Potret Shelter Tsunami di NTB yang Mangkrak gara-gara Dikorupsi

Potret Shelter Tsunami di NTB yang Mangkrak gara-gara Dikorupsi

KPK telah membongkar kasus dugaan korupsi pembangunan shelter tsunami di Nusa Tenggara Barat (NTB). Proyek itu sudah 10 tahun mangkrak. Seperti apa kondisinya?

Pada 2024, detikcom berkesempatan menyambangi proyek shelter mangkrak itu. Kondisinya memprihatinkan, bangunan itu justru menjadi kandang hewan ternak.

Gedung shelter mangkrak itu berada di sejumlah kawat keluar dari pilar dan dinding bangunan yang terletak di Dusun Karang Pangsor, Desa Pemenang Barat, Kecamatan Pemenang, Kabupaten Lombok Utara, Nusa Tenggara Barat (NTB). Dari pantauan saat itu, pilar-pilar yang berdiri di gedung proyek tersebut terlihat rusak.

Ada kawat yang keluar dari pilar itu. Tangga dari bawah menuju lantai satu bangunan tingkat tiga itu juga sudah putus.

Plafon bangunan itu juga sudah hancur. Bangunan itu menjadi kosong saja tak berpenghuni.

Semak belukar tumbuh di gedung tersebut. Tempat parkir shelter tsunami itu juga menjadi kandang sapi.

Ada tiga ekor sapi saat itu yang sedang memakan semak belukar di halaman gedung itu. Kemudian, dilihat dari tampak depan, gedung itu ditutupi pohon yang lumayan tinggi dan tertutup seng.

Akibat mangkraknya proyek ini, KPK menetapkan dua orang sebagai tersangka. Mereka adalah Aprialely Nirmala dan Agus Herijanto.

Saat proyek berlangsung, Aprialely menjabat Kepala Satuan Kerja Penataan Bangunan dan Lingkungan (Satker PBL) Kementerian PUPR Perwakilan NTB sekaligus pejabat pembuat komitmen (PPK) proyek, sedangkan Agus sebagai Kepala Proyek PT Waskita Karya selaku pemenang tender proyek tersebut.

Simak berita selanjutnya di halaman berikutnya.

Lihat juga video Penampakan Gedung Shelter Tsunami di NTB yang Mangkrak dan Diperiksa KPK

[Gambas Video 20detik]

Pada 2012, Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) menyusun rencana induk atau master plan pengurangan risiko bencana tsunami. Dalam master plan itu, terdapat pembangunan shelter yang harus tahan terhadap gempa dengan kekuatan 9 skala Richter (SR) atau yang kini diistilahkan magnitudo.

Kemudian, pada 21 April 2014, Adjar Prajudi selaku Direktur Penataan Bangunan dan Lingkungan Kementerian PUPR menyurati Ika Sri Rezeki selaku Kepala Satuan Kerja Non Vertikal Tertentu Penataan Bangunan dan Lingkungan (SNVT PBL) NTB. Surat itu pada intinya meminta agar segera melaksanakan pembangunan shelter tsunami di NTB dengan pagu anggaran sekitar Rp 23 miliar, yang termasuk pengawasan dan pengelolaan.

Kemudian, Aprialely Nirmala malah mengubah design engineering detail (DED) melalui bantuan Kepala Bidang Cipta Karya Dinas PU NTB bernama Sadimin. Padahal, menurut KPK, Aprialely Nirmala tidak mengetahui landasan atau dasar ilmiah apa yang digunakan sebagai dasar perubahan DED tersebut.

"Selain melakukan perubahan desain, ternyata AN (Aprialely Nirmala) juga menurunkan spesifikasi tanpa kajian yang dapat dipertanggungjawabkan," kata Direktur Penyidikan KPK Asep Guntur Rahayu saat jumpa pers Senin (30/12/2024).

Singkatnya, kemudian desain yang direkayasa itu tetap menjadi acuan untuk pembangunan shelter tsunami di NTB. Lantas apa peran tersangka lainnya, yaitu Agus Herijanto?

"AH (Agus Herijanto) selaku kepala proyek dari PT Waskita Karya mengetahui dengan sadar bahwa dokumen lelang kondisinya masih tidak layak dijadikan sebagai acuan kerja," ucap Asep.

Selain itu, Asep mengatakan Agus Herijanto melakukan penyimpangan keuangan sebesar Rp 1,3 miliar. Namun Asep belum menjelaskan detail bagaimana hal itu dilakukan Agus Herijanto.

Dari penyidikan yang dilakukan KPK tersebut, KPK menjerat Aprialely Nirmala dan Agus Herijanto melanggar Pasal 2 ayat (1) atau Pasal 3 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi atau UU Tipikor. Keduanya juga telah ditahan.

"Kerugian keuangan negara sebesar Rp 18.486.700.654," imbuh Asep.

Sedangkan kondisi shelter itu saat ini rusak setelah 2 kali diguncang gempa, yaitu pada 29 Juli 2018 dengan kekuatan M 6,4 dan pada 5 Agustus 2018 dengan kekuatan M 7,0.

"Kondisi shelter rusak berat dan tidak bisa digunakan untuk berlindung," kata Asep.

Lihat juga video Penampakan Gedung Shelter Tsunami di NTB yang Mangkrak dan Diperiksa KPK

[Gambas Video 20detik]

Sumber