PILHI, Stop Dugaan Privatisasi Laut Selayar, Hingga Banten
Indolensa.com|SELAYAR, Lembaga Swadaya Masyarakat Pusat Informasi Lingkungan Hidup Indonesia (LSM PILHI) mendesak pemerintah melalui kementerian KKP untuk menghentikan dugaan privatisasi pemanfaatan laut di Indonesia yang diduga terjadi di pulau Selayar, hingga propinsi Banten.
Hal itu dilontarkan oleh Direktur Eksekutif LSM PILHI, Syamsir Anchi, Jumat (10/01) di kafe Hitam Putih, jalan Perintis Kemerdekaan KM 01. Ia menyoroti kasus yang terjadi di Kepulauan Selayar, Sulsel, hingga kasus teranyar di Tangerang, Banten.Bacaan Lainnya152 Prajurit Bintara TNI AD TA. 2024 Resmi di LantikKedua Kalinya Politeknik Negeri Ambon Produksi Penggulung Benang Otomatis11 Sepeda Motor dan 8 Ekor Ayam Bangkok Diamankan Polsek Padang Ratu Saat Grebek Arena Sabung Ayam
Menurut Anchi, panggilan karib Syamsir Anchi, di Kabupaten Selayar seorang Warga Negara Asing (WNA) asal Jerman bernama Oheng diduga menguasai wilayah laut, serta kasus serupa di Banten.
Buktinya, lanjut Anchi, WNA Jerman ini diduga kuat menguasai sekitar pantai bagian Timur Kepulauan Selayar, yakni pantai Pinang, Kecamatan Bontosikuyu, Kabupaten Kepulauan Selayar, Sulsel.
Mereka diduga menguasai pantai ini untuk obyek wisata bahari yang dikhususkan bagi turis mancanegara, bukan wisatawan domestik, terlebih lokal. Oheng diduga melabrak aturan sebab, awal dirintisnya usaha ini izin belum lengkap sementara mereka sudah beroperasi.
Di sisi lain, lahirnya putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 3 PUU-VIII/Tahun 2010 yang membatalkan Undang-Undang sebelumnya yang memungkin privatisasi telah dicabut, sehingga tak ada lagi alasan menguasai laut dengan dalih privatisasi.
Faktanya, kini di sekitar pantai Pinang berdiri beberapa resor atau bunga low, peredaran minuman keras diperjualbelikan secara bebas, dan fasilitas alat snorkeling, diving, speed boat serta suguhan keindahan bawah pantai Pinang yang eksotik dengan berbagai ikan dan biota laut lainnya yang merupakan potensi SDA pulau Selayar diduga telah dijadikan private bisnis oleh Oheng.
Privatisasi Merugikan Warga Lokal
PILHI menekankan bahwa privatisasi ini dapat merugikan masyarakat lokal yang bergantung pada sumber daya laut untuk mata pencaharian mereka.
Mereka meminta pemerintah untuk meninjau kembali kebijakan yang memungkinkan privatisasi tersebut dan memastikan bahwa pemanfaatan laut dilakukan secara adil dan berkelanjutan.
Pemerintah diharapkan segera mengambil tindakan untuk menghentikan praktik privatisasi yang merugikan masyarakat dan lingkungan, serta memastikan bahwa pengelolaan sumber daya laut dilakukan dengan prinsip keadilan dan keberlanjutan.
Jika hanya dimanfaatkan segelintir orang atau lembaga tertentu, jelas hal ini amat merugikan yang lain, bahkan bukan hanya merugikan, tapi berpotensi mematikan matapencaharian bagi yang lain, termasuk juga yang terjadi di propinsi Banten.
Pemerintah dianggap ‘gagal’ dalam melakukan pengawasan, hingga terjadilah pemagaran sepanjang 30.16 KM pantai Tangerang. Jika sudah begini, seharusnya bukan lagi berbicara legalitas, tapi butuh tindakan nyata untuk menghentikan kasus ini, kalau resmi segara dicabut izinnya, kalau ilegal segera tindaki dan seret semua pelakunya ke meja hijau.
Putusan MK Tak Ada Lagi Privatisasi !
Putusan Mahkamah Konstitusi (MK) Nomor 3/PUU-VIII/2010 merupakan tonggak penting dalam pengaturan pemanfaatan ruang laut di Indonesia.
Dalam putusan ini, MK membatalkan pasal-pasal terkait Hak Pengusahaan Perairan Pesisir (HP3) dalam Undang-Undang Nomor 27 Tahun 2007 tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil.
Pembatalan ini didasarkan pada pertimbangan bahwa HP3 berpotensi mengarah pada privatisasi sumber daya pesisir dan laut, yang bertentangan dengan prinsip bahwa sumber daya alam dikuasai oleh negara untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat.
Jika dikuasai segelintir orang, apalagi orang asing atau perusahaan, apakah ini bukan privatisasi ? Saatnya pemerintah mengambil tindakan tegas dengan tegak lurus pada putusan MK tersebut di atas. Jika, tidak maka warga lokal akan kian terpinggirkan, dan menjadi penonton di daerah sendiri. Nah, lho !(Ar)*