PPN 12 Persen Berlaku, PDI-P Minta Pemerintah Perbaiki Ekonomi dan Pelayanan Publik

PPN 12 Persen Berlaku, PDI-P Minta Pemerintah Perbaiki Ekonomi dan Pelayanan Publik

JAKARTA, KOMPAS.com - Anggota DPR RI Fraksi PDI Perjuangan Dolfie Othniel Frederic Palit meminta pemerintah memastikan pertumbuhan ekonomi nasional dan pelayanan masyarakat membaik setelah menerapkan pajak pertambahan nilai (PPN) 12 persen.

Hal itu disampaikan Dolfie merespons keputusan Presiden Prabowo Subianto untuk menerapkan PPN 12 persen terhadap barang dan jasa mewah mulai Rabu (1/1/2025).

“Yang harus menjadi perhatian pemerintah dan telah menjadi atensi sebagaimana dalam pembahasan APBN 2025 adalah kinerja ekonomi nasional yang semakin membaik,” ujar Dolfie kepada Kompas.com, Rabu (1/1/2025).

Menurut Dolfie, perbaikan kinerja ekonomi nasional harus terwujud dan berdampak pada terciptanya lapangan pekerjaan bagi masyarakat.

Pemberlakuan PPN 12 persen yang menyasar barang dan jasa mewah ini, kata Dolfie, juga harus dipastikan mendorong penerimaan negara.

“Sehingga ikut berdampak bagi penciptaan lapangan kerja dan peningkatan penghasilan rakyat. Kemudian pertumbuhan ekonomi berkualitas, sehingga akan mendorong penerimaan negara,” ucap Dolfie.

Politikus PDI-P itu juga mengingatkan pemerintah untuk menjamin pelayanan publik semakin baik dan mudah diakses masyarakat. Pemerintah juga diingatkan untuk memperhatikan efisiensi dan efektivitas belanja negara.

“(Pastikan) pelayanan publik yang semakin baik, semakin mudah dan nyaman, sehingga rakyat merasakan kehadiran negara. Kemudian efisiensi dan efektivitas belanja negara yang ditunjukkan dengan penanganan urusan-urusan rakyat, sehingga hidup rakyat semakin mudah dan nyaman,” kata Dolfie.

Diberitakan sebelumnya, Presiden Prabowo Subianto resmi mengumumkan kenaikan PPN sebesar 12 persen mulai tahun 2025 hanya berlaku untuk barang dan jasa mewah.

"Karena itu, seperti yang sudah saya sampaikan sebelumnya dan telah berkoordinasi dengan DPR RI, hari ini pemerintah memutuskan bahwa kenaikan tarif PPN dari 11 persen menjadi 12 persen hanya dikenakan terhadap barang dan jasa mewah," kata Prabowo, Selasa (31/12/2024).

Adapun barang-barang tersebut, yaitu barang dan jasa tertentu yang selama ini sudah terkena PPN barang mewah yang dikonsumsi oleh golongan masyarakat tertentu. Misalnya, jet pribadi, kapal pesiar, hingga rumah mewah.

"Pesawat jet pribadi itu tergolong barang mewah yang dimanfaatkan atau digunakan oleh masyarakat papan atas. Kemudian kapal pesiar, dan rumah yang sangat mewah yang nilainya di atas golongan menengah," ucap Prabowo.

"Artinya, untuk barang dan jasa selain yang tergolong barang-barang mewah, tidak ada kenaikan PPN," jelas Prabowo lagi.

Presiden juga memastikan barang dan jasa yang bukan termasuk ke dalam golongan mewah, tidak akan mengalami kenaikan PPN menjadi 12 persen.

Prabowo bilang, PPN untuk barang-barang tersebut tetap seperti yang berlaku saat ini, yakni sebesar 11 persen, yang diberlakukan sejak April tahun 2022.

"Tetap sebesar yang berlaku sekarang, yang sejak 2022," jelas Prabowo.

Begitu pula untuk barang dan jasa kebutuhan pokok lain yang mendapat pembebasan PPN atau tarif PPN sebesar 0 persen.

Barang tersebut, yakni barang kebutuhan pokok seperti beras, daging, ikan, telur, susu segar, jasa pendidikan, jasa kesehatan, angkutan umum, rumah sederhana, dan air minum.

“Barang dan jasa kebutuhan pokok masyarakat yang selama ini dibebaskan atau tarif PPN 0 persen masih tetap berlaku. Saya ulangi, barang dan jasa yang selama ini diberi fasilitas pembebasan pajak, yaitu PPN 0 persen, masih berlaku," ungkap Prabowo.

Sejak awal, kenaikan PPN menjadi 12 persen per 1 Januari 2025 mendapat penolakan luas dari masyarakat. Tak hanya lewat petisi di media sosial, sejumlah elemen masyarakat pun turun ke jalan menyuarakan penolakan terhadap rencana pemerintah menaikkan pungutan pajak ini.

Kebijakan ini diprediksi akan memicu lonjakan harga barang dan jasa, yang berpotensi mengubah pola konsumsi masyarakat. Banyak yang khawatir PPN yang lebih tinggi akan memberikan efek domino yang merugikan.

Sumber