Politikus Golkar: Aturan Turunan soal Ambang Batas Pencalonan Perlu Dikaji Mendalam
BOGOR, KOMPAS.com - Politikus Partai Golkar, Maman Abdurrahman menilai, aturan turunan ambang batas pencalonan presiden dan wakil presiden perlu dikaji mendalam setelah Mahkamah Konstitusi (MK) menghapus presidential threshold.
Ia tidak ingin demokrasi yang dibuka seluas-luasnya justru menjadi hambatan terhadap upaya bersama mendorong konsolidasi nasional menuju ke arah yang lebih baik.
Meski secara prinsip, ia mengaku mematuhi putusan MK yang bersifat final dan mengikat.
"Jadi bagi saya, terlepas dari ini adalah sebuah produk hukum yang kita taati, perlu kita kaji kembali dalam konteks aturan-aturan turunannya," kata Maman di Kompleks Istana Kepresidenan Bogor, Jumat (3/1/2025).
Maman menuturkan, ia setuju bahwa demokrasi wajib dibuka seluas-luasnya, sesuai dengan pertimbangan mahkamah dalam putusannya.
Namun, jangan sampai demokratisasi ini menjadi kontraproduktif dengan tujuan bersama.
"Karena begini, tujuan kita berbangsa dan bernegara itu bukan demokrasi. Tujuan kita berbangsa dan bernegara itu adalah meningkatkan kesejahteraan masyarakat, rakyat kita. Artinya, demokrasi adalah salah satu instrumen atau pun alat untuk mencapai tujuan nasional kita," ucapnya.
Terkait apakah kualifikasi seorang calon presiden dan calon wakil presiden perlu diperketat, Maman menyerahkannya kepada masing-masing partai atau fraksi di Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) RI.
Sebab, DPR sebagai pembuat UU harus menyadur putusan tersebut sehingga bisa digunakan pada Pilpres tahun 2029.
Oleh karena itu, bakal ada revisi UU saat uji materiil (judicial review) dikabulkan Mahkamah.
"Itu biarkan menjadi mekanisme politik partai-partai dalam melakukan komunikasi politik, ya. Tentunya secara prinsip, demokratisasi harus kita jaga, tapi juga tidak bisa dibuka terlalu luas, terlalu bebas, kan," katanya.
Mahkamah Konstitusi (MK) mengabulkan gugatan mengenai ketentuan ambang batas pencalonan presiden dan calon wakil presiden, atau yang dikenal dengan istilah presidential threshold.
Putusan ini diambil dalam sidang perkara nomor 62/PUU-XXII/2024 yang berlangsung pada Kamis, 2 Januari 2025.
Dengan keputusan ini, MK menetapkan bahwa partai politik peserta pemilu memiliki hak untuk mengusulkan pasangan calon presiden dan calon wakil presiden tanpa adanya batasan persentase kursi DPR atau suara sah nasional.
"Semua partai politik peserta pemilu berhak mengusulkan pasangan calon presiden dan wakil presiden," ujar hakim MK Saldi Isra dalam pembacaan putusan di ruang sidang MK, Jakarta, Kamis pekan ini.
Ia juga menyatakan bahwa ketentuan dalam Pasal 222 UU Nomor 7 Tahun 2017 yang mengatur presidential threshold bertentangan dengan hak politik dan kedaulatan rakyat.