Polisi Gadungan Peras Warga Jakbar Pemain Lama, Pernah Mendekam di Penjara
Polisi mengungkap pria AP (36) dan DP (18), yang jadi bagian komplotan polisi gadungan yang memeras warga di Palmerah, Jakarta Barat, merupakan residivis. Masing-masing dari mereka pernah mendekam di penjara dengan kasus pengeroyokan dan penyalahgunaan obat-obatan terlarang.
"Dua di antaranya merupakan residivis. AP pernah dipenjara selama 7 tahun karena kasus pengeroyokan. Sedangkan DP pernah ditangkap dalam kasus perampasan dan penyalahgunaan obat keras jenis Tramadol," kata Kanit Reskrim Polsek Palmerah AKP Rachmad Wibowo kepada wartawan, Kamis (5/12/2024).
Dari hasil pemeriksaan, komplotan tersebut sudah beraksi sebanyak 30 kali di wilayah Jakarta Raya. Mereka melakukan modus yang sama, yakni berpura-pura menjadi polisi dan memeras para korban.
"Dari hasil penyelidikan, para pelaku telah beraksi setidaknya 30 kali di wilayah Palmerah, Tanah Abang, dan Grogol Petamburan," ujarnya.
Saat ini AP, DP, dan satu orang lainnya berinisial WN (18) sudah ditetapkan sebagai tersangka dan ditahan. Atas perbuatannya, ketiga pelaku dijerat Pasal 365 KUHP tentang Pemerasan dengan Kekerasan dan Pasal 368 KUHP dengan ancaman hukuman maksimal 9 tahun penjara.
Kapolsek Palmerah Kompol Sugiran mengatakan kasus terungkap saat petugas sedang melakukan patroli di lokasi kejadian pada Senin (2/12) dini hari. Petugas mencurigai gerak-gerik pelaku yang saat itu tengah mencari korban.
"Ketika petugas mendekat, para pelaku panik dan mencoba melarikan diri," kata Sugiran dalam keterangannya, Kamis (5/12).
Dari pengejaran tersebut, polisi berhasil menangkap pelaku berinisial AP (36) di lokasi kejadian. Setelah dilakukan pengembangan, komplotan lainnya berinisial DP (18) dan WN (18) kembali diringkus.
Dari hasil interogasi, para pelaku memilih korban secara acak. Dengan lencana Polri palsu, mereka menuduh para korban terlibat kasus narkotika. Selanjutnya para pelaku merampas barang-barang milik korban.
"Setelah mendapatkan target, mereka memberhentikan korban dengan menunjukkan tanda lencana kewenangan Polri palsu, lalu menuduh korban terlibat narkoba. Selanjutnya, mereka memaksa korban menyerahkan uang dan barang berharga, seperti handphone," jelasnya.