Polisi Mulai Usut Petinggi Komdigi...
JAKARTA, KOMPAS.com - Skandal judi online (judol) yang melibatkan oknum pegawai Kementerian Komunikasi dan Digital (Komdigi) kini memasuki babak baru.
Polisi mulai memeriksa seorang petinggi Komdigi untuk mengusut praktik ilegal, meski identitas sang pejabat berposisi Direktur Jenderal (Dirjen) itu masih disembunyikan.
Hal ini menambah misteri dalam penyelidikan kasus skandal judol yang semakin mengarah ke jantung birokrasi pemerintah.
"Kemarin dirjennya sudah diperiksa," kata Direktur Reserse Kriminal Umum Polda Metro Jaya Komisaris Besar (Pol) Wira Satya Triputra pada Jumat (6/12/2024).
Wira enggan menjelaskan lebih jauh mengenai materi pemeriksaan yang dilakukan oleh penyidik Subdit Jatanras.
Ia hanya menegaskan bahwa sosok dirjen tersebut masih berstatus sebagai saksi.
"Masih saksi," ucap dia dengan tegas.
Penyelidikan terhadap kasus ini memang sempat tertunda akibat fokus aparat pada pelaksanaan Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) serentak 2024.
Wira sebelumnya sempat menegaskan bahwa pemeriksaan petinggi Komdigi akan dilakukan setelah Pilkada selesai.
"Kemudian yang kedua, apakah ada pejabat lain yang diambil keterangan? Ini masih by process," ujar Wira, Senin (25/11/2024).
Kala itu, penyidik Dirreskrimum Polda Metro Jaya berencana mendalami kasus ini lebih lanjut, termasuk kemungkinan memanggil petinggi Kemenkomdigi setelah gelaran Pilkada.
Polisi hingga saat ini belum mengungkap siapa saja petinggi Komdigi yang akan diperiksa.
Namun proses pemeriksaan terhadap para pejabat terkait diyakini membawa informasi terkait bagaimana skandal judi online ini bisa melibatkan oknum di lembaga negara.
Skandal ini melibatkan total 26 orang yang telah ditetapkan sebagai tersangka, yang sebagian besar merupakan pegawai di Komdigi.
Para tersangka ini memiliki berbagai peran dalam jaringan judi online, mulai dari bandar dan pemilik atau pengelola situs judi.
Selain itu, ada juga tersangka yang berperan sebagai agen pencari situs judi, hingga pihak yang berperan dalam memverifikasi dan melindungi situs agar tidak diblokir.
Ironisnya, meski Komdigi memiliki kewenangan untuk memblokir situs judi, oknum di dalamnya justru memanfaatkan wewenang tersebut untuk meraih keuntungan pribadi.
Para tersangka disangkakan melanggar Pasal 303 KUHP tentang perjudian dengan ancaman pidana penjara paling lama 10 tahun, Pasal 45 Ayat (3) juncto Pasal 27 Ayat (2) Undang-Undang (UU) Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE) dengan ancaman pidana penjara paling lama 10 tahun, serta Pasal 5 juncto Pasal 2 Ayat (1) huruf t dan huruf z UU Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU) dengan ancaman pidana penjara paling lama 20 tahun.
Kasus ini tidak hanya membuka tabir praktik judi online yang merugikan banyak pihak, tetapi juga menggambarkan potensi penyalahgunaan wewenang di dalam lembaga pemerintah.
Dengan pemeriksaan petinggi Komdigi yang kini tengah dilakukan, masyarakat menantikan perkembangan lebih lanjut mengenai bagaimana skandal ini dapat terungkap sepenuhnya.