Polemik Pagar Laut di Tangerang, Apa Tujuan Sebenarnya?

Polemik Pagar Laut di Tangerang, Apa Tujuan Sebenarnya?

JAKARTA, KOMPAS.com – Pagar laut yang membentang sepanjang 30,16 kilometer dari Desa Muncung hingga Pakuhaji, Tangerang, Banten, masih menjadi polemik.

Keberadaannya menimbulkan pertanyaan besar karena pemerintah pusat maupun daerah tidak pernah mengeluarkan izin untuk pembangunan struktur tersebut.

Pagar laut ini terbuat dari bambu setinggi sekitar enam meter, ditambah paranet dan pemberat dari karung pasir.

Pembangunannya dimulai sejak Juli 2024, tetapi baru viral pada Januari 2025.

Menurut informasi yang diperoleh Ombudsman Wilayah Banten, pagar laut tersebut dibuat oleh warga yang bekerja atas suruhan pihak yang hingga kini belum diketahui identitasnya. Mereka disebut menerima bayaran Rp 100.000 untuk mendirikan pagar tersebut.

Kini, atas instruksi Menteri Kelautan dan Perikanan (KKP), pembangunan pagar laut di Tangerang telah dihentikan dan disegel.

Jaringan Rakyat Pantura (JRP) Kabupaten Tangerang, yang terdiri dari para nelayan setempat, mengklaim pagar laut itu adalah tanggul yang dibuat secara swadaya oleh masyarakat.

Koordinator JRP, Sandi Martapraja, menjelaskan bahwa pagar tersebut memiliki beberapa fungsi utama, antara lain mengurangi dampak ombak, mencegah abrasi, dan meningkatkan ekonomi masyarakat.

Mengurangi dampak ombak

Tanggul atau pagar laut diyakini dapat mengurangi dampak gelombang besar atau melindungi wilayah pesisir dari ombak tinggi yang dapat mengikis pantai dan merusak infrastruktur.

Mencegah abrasi

Pagar laut Tangerang bisa mencegah abrasi, yaitu pengikisan tanah di wilayah pantai yang dapat merugikan ekosistem dan permukiman.

Selain itu, pagar laut juga dianggap sebagai langkah mitigasi ancaman tsunami, meskipun tidak sepenuhnya mampu menahan gelombang tsunami.

Meningkatkan ekonomi masyarakat

Tujuan pembuatan pagar laut di Tangerang juga terkait dengan peningkatan ekonomi masyarakat di sekitar area tersebut.

Apabila kondisi tanggul laut baik, area sekitar pagar laut bambu dapat dimanfaatkan sebagai tambak ikan.

Hal tersebut pada gilirannya diyakini dapat memberikan peluang ekonomi baru dan kesejahteraan bagi masyarakat setempat.

Meski disebut memiliki manfaat, pagar laut ini tetap dibongkar dengan melibatkan sekitar 600 prajurit TNI Angkatan Laut (AL).

Para prajurit TNI AL itu terdiri dari tiga satuan khusus, yakni Komando Pasukan Katak (Kopaska), Marinir, dan Dinas Penyelamatan Bawah Air (Dislambair).

Keterlibatan Dislambair bertujuan untuk mengukur kedalaman patok-patok pagar bambu yang tertanam di dasar laut.

Hingga kini, belum ada kepastian siapa pihak yang benar-benar bertanggung jawab atas pembangunan pagar laut di Tangerang.

Namun, Menteri Kelautan dan Perikanan, Sakti Wahyu Trenggono, menyarankan agar pagar bambu di laut tersebut tidak dibongkar karena menjadi barang bukti dalam proses penyelidikan.

"Kemarin saya mendengar ada pembongkaran oleh angkatan laut, ya saya enggak tahu, harusnya itu barang bukti," ujar Trenggono, Minggu (19/1/2025).

Menurutnya, pembongkaran pagar bambu itu seharusnya dilakukan hanya setelah pihak berwenang mengetahui siapa yang bertanggung jawab atas pemasangannya.

"Kalau pencabutan kan tunggu dulu dong, kalau sudah ketahuan siapa yang nanam. Kalau nyabut kan gampang. Kalau sudah terdeteksi, terbukti, sudah diproses hukum, baru jelas (dibongkar)," kata Trenggono.

Sumber