PPATK Ungkap Kripto Jadi Modus Baru Transaksi Narkoba agar Sulit Ditelusuri

PPATK Ungkap Kripto Jadi Modus Baru Transaksi Narkoba agar Sulit Ditelusuri

JAKARTA, KOMPAS.com - Direktur Analisis dan Pemeriksaan II Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) Danang Tri Hartono menduga ada modus baru dalam upaya para gembong narkoba mengamankan aset dan ketelusuran transaksi.

Dia bilang, PPATK juga mencatat adanya pola transaksi yang lebih kompleks dan metode baru dalam kejahatan narkotika, termasuk pola transaksi baru, salah satunya menggunakan aset kripto.

“Ada pola perubahan transaksi bandar narkotika ini menggunakan modus-modus yang tersedia di penyedia jasa keuangan yang relatif baru. Transaksi baru itu misalnya penggunaan aset kripto,” kata Danang di Jakarta, Jumat (1/11/2024).

Namun demikian, dia menegaskan PPATK aktif mendukung penyelidikan dengan pendekatan analisis baik reaktif maupun proaktif.

“PPATK bersifat reaktif jika penyidik memiliki kasus dengan gambaran lengkap pola transaksinya dan mengajukan permintaan ke PPATK," ungkap Danang.

“Perampasan aset ini diharapkan bisa maksimal,” lanjutnya.

Dia menjelaskan, jika berdasarkan transaksi di perbankan atau penyedia jasa keuangan terdapat indikasi tindak pidana narkotika, pihaknya akan menganalisis dan menyampaikan hasilnya ke Polri atau BNN.

“Joint operation dengan instansi terkait berjalan lebih cepat dan sistematis karena pihaknya mengesampingkan hambatan administratif. Ini memungkinkan pengungkapan jaringan dengan lebih menyeluruh serta memaksimalkan perampasan aset hasil kejahatan narkotika,” tegasnya.

Badan Reserse Kriminal (Bareskrim) Polri menyita uang sebesar Rp 869,7 miliar saat menangkap tiga jaringan narkoba internasional FP, HS, dan H yang beroperasi di berbagai wilayah Indonesia.

"Total nilai aset yang berhasil disita dari 3 jaringan narkoba tersebut sejumlah Rp 869,7 miliar," kata Kabareskrim Polri, Komjen Pol Wahyu Widada, Jumat (1/11/2024).

Tiga jaringan narkoba yang telah diungkap tersebut yakni, jaringan FP yang beroperasi pada 14 provinsi meliputi wilayah Sumatera Utara, Riau, Lampung, Banten, Jakarta, Jawa Barat, Jawa Tengah, Jawa Timur, Jogjakarta, Kalimantan Barat, Kalimantan Tengah, Kalimantan Selatan, Sulawesi Selatan, dan Sulawesi Tenggara.

Lalu, jaringan HS yang beroperasi pada 5 provinsi meliputi wilayah Kalimantan Utara, Kalimantan Timur, Kalimantan Selatan, Jawa Timur, dan Bali.

Serta jaringan H yang dikendalikan oleh 3 bersaudara berinisial HDK, DS alias T dan TM alias AK, yang beroperasi pada Provinsi Jambi.

 

Sumber