Pimpinan Komisi XIII Nilai Usulan Penghapusan SKCK Perlu Dipertimbangkan

JAKARTA, KOMPAS.com - Wakil Ketua Komisi XIII DPR RI Andreas Hugo Pariera menilai usulan Kementerian HAM menghapus Surat Keterangan Catatan Kepolisian (SKCK) perlu untuk dipertimbangkan.
"Penghapusan SKCK ini perlu menjadi pertimbangan," kata Andreas saat dihubungi, Senin (7/4/2025).
Dia menilai usulan ini positif atas dasar kemanusiaan dan menghilangkan stigma diskriminatif terhadap mantan narapidana.
Politikus PDI-P ini menyebut SKCK kerap menjadi penanda atau label yang diskriminatif bagi para narapidana sehingga menyulitkan mereka untuk kembali hidup normal.
Sebab, tujuan dari adanya lembaga pemasyarakatan (lapas) adalah membina para narapidana untuk kembali ke masyarakat dan hidup sebagai warga normal seperti warga masyarakat lainnya.
"Selama ini SKCK cenderung menjadi ‘senjata’ diskriminatif terhadap mantan narapidana dan tentu akan menyulitkan mantan warga binaan lapas untuk reintegrasi sosial dan kembali hidup normal dan memperoleh pekerjaan," ujarnya.
Andreas juga menyarankan pemberi kerja dapat menggunakan syarat psikotes hingga tes keterampilan guna mengukur kompetensi calon pekerjanya, serta tidak perlu melampirkan SKCK.
Menurut dia, uji kompetensi hingga karakter seseorang lebih sahih dibanding menyaratkan pencari kerja dengan SKCK.
"Tokoh pada lembaga-lembaga pemberi kerja yang profesional pemanfaatan psikotes dan tes keterampilan akan jauh lebih sahih untuk menguji integritas, loyalitas, dedikasi dan keterampilan seseorang," kata Andreas.
"Ketimbang selembar SKCK yang bisa menjadi alat pemungkas yang secara negatif menstigmatisasi seseorang secara diskriminatif sebagai penjahat," sambungnya.
Sebelumnya, Kementerian Hak Asasi Manusia (Kemenham) mengusulkan penghapusan Surat Keterangan Catatan Kepolisian (SKCK) karena dinilai menghalangi hak asasi warga negara.
Direktur Jenderal Instrumen dan Penguatan HAM Kemenham Nicholay Aprilindo menyatakan, pihaknya mengirimkan surat usulan yang ditandatangani Menteri HAM Natalius Pigai ke Mabes Polri, Jumat (21/3/2025).
Menurutnya, usulan itu muncul karena mantan narapidana sulit mencari pekerjaan yang mensyaratkan SKCK.
Akibatnya, mereka terpaksa mengulangi perbuatan melanggar hukum.
“Beberapa narapidana ini juga mengeluhkan betapa dengan dibebankannya SKCK itu, masa depan mereka sudah tertutup,” ujarnya, diberitakan Antara, Jumat.
Kemenham menekankan, usulan penghapusan SKCK sebagai bagian dari penegakan hak asasi manusia, termasuk narapidana, sejak lahir dan tidak dapat dicabut.