Pilpres Dinilai Bakal Lebih Kompetitif Usai Presidential Threshold Dihapus
JAKARTA, KOMPAS.com - Peneliti Senior Pusat Riset Politik Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) Lili Romli menilai, pemilihan presiden (pilpres) mendatang akan lebih kompetitif setelah Mahkamah Konstitusi (MK) menghapus presidential threshold.
Sebab, dihapusnya ambang batas pencalonan presiden membuka peluang yang lebih besar bagi siapa pun untuk bisa berkompetisi di ajang Pilpres.
“Dengan dihapusnya presidential threshold oleh putusan MK tentu akan membuka peluang besar bagi putra-putri bangsa untuk ikut kompetisi. Dengan tanpa presidential threshold, akan muncul beragam kandidat dan akan kompetitif,” ujar Romli saat dihubungi Kompas.com, Senin (13/1/2025).
Romlu mengatakan, masyarakat sebagai pemilih juga akan disajikan lebih banyak kandidat untuk dipilih dan dianggap layak menjadi pemimpin negara.
Ia menyebutkan, keberadaan presidential threshold sebetulnya sudah lama dianggap sebagai suatu permasalahan dan tidak lagi relevan diterapkan.
Sebab, aturan tersebut secara langsung membatasi para calon pemimpin dari kalangan partai maupun nonpartai untuk bisa berkompetisi pada ajang pilpres.
“Begitu juga dengan adanya presidential threshold ternyata menutup kontestasi putra-putri terbaik, baik berasal dari partai maupun nonpartai, tidak bisa ikut kompetisi," kata Romli.
"Presidential threshold akhirnya menutup peluang, dan elitis atau oligarkis saja. Tidak semua calon pemimpin ikut kompetisi,” ujar dia,.
Diberitakan sebelumnya, Mahkamah Konstitusi (MK) telah memutuskan menghapus presidential threshold melalui putusan perkara nomor 62/PPU-XXII/2025 pada Kamis, 2 Januari 2025.
Dalam putusan tersebut, MK juga mempertimbangkan perpolitikan Indonesia yang cenderung mengarah pada pencalonan tunggal.
Selain itu, ambang batas pencalonan juga dinilai sebagai bentuk pelanggaran moral yang tidak bisa ditoleransi lantaran memangkas hak rakyat untuk mendapatkan lebih banyak pilihan calon presiden.
Oleh karena itu, Mahkamah menyatakan norma hukum Pasal 222 Undang-Undang (UU) Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum karena dinilai bertentangan dengan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia 1945.