POJK 20/2023 Atur Batasan Risiko Asuransi Kredit, Pakar Optimistis Klaim Bisa Ditekan
Bisnis.com, JAKARTA - Peraturan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Nomor 20 Tahun 2023 yang efektif berlaku mulai 13 Desember 2024 salah satunya mengatur ketentuan batasan-batasan risiko kredit yang dilindungi asuransi.
Ketua Sekolah Tinggi Manajemen Risiko dan Asuransi (STIMRA) Abitani Taim menilai hal tersebut akan dapat menekan klaim asuransi kredit yang saat ini dalam tren meningkat.
"POJK ini sebenarnya memberikan kesempatan bagi perusahaan asuransi untuk memperbaiki kinerja bisnis asuransi kreditnya karena membatasi risiko yang dapat di-cover dan adanya berbagi risiko dengan pihak kreditur. Jadi dampak ke depannya baik untuk perusahaan asuransi," kata Abitani kepada Bisnis, Kamis (5/12/2024).
Berdasarkan data Asosiasi Asuransi Umum Indonesia (AAUI), per kuartal III/2024 terjadi lonjakan klaim asuransi kredit sebesar 44,2% year on year (yoy) menjadi Rp10,48 triliun. Lonjakan itu membuat rasio klaimnya meningkat menjadi 85,5% terhadap premi asuransi kredit yang didapat sebesar Rp12,26 triliun pada periode tersebut.
"Dengan adanya POJK ini diharapkan klaim rasio untuk produk asuransi kredit akan membaik karena adanya penegasan manfaat apa saja yang dapat di-cover oleh perusahaan asuransi umum, dan adanya bagian risiko yang harus ditanggung oleh kreditur," kata Abitani.
Meski demikian, Abitani menilai ada kemungkinan perusahaan asuransi umum yang memasarkan produk asuransi kredit akan kesulitan memenuhi persyaratan rasio likuiditas sebesar 150% yang diatur di dalam POJK 20/2023.
"Tetapi dengan [ketentuan] batas minimum ekuitas Rp250 miliar itu kemungkinan lebih akibat dari penerapan PSAK 117," pungkasnya.
Adapun beberapa ketentuan yang diatur dalam POJK 20/2023 antara lain adalah perusahaan asuransi umum dan perusahaan asuransi umum syariah dilarang memberikan pertanggungan atau pengelolaan risiko atas meninggal dunia alami.
Bila terdapat pertanggungan atas risiko tersebut, perusahaan asuransi umum wajib melakukan kerja sama dengan perusahaan asuransi jiwa, dan perusahaan asuransi umum syariah wajib melakukan kerja sama dengan perusahaan asuransi jiwa syariah.
Selain itu, perusahaan asuransi umum dan perusahaan asuransi umum syariah wajib memiliki pembagian risiko dengan kreditur dalam penyelenggaraan produk asuransi kredit dan asuransi pembiayaan syariah.
Besarannya, risiko yang ditanggung pihak kreditur tersebut paling sedikit 25% dari nilai saldo kredit atau pembiayaan syariah pada waktu terjadi risiko yang ditanggung. Bagian risiko yang ditanggung kreditur ini wajib dicantumkan dalam polis asuransi.