Polisi Buka Peluang Ada Tersangka Baru Dalam Kasus Klinik Ria Beauty

Polisi Buka Peluang Ada Tersangka Baru Dalam Kasus Klinik Ria Beauty

JAKARTA, KOMPAS.com - Polda Metro Jaya membuka peluang akan ada tersangka baru dalam kasus klinik kecantikan Ria Beauty, yang diduga tidak memiliki izin produksi dan pengedaran alat treatment derma roller.

"Pasti, tapi ini lagi fokus ke tersangka yang ada dulu karena penahanan terbatas, next kita kembangin," kata Kasubdit Renakta Ditreskrimum Polda Metro Jaya Kompil Syarifah saat dihubungi, Minggu (15/12/2024).

Penyidik bakal berkoordinasi dengan Kementerian Kesehatan dan BPOM untuk membahas produk dan kegiatan yang dilakukan oleh Ria Beauty selama ini.

"Minggu ini kami ke Kemenkes dan BPOM, (membahas) terkait produk dan kegiatan yang dilakukan (Ria Beauty)," tambah Syarifah.

Diberitakan sebelumnya, Penyidik Subdit Renakta Direktorat Reserse Kriminal Umum (Ditreskrimum) Polda Metro Jaya menangkap pemilik Ria Beauty, Ria Agustina (33), Minggu (1/12/2024).

Tidak sendiri, Ria ditangkap bersama karyawannya, DN (58), saat melayani treatment derma roller terhadap tujuh pelanggan di kamar 2028 salah satu hotel di Kuningan Timur, Setiabudi, Jakarta Selatan.

Berdasarkan hasil pemeriksaan penyidik, Ria Agustina menggunakan alat derma roller yang tidak mempunyai izin edar. Selain itu, dia juga menggunakan krim anestesi dan serum yang tidak terdaftar di Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM).

Masih berdasarkan hasil pemeriksaan, Ria dan DN bukan merupakan tenaga kesehatan.

Ria merupakan sarjana perikanan. Ria membuka treatment kecantikan bermodal sejumlah sertifikat ahli kecantikan yang dia miliki.

Dari kasus ini, polisi menyita barang bukti berupa 4 underpads, 1 alat pelindung diri (APD), 13 handuk, 7 head band, 31 suntikan kecil, 4 suntikan besar, 4 krim anestesi merek Forte Pro, dan 10 derma roller.

Ada juga 1 derma pen, 1 serum jerawat, 1 toples krim anestesi, 15 ampoule obat jerawat, 1 anestesi, 1 ponsel, 27 roller, uang tunai Rp 10,7 juta, dan ATM BCA berisi Rp 57 juta.

RA dan DN dijerat Pasal 435 juncto Pasal 138 ayat (2) dan/atau ayat (3) dan/atau Pasal 439 juncto Pasal 441 ayat (2) Undang-undang Republik Indonesia Nomor 17 Tahun 2003 tentang Kesehatan.

Ancaman hukuman terhadap kedua tersangka maksimal selama 12 tahun atau denda paling banyak sebesar Rp 5 miliar.

Sumber