[POPULER NASIONAL] Orang Dekat Hasto Mengaku Pernah Dititipi Uang dari Harun Masiku | Penetapan Tersangka Hasto Dinilai Bukan Kriminalisasi
JAKARTA, KOMPAS.com - Sosok Donny Tri Istiqomah yang turut ditetapkan sebagai tersangka oleh KPK dalam kasus suap proses pergantian antarwaktu (PAW) anggota DPR yang turut menjerat buronan Harun Masiku menjadi sorotan pembaca.
Donny merupakan "tangan kanan" Sekretaris Jenderal Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDI-P) Hasto Kristiyanto. Atasannya juga turut ditetapkan sebagai tersangka dalam kasus suap serta dugaan perintangan penyidikan Harun Masiku.
Masih seputar kasus tersebut, Pusat Kajian Antikorupsi Universitas Gadjah Mada (Pukat UGM) menilai penetapan status tersangka terhadap Hasto bukan merupakan kriminalisasi hanya karena dia merupakan tokoh politik.
Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menetapkan Sekjen PDI-P Hasto Kristiyanto (HK) dan orang kepercayaannya, Donny Tri Istiqomah (DIT) sebagai tersangka.
Keduanya ditetapkan tersangka dalam kasus suap terhadap eks Komisioner Komisi Pemberantasan Korupsi Wahyu Setiawan terkait proses pergantian antarwaktu (PAW) Anggota DPR yang menjerat eks kader PDI-P Harun Masiku (HM).
“Penyidik menemukan bukti keterlibatan saudara HK (Hasto) selaku Sekjen PDI Perjuangan dan saudara DTI (Donny) selaku orang kepercayaan saudara HK dalam perkara dimaksud,” kata Ketua KPK Setyo Budiyanto dalam konferensi pers di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta, Selasa (24/12/2024).
Dengan bukti yang dimiliki penyidik, KPK mengeluarkan Surat Perintah Penyidikan Nomor Sprin.Dik/154/DIK.00/01/12/2024, tanggal 23 Desember 2024, dengan tersangka Donny Tri Istiqomah.
Keduanya dijerat dengan Pasal 5 Ayat (1) huruf a atau Pasal 5 Ayat (1) huruf b atau Pasal 13 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo. Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHPidana.
KPK pernah memeriksa Donny sebagai saksi dalam kasus ini pada 12 Februari 2020.
Ia mengaku kepada penyidik KPK pernah dititipi uang senilai Rp 400 juta untuk menyuap eks Komisioner KPU Wahyu Setiawan. Uang tersebut didapatkan dari staf DPP PDI-P, Kusnadi.
"Saya sudah kasih keterangan ke penyidik, memang saya dapat titipan uang Rp 400 juta dari Mas Kusnadi, Mas Kusnadi sudah terkonfirmasi dari Pak Harun duitnya," kata Donny di Gedung Merah Putih KPK, Rabu, 12 Februari 2020.
Donny mengatakan, uang yang dititipkan kepadanya akan diserahkan ke anak buah Sekjen PDI-P Hasto Kristiyanto, Saeful, sebelum nanti diserahkan ke Wahyu.
Ia membantah bila Hasto ikut dalam praktek suap sebagai penyandang dana.
"Oh saya enggak ada, enggak mungkin lah sekjen digembol-gembol bawa uang kan?" ujarnya.
Donny juga mengaku hanya ditugaskan oleh DPP PDI-P untuk langkah-langkah hukum agar Harun Masiku dapat masuk ke dalam Parlemen meski perolehan suaranya kalah dari caleg lain, Riezky Aprillia.
"Saya hanya pada urusan bagaimana saya menyusun langkah-langkah hukum, dari uji materi ke MA kita minta fatwa, kemudian saya sebagai saksi sekaligus kuasa hukum pada pleno KPU saya berdebat," tuturnya.
Dalam konstruksi perkara yang menjerat Wahyu, Donny disebut pernah menerima uang dari Harun Masiku dan seorang penyandang dana lainnya untuk menyuap Wahyu. Ia juga ikut terjaring dalam OTT KPK pada 8-9 Januari 2020. Namun kemudian dilepas dan tidak ditetapkan sebagai tersangka.
Penetapan tersangka Sekretaris Jenderal DPP PDI Perjuangan, Hasto Kristiyanto, oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dalam kasus dugaan suap yang melibatkan Harun Masiku dinilai bukan sebuah kriminalisasi.
Peneliti Pusat Kajian Antikorupsi Fakultas Hukum Universitas Gadjah Mada (Pukat UGM), Zainur Rohman, menilai tidak ada indikasi kriminalisasi dalam penetapan tersangka terhadap Hasto.
Zainur menegaskan, penilaian tersebut merujuk pada penjelasan disampaikan KPK dalam konferensi pers. Ia menyebut, keterangan KPK mengenai kasus ini sangat jelas, termasuk bagaimana tindakan pidana terjadi.
“Saya tidak melihat adanya kriminalisasi dalam perkara ini. Penjelasan dari KPK sangat terang,” kata Zainur dalam program Kompas Petang di Kompas TV, seperti dikutip pada Rabu (25/12/2024).
Menurut Zainur, KPK pasti memiliki dua alat bukti yang cukup dalam menetapkan tersangka. Ia juga mengingatkan, keabsahan alat bukti dapat diuji melalui forum praperadilan.
“Soal dua alat bukti, itu bisa diuji di praperadilan,” ujar Zaenur.
Terkait dugaan politisasi yang dikaitkan dengan kasus ini, Zainur menganggap isu tersebut berada di ranah politik.
Ia juga menyebut, perbincangan tentang politisasi tidak hanya terjadi saat ini. Ada pihak yang mengaitkan dugaan politisasi dengan peristiwa di masa lalu, termasuk kasus tahun 2020 yang melibatkan merintangi penyidikan (obstruction of justice).
“Mungkin ada yang mengatakan politisasi terjadi sekarang, tapi pihak lain juga bisa menyebut politisasi terjadi di 2020,” ucapnya.