PPN 12 Persen Segera Berlaku, DPR Tak Ingin Pemerintah Korbankan Masyarakat untuk Keseimbangan Fiskal
JAKARTA, KOMPAS.com - Wakil Ketua Komisi XI DPR RI Hanif Dhakiri tak mau kebijakan kenaikan pajak pertambahan nilai (PPN) 12 persen mengorbankan kesejahteraan masyarakat.
Ia menyebutkan, Komisi XI punya kewajiban untuk mengingatkan pemerintah soal kebijakan tersebut.
“Pemerintah harus memastikan kebijakan ini adil, akuntabel, dan pro pertumbuhan, serta diiringi dengan langkah optimalisasi penerimaan pajak lainnya,” ujar Hanif dihubungi Kompas.com, Rabu (18/12/2024).
“Komisi XI DPR RI memiliki kewajiban untuk memastikan keseimbangan fiskal tidak dicapai dengan mengorbankan kesejahteraan rakyat,” sambung dia.
Baginya, pemerintah harus melihat dampak luas atas pada perekonomian masyarakat atas pemberlakuan kebijakan tersebut pada 1 Januari 2025.
Hanif menyampaikan, saat ini sektor informal masih mendominasi penyerapan tenaga kerja di Indonesia dengan persentase 59 persen.
Ia mengatakan, kenaikan PPN yang bersifat regresif tak hanya akan dirasakan masyarakat kelas atas, tapi juga kelas bawah.
Pasalnya, sangat mungkin harga sejumlah komoditas mengalami kenaikan. Padahal, komoditas itu juga dikonsumsi masyarakat kelas bawah.
“Artinya, beban pajak akan lebih berat dirasakan kelompok berpenghasilan rendah. Perlu langkah serius untuk memperkuat kepatuhan pajak sektor atas dan korporasi, bukan sekedar menambah tarif bagi konsumen,” tuturnya.
Selain itu, Hanif mengingatkan pemerintah untuk segera melakukan mitigasi agar perekonomian Indonesia tidak turun drastis setelah PPN ditambah.
Alasannya, IMF sendiri sudah mengingatkan bahwa ekonomi global melambat di angka 3,2 persen di tahun 2024.
Lalu, Bank Indonesia (BI) melihat kemungkinan pertumbuhan ekonomi Tanah Air hanya akan berada di angka 4,9 sampai 5,1 persen.
“Jadi, kebijakan kenaikan PPN harus diiringi dengan insentif fiskal lain untuk menjaga momentum pemulihan ekonomi, seperti subsidi bagi UMKM, perlindungan sosial, dan penguatan investasi,” imbuh dia.