[POPULER NASIONAL] 4 Sosok di Bursa Calon Ketum PPP | Penanganan Kasus Kekerasan Seksual Tak Gunakan Keadilan Restoratif

[POPULER NASIONAL] 4 Sosok di Bursa Calon Ketum PPP | Penanganan Kasus Kekerasan Seksual Tak Gunakan Keadilan Restoratif

JAKARTA, KOMPAS.com - Bursa calon ketua umum Partai Persatuan Pembangunan (PPP) menjadi sorotan para pembaca pada Sabtu (14/12/2024) kemarin.

Menurut informasi terdapat 4 sosok yang muncul dalam bursa calon ketua umum partai berlambang Ka’bah itu.

Dari dunia hukum, Polri menyatakan kasus kekerasan seksual tidak dapat diselesaikan melalui mekanisme keadilan restoratif (restorative justice).

Ketua Majelis Pertimbangan DPP PPP Muhammad Romahurmuziy menyebutkan, sudah ada empat nama yang muncul untuk dicalonkan menjadi kandidat ketua umum, dua dari dalam internal partai dan dua dari luar.

"Kami membuka diri terhadap siapa pun dengan membuka pihak eksternal untuk menjadi ketua umum," kata Romy, sapaan Romahurmuziy, di Jakarta, Jumat (13/12/2024) malam, dikutip dari Antara.

Menurut dia, dari internal PPP ada dua nama yang sudah dimunculkan oleh beberapa kader dalam komunikasi di sejumlah grup WhatsApp. Kedua nama itu yakni Sandiaga Uno dan Taj Yasin yang merupakan calon wakil gubernur Jawa Tengah.

Kemudian, lanjut Romy, untuk dari eksternal terdapat nama Menteri Sosial Saifullah Yusuf atau Gus Ipul dan mantan Kepala Staf Angkatan Darat Dudung Abdurachman.

Bahkan, kata Romy, Gus Ipul sudah menghubungi dirinya untuk menanyakan terkait namanya yang muncul di internal PPP setelah adanya informasi tersebut.

"Saya mendapat suara dari berbagai WhatsApp group yang saya ikuti di Partai Persatuan Pembangunan sekurang-kurangnya sudah muncul empat nama, dua dari internal dan dua dari luar," tuturnya.

Ia menambahkan bahwa saat ini tidak perlu menutup diri dari pihak luar, yang terpenting para tokoh ini dapat memajukan dan mengangkat kembali PPP ketika pemilu nanti.

 

Direktur Tindak Pidana terhadap Perempuan dan Anak (PPA) serta Pidana Perdagangan Orang (PPO) Polri, Brigjen Pol Desy Andriani, menegaskan bahwa kasus kekerasan seksual tidak dapat diselesaikan melalui mekanisme restorative justice (keadilan restoratif).

Pernyataan ini disampaikan dalam konferensi pers di auditorium gedung Bareskrim Polri, Jakarta, pada Jumat (13/12/2024).

Restorative justice adalah pendekatan penyelesaian tindak pidana yang lebih mengutamakan kesepakatan antara pihak-pihak yang terlibat. Namun, Desy menjelaskan bahwa hal ini bertentangan dengan ketentuan dalam Undang-undang Tindak Pidana Kekerasan Seksual (TPKS).

"Kami menyadari pasca undang-undang TPKS itu, kita merespons cepat dengan mengirimkan (petunjuk dan arah) Jukrah kepada Bapak Kapolri yang ditandatangani bapak Kabareskrim Polri, salah satu pasal mengatakan tidak bisa diselesaikan di luar proses peradilan," ujarnya.

Desy menegaskan bahwa pasal tersebut tetap berlaku dan pihaknya berkomitmen untuk mengeksekusi pasal-pasal dalam undang-undang TPKS hingga berkas perkara masuk ke tingkat pengadilan.

"Jadi kalau tadi ada yang mengatakan bolak balik dan dicabut, itu kita sudah menggunakan pasal-pasal di undang-undang TPKS itu langsung berproses sampai tingkat (pengadilan)," jelasnya.

Lebih lanjut, Desy menekankan pentingnya penerapan prinsip "no excuse" dalam penanganan kasus kekerasan seksual.

Sumber