Pesan-pesan Perjuangan Pahlawan Nasional untuk Upacara 10 November

Pesan-pesan Perjuangan Pahlawan Nasional untuk Upacara 10 November

Upacara bendera peringatan Hari Pahlawan dilaksanakan setiap tanggal 10 November. Salah satu agenda yang termasuk dalam susunan acara upacara bendera peringatan Hari Pahlawan adalah pembacaan pesan-pesan Pahlawan Nasional.

Pesan-pesan perjuangan Pahlawan Nasional ini dapat ditentukan oleh panitia atau dapat merujuk pada surat edaran Menteri Sosial perihal penyampaian pedoman penyelenggaraan peringatan Hari Pahlawan. Berikut ini informasinya

"Jika orang lain bisa, saya juga bisa, mengapa pemuda-pemuda kita tidak bisa, jika memang mau berjuang." Menceritakan pengalamannya di luar negeri kepada para pemuda di Sulawesi, ketika Abdul Muis melakukan kunjungan ke Sulawesi sebagai anggota Volksraad dan sebagai wakil SI).

"Ing Ngarso Sung Tulodo (Di depan memberi contoh) Ing Madyo Mangun Karso (Di tengah memberi semangat) Tut Wuri Handayani (Di belakang memberi dorongan)." (Semboyan yang diajarkan saat Ki Hajar Dewantara merintis Taman Siswa yang didirikan pada tahun 1922 dan hingga kini masih dipakai dalam dunia pendidikan).

"Hari kemudian dari pada tanah kita dan rakyat kita terletak dalam hari sekarang, hari sekarang itu ialah kamu, hari Generasi Muda!"

"Kita tidak akan menang bila kita masih terus mengingat semua kekalahan."

"Berulang-ulang telah kita katakan, bahwa sikap kita ialah lebih baik hancur daripada dijajah kembali." (Pidato Gubernur Suryo di radio menjelang pertempuran 10 November 1945 di Surabaya).

"Tahukah engkau semboyanku? Aku mau! 2 patah kata yang ringkas itu sudah beberapa kali mendukung dan membawa aku melintasi gunung keberatan dan kesusahan. Kata ‘Aku tidak dapat!’ melenyapkan rasa berani. Kalimat ‘Aku mau!’ membuat kita mudah mendaki puncak gunung."

"Tempat saya yang terbaik adalah ditengah-tengah anak buah. Saya akan meneruskan perjuangan. Met of zonder Pemerintah TNI akan berjuang terus." (Disampaikan pada jam-jam terakhir sebelum jatuhnya Yogyakarta dan Jenderal Sudirman dalam keadaan sakit, ketika menjawab pernyataan Presiden yang menasihatinya supaya tetap tinggal di kota untuk dirawat sakitnya).

"Cita-cita persatuan Indonesia itu bukan omong kosong, tetapi benar-benar didukung oleh kekuatan-kekuatan yang timbul pada akar sejarah bangsa kita sendiri." (Disampaikan pada konggres II di Jakarta tanggal 27-28 Oktober 1928 yang dihadiri oleh berbagai perkumpulan pemuda dan pelajar, dimana ia menjabat sebagai sekretaris).

"Pattimura-pattimura tua boleh dihancurkan, tetapi kelak Pattimura-pattimura muda akan bangkit." (Disampaikan pada saat akan digantung di Kota Ambon tanggal 16 Desember 1817).

"Untuk keamanan dan kesentausaan jiwa, kita harus mendekatkan diri kepada Tuhan Yang Maha Esa, orang yang mendekatkan diri kepada Tuhan tidak akan terperosok hidupnya, dan tidak akan takut menghadapi cobaan hidup, karena Tuhan akan selalu menuntun dan melimpahkan anugerah yang tidak ternilai harganya." (Disampaikan pada saat Nyi Ageng Serang mendengarkan keluhan keprihatinan para pengikut/rakyat, akibat perlakuan kaum penjajah).

"Indonesia merdeka harus menjadi tujuan hidup kita bersama." (Disampaikan pada pidato bulan Maret 1945, di mana Teuku Nyak Arif menjadi Wakil Ketua DPR seluruh Sumatera).

"Kami sanggup dan berjanji bertempur terus hingga cita-cita tercapai." (Surat I Gusti Ngurah Rai kepada Letnan Kolonel Termeulen, seperti tersalin dalam Bali Berjuang).

"Kita yang berjuang jangan sekali-kali mengharapkan pangkat, kedudukan ataupun gaji yang tinggi." (Disampaikan pada saat Supriyadi memimpin pertemuan rahasia yang dihadiri beberapa anggota Peta untuk melakukan pemberontakan melawan Pemerintah Jepang).

"Berikan aku 1000 orang tua, niscaya akan kucabut Semeru dari akarnya. Dan berikan aku 10 pemuda, niscaya akan kuguncangkan dunia." "Bangsa yang besar adalah bangsa yang menghormati jasa pahlawannya." (Pidato Hari Pahlawan 10 November 1961).

"Pahlawan yang setia itu berkorban, bukan buat dikenal namanya, tetapi semata-mata untuk membela cita-cita."

"Jangan sanjung aku, tetapi teruskanlah perjuanganku." (Disampaikan pada saat memperjuangkan Irian Barat/Papua agar terlepas dari belenggu kolonialisme Belanda dan kembali bergabung dengan NKRI).

"Selama banteng-banteng Indonesia masih mempunyai darah merah yang dapat membikin secarik kain putih merah dan putih maka selama itu tidak akan kita mau menyerah kepada siapapun juga." (Pidato Bung Tomo di radio pada saat pertempuran menghadapi Inggris di Surabaya bulan November 1945).

"Perjuangan untuk kebebasan harus terus dilakukan. Jangan berhenti berkarya untuk bangsa." (Disampaikan pada tahun 1946, dalam pertemuan dengan para pemuda di Jakarta).

"Setiap individu memiliki tanggung jawab untuk berbuat baik dan membantu masyarakat yang kurang beruntung." (Disampaikan Dalam ceramah-ceramahnya pada awal 1920-an, saat memimpin Sarekat Islam).

"Jadilah pejuang yang berempati; setiap tindakan untuk membantu sesama adalah bentuk perjuangan." (Disampaikan Dalam aksinya melawan penjajah pada tahun 1818, menunjukkan kepedulian terhadap rakyat).

"Kerja keras dan kejujuran adalah fondasi bagi kemajuabangsa. Tanpa keduanya, kita tidak akan mampu mencapai cita-cita." (Disampaikan Dalam 1900, saat mendirikan Budi Utomo, dalam pidato mengenai pentingnya pendidikan dan etika kerja bagi generasi muda).

"Hanya dengan kerja keras dan kejujuran kita bisa mengubah nasib dan mencapai tujuan bersama." (Disampaikan Dalam Dalam pidato kepada pengikutnya menjelang Perang Jawa pada tahun 1825, menginspirasi untuk berjuang secara tulus).

"Rakyat adalah kunci dari setiap perubahan sosial yang berarti." (Disampaikan dalam bukunya ‘Madilog’ pada 1943).

"Kita harus memperjuangkan hak masyarakat untuk hidup bebas dari penindasan." pada abad ke-19.

Sumber