Polisi Kantongi 2 Nama Tersangka Dugaan Korupsi Sewa Alat Berat PUPR NTB
MATARAM, KOMPAS.com - Polisi telah mengantongi dua nama sebagai tersangka dugaan korupsi sewa alat berat Balai Pemeliharaan Jalan Provinsi Wilayah Pulau Lombok pada Dinas Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) Nusa Tenggara Barat (NTB).
“Kurang lebih dua oranglah (tersangka),” ungkap Kanit Tipikor Satuan Reskrim Polresta Mataram, Iptu I Komang Wilandra, pada Sabtu (9/11/2024).
Kepolisian kini sedang dalam tahap menunggu hasil penghitungan kerugian negara (PKN) dari Inspektorat NTB. Penetapan dua orang tersangka tersebut akan diumumkan pada Januari hingga Februari 2025 mendatang.
"Antara Januari atau Februari (penetapan tersangka)," jelasnya.
Sementara ini, proses penyidikan masih berjalan di tahap pemeriksaan para saksi. Hingga saat ini, polisi sudah memeriksa 12 orang. Di antaranya, staf Balai Pemeliharaan Jalan Provinsi Wilayah Pulau Lombok, Badan Pengelola Keuangan Daerah (BPKD) NTB, sejumlah pejabat dan mantan Kadis PUPR NTB.
"Nanti akan ada pemanggilan. Total seluruhnya ada 20 saksi (sebagaimana) dari proses lidik," beber Komang.
Sebelumnya, pada Senin 21 Oktober 2021, Satuan Reskrim Polresta Mataram mengamankan ekskavator di Lombok Timur. Pengamanan alat berat tersebut sesuai dengan nomor rangka dan data yang diterima polisi.
Alat berat tersebut kemudian diserahkan ke Kantor Balai Pemeliharaan Jalan Provinsi Wilayah Pulau Lombok di Ampenan, Kota Mataram.
Selain ekskavator, terdapat alat berat lain berupa mixer molen dan truk. Saat ini, kepolisian masih mencari tahu keberadaan dua alat bukti tersebut.
Dugaan korupsi sewa alat berat ini terjadi pada tahun 2021. Pihak yang menyewakan adalah seseorang bernama Fendy asal Kediri, Lombok Barat. Polisi telah beberapa kali melayangkan surat pemanggilan kepada Fendy.
Namun, hingga saat ini Fendy belum memenuhi panggilan polisi. Belakang diketahui Fendy tinggal di tempat istrinya di wilayah Mamben, Lombok Timur.
Akibat aktivitas penyewaan yang Fendy lakukan sejak 2021 tersebut, muncul kerugian di internal Balai Pemeliharaan Jalan sebesar Rp 1,5 miliar. Angka itu berasal dari harga alat berat yang belum ia kembalikan.
“Itu dari harga mobil molen, ekskavator, dan truk,” ujar Kepala Balai Pemeliharaan Jalan Provinsi Wilayah Pulau Lombok, Kusnadi.
Pada proses penyelidikan, muncul potensi kerugian sebesar Rp 3 miliar. Hal itu setelah polisi melakukan gelar perkara bersama Inspektorat NTB.
Tak hanya itu, penyidik juga telah meminta dokumen lain ke Sekretaris Dinas PUPR NTB. Pemeriksaan berkas tersebut untuk mengetahui bagaimana penyewaan alat berat tahun 2021 tersebut.