PPN 12% Diklaim Tidak Ganggu Daya Beli, Kemenkeu Optimistis Pertumbuhan Ekonomi 2025 Tetap di Atas 5%
Bisnis.com, JAKARTA — Kementerian Keuangan menyebutkan kenaikan tarif PPN menjadi 12% tak mengganggu daya beli secara signifikan sehingga pertumbuhan ekonomi pada 2025 akan terjaga di atas 5%.
Kepala Badan Kebijakan Fiskal (BKF) Kementerian Keuangan Febrio Kacaribu menyampaikan pada dasarnya inflasi saat ini rendah di bawah 1,6% per November 2024. Sementara melihat dampak kenaikan PPN ke 12% terhadap inflasi adalah 0,2%, maka inflasi akan tetap dijaga rendah sesuai target APBN 2025 di 1,5%-3,5%.
“Pertumbuhan ekonomi 2024 diperkirakan tetap tumbuh di atas 5%. Dampak kenaikan PPN ke 12% terhadap pertumbuhan ekonomi tidak signifikan,” ujarnya dalam keterangan resmi, Sabtu (21/12/2024).
Adapun target pertumbuhan ekonomi pada tahun depan dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) sebesar 5,2%.
Febrio menegaskan bahwa meski tarif Pajak Pertambahan Nilai (PPN) naik, pemerintah memberikan paket stimulus bantuan pangan dan diskon listrik.
Selain itu, buruh pabrik tekstil, pakaian, alas kaki, dan furniture tidak bayar pajak penghasilan untuk satu tahun.
“Pembebasan PPN rumah dan lain-lain akan menjadi bantalan bagi masyarakat [terhadap kenaikan PPN],” ujarnya.
Sebelumnya, Direktorat Jenderal (Ditjen) Pajak Kemenkeu menyampaikan dengan dampak 0,2% terhadap inflasi, maka kenaikan PPN dari 11% menjadi 12% tidak menurunkan daya beli masyarakat secara signifikan.
Melihat kembali kenaikan tarif PPN dari 10% menjadi 11% pada 1 April 2022 tidak menyebabkan lonjakan harga barang/jasa dan tergerusnya daya beli masyarakat.
Berkaca pada periode kenaikan PPN dari 10% menjadi 11% pada 2022, dampak terhadap inflasi dan daya beli tidak signifikan.
Direktur Penyuluhan, Pelayanan, dan Hubungan Masyarakat Ditjen Pajak Dwi Astuti mengklaim bahwa adanya peningkatan inflasi pada 2022 yang mencapai 5,51% bukanlah akibat kenaikan PPN.
“Namun terutama disebabkan tekanan harga global, gangguan suplai pangan, dan kebijakan penyesuaian harga BBM akibat kenaikan permintaan dari masyarakat pasca pandemi Covid-19,” tuturnya.
Pernyataan pemerintah nyatanya sangat bertolak belakang dengan pandangan para ekonom.
Direktur Eksekutif Center of Economic and Law Studies (Celios) Bhima Yudhistira menyampaikan kenaikan tarif PPN berpotensi memperberat daya beli masyarakat yang saat ini sudah melemah.
Faktanya pada kuartal III/2024, pertumbuhan konsumsi rumah tangga hanya mencapai 4,91% secara tahunan atau year on year/YoY, bahkan menurun sebesar -0,48% secara kuartalan.
Deflasi berkepanjangan pun terjadi selama lima bulan berturut-turut sejak Mei hingga September 2024 yang diikuti dengan penurunan omzet UMKM hingga 60%.
“Kenaikan tarif PPN hanya akan memperburuk situasi ini,” ujarnya dalam laporan Celios.
Bhima berpandangan, meskipun pemerintah membutuhkan tambahan penerimaan untuk menutup defisit anggaran, masih ada opsi lain yang belum dimaksimalkan, seperti optimalisasi penerimaan pajak dari sektor tambang yang ilegal.