dewi, Harvey Moeis yang menjadi perpanjangan tangan PT Refined Bangka Tin (RBT).

Bersama Mochtar, Harvey diduga mengakomodasi kegiatan pertambangan liar di wilayah IUP PT Timah untuk mendapat keuntungan.

Harvey menghubungi Mochtar dalam rangka untuk mengakomodir kegiatan pertambangan liar di wilayah IUP PT Timah.

Setelah dilakukan beberapa kali pertemuan, Harvey dan Mochtar menyepakati agar kegiatan akomodasi pertambangan liar tersebut di-cover dengan sewa menyewa peralatan processing peleburan timah. 

Selanjutnya, suami Sandra Dewi itu menghubungi beberapa smelter, yaitu PT Tinindo Internusa, CV Venus Inti Perkasa, PT Stanindo Inti Perkasa, dan PT Sariwiguna Binasentosa untuk ikut serta dalam kegiatan tersebut.

Harvey meminta pihak smelter untuk menyisihkan sebagian dari keuntungan yang dihasilkan.

Keuntungan tersebut kemudian diserahkan ke Harvey seolah-olah sebagai dana corporate social responsibility (CSR) yang difasilitasi oleh Helena selaku Manager PT QSE.

Dari perbuatan melawan hukum ini, Harvey Moeis bersama Helena Lim disebut menikmati uang negara Rp 420 miliar.

“Memperkaya terdakwa Harvey Moeis dan Helena Lim setidak-tidaknya Rp 420.000.000.000,” papar jaksa.

Sumber