Polri Kerahkan Bermacam Jurus, Mengapa Judi Online Tetap Bergeliat?

Polri Kerahkan Bermacam Jurus, Mengapa Judi Online Tetap Bergeliat?

JAKARTA, KOMPAS.com - Upaya pemberantasan judi online (daring) di Indonesia menghadapi berbagai problem serius. Meskipun Polri telah menunjukkan komitmen tegas dalam menangani masalah ini, beberapa faktor eksternal dan internal tetap menghambat prosesnya.

Berikut adalah faktor-faktor utama yang membuat pemberantasan judi online di Indonesia menjadi tantangan tersendiri.

Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo menjelaskan modus pelaku judi online terus berkembang seiring kemajuan teknologi. Mereka menggunakan media sosial dan pemengaruh (influencer) sebagai cara pemasaran, bahkan memanfaatkan tautan (backlink) dari situs pemerintah serta promosi di media sosial.

“Terkait dengan modus-modus yang dilakukan oleh kelompok pelaku judi online mulai dari proses pemasarannya yang kemudian memanfaatkan influencer, backlink situs pemerintah, broadcast promosi di media sosial,” ujar Sigit di Gedung DPR, Senayan, Jakarta, Senin (11/11/2024).

Transaksi judi online kini beralih ke metode-metode baru, tidak lagi hanya menggunakan rekening bank.

Banyak transaksi sekarang memanfaatkan berbagai sarana mulai dari payment gateway sampai mata uang kripto. Dengan perubahan metode transaksi ini, pelacakan aktivitas perjudian menjadi lebih rumit.

“Pembayaran yang tadinya menggunakan rekening saat ini bergeser menggunakan payment gateway, QRIS, dan e-wallet, dan sekarang juga bergeser menggunakan kripto," ujar Listyo.

 

Salah satu perkembangan baru dalam judi online adalah kemampuannya menjangkau masyarakat dari berbagai kalangan, termasuk ekonomi menengah ke bawah.

Dengan nominal transaksi kecil, mulai dari Rp 10.000, pelaku dapat menarik minat masyarakat luas.

“Yang tadinya Rp 100.000 sampai Rp 1 juta, saat ini berkembang dengan angka transaksi Rp 10.000 juga bisa ikut bermain judi online,” ucap Sigit.

Banyak situs judi online kini mengoperasikan server mereka dari luar negeri, terutama negara-negara dengan regulasi perjudian yang longgar seperti Taiwan, Thailand, China, Kamboja, dan Filipina.

Kondisi ini menyulitkan Polri dalam melakukan penegakan hukum karena yurisdiksi berbeda.

"Karena di sana sebagian dilegalkan. Sementara Indonesia ini ilegal sehingga ini menjadi masalah tersendiri pada saat kita melakukan pemberantasan pemberantasan judi online," kata Sigit.

Polri bekerja sama dengan lembaga lain seperti PPATK dan kementerian terkait. Kolaborasi ini dirancang untuk menelusuri aset pelaku judi online agar dapat disita dan dikembalikan ke negara.

Dukungan teknologi juga diperkuat, dengan pemanfaatan sistem pemantauan digital demi mengatasi pergerakan uang yang sulit dilacak.

“Bisa kita sita dan bisa kita serahkan ke negara," ujar Sigit.

Sumber