Pramono Anung Minta Warga Jakarta untuk Memercayai Survei yang Kredibel
JAKARTA, KOMPAS.com - Calon gubernur Jakarta nomor urut 3, Pramono Anung, mengajak warga Jakarta untuk tidak percaya dengan survei bodong.
Hal itu ia sampaikan saat menghadiri deklarasi Komunitas Sahabat Pram (KSP) di daerah Lebak Bulus, Jakarta Selatan, Minggu (3/11/2024).
"Ya kan ada tiba-tiba ada survei-survei yang muncul," ujar Pramono usai ditanya wartawan mengenai dirinya mengajak warga untuk tidak memercayai survei bodong, dikutip dari video YouTube Kompas TV, Senin (4/11/2024).
Pramono menyampaikan, dirinya tidak bermaksud menuduh siapa pun terkait survei bodong.
Ia hanya ingin agar masyarakat tidak terpengaruh dengan hasil survei bodong.
"Saya tidak menuduh siapa pun ya, tetapi saya hanya ingin mengatakan, marilah kita memercayai survei yang kredibel, itu aja," imbuhnya.
Sebelumnya, sempat terjadi perbedaan hasil survei antara dua lembaga survei, yakni Lembaga Survei Indonesia dan Poltracking.
Hasil survei LSI yang dirilis Rabu (23/10/2024) memperlihatkan, pasangan cagub-cawagub Jakarta nomor urut 3, Pramono Anung-Rano Karno, unggul pada Pilkada Jakarta 2024 dengan elektabilitas sebesar 41,6 persen.
Sementara, pasangan cagub-cawagub Jakarta nomor urut 1, Ridwan Kamil-Suswono mencatatkan tingkat keterpilihan sebesar 37,4 persen.
Sedangkan perolehan elektabilitas pasangan cagub-cawagub Jakarta nomor urut 2, Dharma Pongrekun-Kun Wardana, cenderung stagnan sebesar 6,6 persen.
Survei yang digelar LSI pada 10-17 Oktober 2024 ini melibatkan 1.200 responden warga Jakarta yang berusia minimal 17 tahun atau sudah menikah.
Sementara, menurut hasil survei Poltracking yang dirilis Kamis (24/10/2024), pasangan Pramono-Rano berada di urutan kedua dengan elektabilitas sebesar 36,4 persen.
Menurut survei tersebut, pasangan Ridwan Kamil-Suswono memimpin dengan elektabilitas 51,6 persen.
Selanjutnya, paslon independen, Dharma Pongrekun-Kun Wardana, elektabilitasnya sebesar 3,9 persen.
Adapun survei Poltracking ini digelar pada 10-16 Oktober 2024 dengan melibatkan 2.000 responden.
Perbedaan hasil survei itu membuat Dewan Etik Perkumpulan Survei Opini Publik Indonesia (Persepi) memanggil serta memeriksa LSI dan Poltracking.