PPN 12 Persen, Warga Kurangi Jajan Kopi dan Pilih Buat Sendiri
TANGERANG SELATAN, KOMPAS.com - Rencana kenaikan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) 12 persen pada 2025 membuat masyarakat berencana mengubah pola konsumsi makanan dan minuman.
Pasalnya, kenaikan pajak diprediksi meningkatkan harga sejumlah sektor, tak terkecuali makanan dan minuman.
Seorang pegawai swasta di Jakarta bernama Retsa (29) misalnya, berencana menghemat pengeluaran dengan mengurangi jajan.
Retsa yang suka sekali minum kopi, bahkan seminggu bisa membeli kopi hingga empat kali, mulai membiasakan membuat kopi sendiri di rumah.
"Kalau jajan kopi sekarang jadi mikir dua kali. Sebelum PPN naik saja harganya sudah mahal, bakal makin mahal. Jadi, saya mulai beli alat-alat buat bikin kopi di rumah dan cari biji kopi di pasar yang lebih murah," ujar Retsa kepada Kompas.com, Jumat (20/12/2024).
Selain itu, untuk menghemat biaya makan, Retsa juga mulai rajin masak di rumah dengan bahan-bahan yang dibeli dari pasar tradisional. Menurutnya, harga di pasar lebih murah dibandingkan di supermarket.
Dengan demikian, dia bisa tetap mengatur pengeluaran tanpa melampaui anggaran bulanan.
"Saya memang suka masak sendiri, dan bahan-bahan di pasar itu lebih murah. Selain itu, kita bisa pilih kualitasnya," kata dia.
Hal serupa diungkapkan oleh pedagang nasi goreng di Pondok Aren, Slamet (47). PPN belum naik saja, harga bahan baku belakangan sudah meningkat.
"Yang biasanya belanja Rp 600.000 per hari sekarang jadi Rp 700.000. Semua naik, mulai dari ayam, telur, sampai minyak goreng. Kertas nasi juga naik," ucap Slamet.
Meski harga bahan naik, Slamet mengaku belum berani menaikkan harga jual nasi gorengnya. Akibatnya, keuntungannya semakin tipis.
"Kalau dinaikkan seribu saja, konsumen pasti protes. Jadi, kita pedagang kecil ini masih nahan dulu, lihat situasi. Tapi kalau harga terus naik, ya mau enggak mau harus naik juga," tuturnya.
Di sisi lain, Aldi (30), pegawai swasta yang berkantor di SCBD, Jakarta Selatan mengaku tidak masalah dengan rencana kenaikan PPN.
Dia menilai, kenaikan PPN 12 persen merupakan bentuk support masyarakat terhadap program pemerintah, salah satunya makan bergizi gratis (MBG).
Tidak hanya itu, baginya, kenaikan PPN juga telah disesuaikan dengan penambahan gaji. Aldi mengaku mengantongi gaji Rp 10 juta setiap bulan.
"Kecuali istilahnya enggak ada gebrakan atau enggak ada bau-bau yang bakal menuju Indonesia Maju, itu baru naik doang, tapi enggak dapet apa-apa," sambung dia.
Namun, seiring dengan kenaikan PPN ini, Aldi berharap pemerintah memperhatikan masyarakat kelas menengah yang menurutnya sering luput dari program bantuan.
"Harusnya pemerintah bisa lebih adil. Jangan cuma fokus ke kelas bawah atau yang kaya saja, tapi kelas menengah juga perlu dipikirkan karena kami juga terbebani," ujar Aldi.
Sebelumnya, Ketua Umum Gabungan Pengusaha Makanan dan Minuman Indonesia (Gapmmi) Adhi S Lukman menyatakan, kenaikan PPN menjadi 12 persen menambah beban industri makanan dan minuman.
Adhi bilang, kenaikan PPN berpengaruh kepada margin produksi secara keseluruhan, mulai dari packaging, bahan-bahan hingga bahan tambahan. Sehingga nantinya akan memengaruhi kenaikan harga jual makanan dan minuman kemasan.
“PPN ini kan berantai, karena ada margin masing-masing mata rantai sehingga akan akumulasi, ujung-ujungnya kalau saya perkirakan akan naik di tingkat konsumen itu sekitar 2-3 persen (kenaikan harga) akibat kenaikan PPN itu," ujar Adhi saat dikonfirmasi Kompas.com, Kamis (19/12/2024).