Praperadilan Gubernur Kalsel Dikabulkan, KPK Minta Hakim Pertimbangkan Kewenangan Lex Specialis KPK
JAKARTA, KOMPAS.com - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menilai, hakim yang menyidangkan gugatan praperadilan atas penetapan tersangka dugaan korupsi semestinya memperhatikan kedudukan lex specialis Undang-Undang KPK.
Pernyataan ini disampaikan Juru Bicara KPK Tessa Mahardhika Sugiarto saat menanggapi putusan hakim tunggal Pengadilan Negeri Jakarta Selatan (PN Jaksel) yang mencabut status tersangka Gubernur Kalimantan Selatan (Kalsel) Sahbirin Noor alias Paman Birin.
“Sepatutnya hakim mempertimbangkan kewenangan lex specialis yang dimiliki oleh KPK tersebut,” kata Tessa saat ditemui awak media di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta, Selasa (12/11/2024).
Tessa mengatakan, dalam Pasal 44 Undang-Undang KPK disebutkan, penyelidik bertugas mengumpulkan barang bukti. Ketika ditemukan minimal dua alat bukti, maka perkara terkait bisa dibawa ke penyidikan dan menetapkan tersangka.
Berbeda dengan Undang-Undang KPK, Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) menyatakan penetapan tersangka baru bisa dilakukan di tahap penyidikan.
Adapun lex specialis merupakan asas hukum dengan kedudukan khusus dan mengganti hukum umum.
“Sehingga sepatutnya hakim mempertimbangkan kewenangan lex specialis yang dimiliki oleh KPK tersebut,” ujar Tessa.
Tessa juga mengeklaim bahwa KPK mengantongi alat bukti yang cukup untuk menetapkan Sahbirin sebagai tersangka.
"Dalam perkara yang bermula dari kegiatan tangkap tangan tersebut KPK menetapkan tersangka pada tahap awal penyidikan dengan minimal dua alat bukti" kata dia.
Sebelumnya, hakim tunggal PN Jaksel, Afrizal Hadi menyebut penetapan tersangka Sahbirin oleh KPK tidak sah karena KPK dinilai telah bertindak sewenang-wenang.
Alasannya, Sahbirin tidak ikut tertangkap dalam operasi tangkap tangan (OTT) pada 6 Oktober 2024 lalu, tetapi ia ditetapkan sebagai tersangka meski belum dipanggil untuk diperiksa sebagai calon tersangka.
Adapun KPK menetapkan enam orang tersangka, yakni Sahbirin, Kepala Dinas PUPR Kalimantan Selatan Ahmad Solhan, Kepala Bidang Cipta Karya Kalimantan Selatan Yulianti Erlinah, pengurus Rumah Tahfidz Darussalam Ahmad, dan Plt Kepala Bagian Rumah Tangga Gubernur Kalimantan Selatan berinisial Agustya Febry Andrean.
Kemudian ada dua orang pihak swasta yang berstatus tersangka yakni Sugeng Wahyudi dan Andi Susanto.
Dalam kasus tersebut, Sahbirin diduga menerima fee terkait sejumlah proyek infrastruktur di Kalimantan Selatan.