Potret Buruknya Infrastruktur, Sembuh yang Terhalang Jalan Rusak di Jambi

Potret Buruknya Infrastruktur, Sembuh yang Terhalang Jalan Rusak di Jambi

JAMBI, KOMPAS.com – Di tengah rintik hujan, sebuah mobil pikap berjuang melintasi jalanan berbukit yang curam dan penuh lubang.

Bustari, seorang warga Desa Lubuk Birah, Kecamatan Muara Siau, Kabupaten Merangin, Jambi, melompat keluar dari kendaraan ketika suara mesin yang menderu tiba-tiba lenyap.

Bersama lelaki lain, ia mendorong mobil yang terjebak, berhasil mendaki bukit setelah satu jam berupaya.

Namun, dunianya menjadi gelap saat ia menyadari bahwa ibunya meninggal.

“Kami tidak ada yang tahu. Semua orang mendorong mobil yang tersangkut,” ungkap Bustari sambil meneguk setengah gelas kopi pada Sabtu malam (28/12/2024).

Siti Hapsah, ibunya, meninggal di usia 65 tahun akibat penyakit asam lambung kronis setelah dirawat seminggu di rumah sakit.

Bustari menjelaskan bahwa kondisi ibunya sempat pulih, dan dokter pun mengizinkannya untuk pulang.

"Rona pucat pun memudar dari wajah ibu dan dia sudah mau makan," sambung Bustari.

Namun, saat mobil terjebak di bukit, ibunya mengeluh sakit akibat guncangan. Tak lama meninggal. 

“Itu bukit terakhir sebelum sampai ke desa. Tapi di sana lah perjalanan terakhir ibu saya,” ucap Bustari lirih.

Kehidupan di Desa Lubuk Birah bagaikan terhimpit tanpa pilihan.

“Kadang maut terasa dekat,” tambah Bustari. 

Ia mengungkapkan betapa banyak warga di desa tersebut yang lebih memilih perawatan mandiri di rumah ketimbang menghadapi tantangan menuju rumah sakit.

Infrastruktur yang buruk membuat warga enggan menuju rumah sakit. Sembuh dari sakit bagi warga Desa Lubuk Birah seperti terhalang infrastruktur. 

Kepala Desa Lubuk Birah, Ahyak Uddin, menambahkan bahwa selain masalah kesehatan, kondisi ekonomi di desanya pun sulit berkembang. Semua gara-gara infrastruktur yang buruk. 

Meskipun potensi ekonomi besar seperti kopi, kayu manis, karet, dan wisata air terjun ada, jalan yang hanya sekitar 17 kilometer dari desa menuju pusat kecamatan tidak pernah diaspal sejak 1996.

"Hanya sekali pengerasan pada 2008 lalu. Statusnya jalan kabupaten," jelas Uddin.

Kerusakan jalan ini mengganggu transportasi, terutama saat musim hujan, dan membuat harga komoditas pertanian menjadi murah.

Warga yang memiliki mobil pun sangat sedikit.

“Mobil itu dipakai kerja. Kalau ada keperluan mendadak (sakit), sewanya mahal. Kondisi jalan rusak membuat orang jadi malas menyewakan,” kata Uddin.

Biaya sewa mobil ke Bangko mencapai Rp 1-1,5 juta per hari, dan jika dirujuk ke Kota Jambi atau Padang, bisa mencapai Rp 4-5 juta.

Warga harus gotong royong, dengan belasan orang mengawal menggunakan motor agar mobil tidak terjebak.

“Kalau tidak mampu dirawat di rumah. Jika terpaksa harus ke rumah sakit, ya pakai motor,” ungkap Uddin.

Uddin menceritakan pengalaman pilu salah seorang warganya bernama Sariyanto,. 

Ketika istri Sariyanto hamil lebih delapan bulan, bidan menyarankan agar segera dibawa ke rumah sakit di Bangko.

Sayangnya, keluarganya tak memiliki uang untuk menyewa mobil dan terpaksa mengandalkan motor.

Akibat kondisi jalan yang rusak dan jarak tempuh yang jauh, anak mereka pun tidak tertolong.

“Nyawa anaknya tidak tertolong. Sariyanto tidak mampu bayar ambulans, lalu bawa jenazah anaknya diam-diam pakai motor dari rumah sakit pulang ke desa,” jelas Kepala Desa, mengungkapkan betapa mengerikannya situasi yang dihadapi warga.

Jalan rusak bukan hanya di Desa Lubuk Birah. Tahun lalu, Ades, warga Desa Pematang Pauh, Kecamatan Jangkat Timur, Merangin, terpaksa melahirkan di mobil karena akses jalan yang rusak.

Video persalinan darurat itu bahkan viral, meskipun ibu dan bayi selamat.

Cerita lain datang dari Desa Tanjung Dalam, Kecamatan Lembah Masurai. Kematian anak di desa itu akibat jalan yang buruk kerap terjadi. 

“Selalu ada kasus setiap tahun,” kata bidan Rozi Efrianti.

Bidan Efrianti menjelaskan bahwa sering kali masalah muncul saat anak atau bayi sakit dan harus dirujuk ke puskesmas atau rumah sakit.

“Mobil itu harus didorong. Kalau tidak begitu, enggak sampai puskesmas,” tuturnya.

Dengan kondisi jalan yang rusak, desa Tanjung Dalam tidak memiliki fasilitas ambulans, dan jika ada, hanya di puskesmas yang terkadang sedang digunakan mengantar pasien lain.

“Seharusnya ada fasilitas ambulans di setiap desa untuk akses layanan kesehatan yang cepat,” tegas Efrianti.

Desa Tanjung Dalam juga mengalami penurunan status dari desa berkembang menjadi desa tertinggal akibat tingginya angka kematian bayi.

Sekdes Yoka Putra berharap agar ada bantuan ambulans untuk mempercepat akses kesehatan.

"Pemerintah desa sudah mengusulkan perbaikan jalan, tetapi karena statusnya jalan provinsi, kami tak bisa berbuat banyak," katanya.

Kepala Dinas Pekerjaan Umum Kabupaten Merangin, Zulhifni, menyatakan bahwa anggaran yang ada saat ini tidak mencukupi untuk perbaikan jalan.

“Kami mau perbaiki, tapi anggaran tidak cukup,” ujarnya.

Persoalan jalan yang rusak, yang menghambat akses layanan kesehatan, memerlukan solusi cepat dari banyak pihak.

Nyawa yang telah melayang adalah pengingat betapa berharga kehidupan manusia.

Sumber