Praperadilan Mbak Ita, Ahli Pidana Sebut KPK Harus Periksa Calon Tersangka Sebelum Ditetapkan

Praperadilan Mbak Ita, Ahli Pidana Sebut KPK Harus Periksa Calon Tersangka Sebelum Ditetapkan

JAKARTA, KOMPAS.com - Ahli hukum pidana Universitas Indonesia (UI), Eva Achjani Zulfa menyebut bahwa seseorang harus diperiksa terlebih dahulu sebagai calon tersangka sebelum ditetapkan sebagai tersangka.

Hal itu disampaikan Eva ketika dihadirkan sebagai ahli oleh Wali Kota Semarang, Jawa Tengah, Hevearita Gunaryanti Rahayu alias Mbak Ita dalam sidang praperadilan melawan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).

Eva mengatakan, penetapan seseorang menjadi tersangka merupakan kesimpulan akhir dari rangkaian penyidikan. Sementara itu, terdapat asas hak bagi pihak terkait untuk memberikan klarifikasi.

“Hak untuk membela diri seseorang yang berhadapan dengan hukum tentunya harus ada kesempatan verifikasi sebagai bagian dari bagaimana dia mempertahankan diri,” kata Eva di Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Selatan, Jumat (10/1/2025).

Eva menyebut, seseorang yang dijerat menjadi tersangka berhadapan dengan lembaga negara seperti Polri, Kejaksaan Agung maupun KPK yang memiliki sumber daya besar.

Oleh karena itu, seseorang yang berpotensi menjadi tersangka harus dibukakan pintu seluas-luasnya untuk membela diri melalui pemeriksaan calon tersangka.

Menurut dia, Mahkamah Konstitusi (MK) melalui Putusan Nomor 21 Tahun 2014 menyatakan bahwa pemeriksaan calon tersangka dilakukan sebagai verifikasi akhir.

“Verifikasi apakah bukti-bukti yang dihadirkan itu memang bukti-bukti yang berkaitan dengan tindak pidana. Apakah itu benar atau tidak,” ujar Eva.

“Meskipun petunjuk nanti hadirnya di persidangan tetapi kesempatan untuk membela diri dengan memverifikasi bukti-bukti yang menunjuk dirinya sebagai seorang tersangka itu tetap harus diberikan,” katanya lagi.

Pada persidangan sebelumnya, tim kuasa hukum menyebut Mbak Ita ditetapkan sebagai tersangka dugaan korupsi tanpa pernah diperiksa sebagai calon tersangka.

Tim kuasa hukum juga mempersoalkan barang bukti menjadi dasar penetapan tersangka diperoleh di tahap penyelidikan, bukan penyidikan.

Adapun KPK sejak didirikan pada 2002 silam memang menetapkan tersangka berdasar pada bukti dari penyelidikan. KPK meningkatkan perkara dari penyelidikan menjadi penyidikan bersamaan dengan menetapkan seseorang sebagai tersangka.

Hal ini bisa dilakukan karena Undang-Undang (UU) KPK yang berkedudukan lex specialis.

Sebelumnya, Mbak Ita ditetapkan sebagai tersangka dugaan gratifikasi, suap pengadaan barang dan jasa, serta pemotongan insentif pegawai atas capaian pemungutan retribusi daerah di lingkungan Pemerintah Kota Semarang.

Mbak Ita kemudian menggugat status tersangka itu ke PN Jaksel. Permohonannya teregister dengan Nomor Perkara 124/Pid.Pra/2024/PN JKT.SEL.

Dalam peritumnya, dia meminta agar Hakim Tunggal PN Jaksel menyatakan Sprindik Nomor Sprin.Dik/103/DIK.00/01/07/2024 tidak sah atau patut dinyatakan batal.

Sumber