Presidential Threshold Dihapus, Komisi II Segera Tindak Lanjuti Putusan MK
JAKARTA, KOMPAS.com - Komisi II DPR bakal segera menindaklanjuti putusan Mahkamah Konstitusi yang menghapus ambang batas pencalonan presiden atau presidential threshold
Ketua Komisi II DPR Rifqinizamy Karsayuda mengatakan, putusan MK bersifat final dan mengikat sehingga Komisi II menghormati dan wajib menindaklanjutinya.
"Apapun itu, MK putusannya adalah final and binding, karena itu kita hormati dan berkewajiban menindaklanjutinya," ujar Rifqi kepada Kompas.com, Kamis (2/12/2025).
Rifqi menjelaskan, pemerintah dan DPR akan menindaklanjuti putusan MK ini dalam pembentukan norma baru pada undang-undang terkait dengan persyaratan pencalonan presiden dan wakil presiden.
Politikus Partai Nasdem ini menilai, putusan MK itu merupakan babak baru bagi demokrasi konstitusional Indonesia.
"Di mana peluang untuk mencalonkan presiden dan wakil presiden bisa lebih terbuka diikuti oleh lebih banyak pasangan calon dengan ketentuan yang lebih terbuka," ujar Rifqi.
Diberitakan sebelumnya, MK menghapus presidential threshold melalui putusan perkara nomor 62/PUU-XXII/2024 tentang Undang-undang Pemilu Nomor 7 Tahun 2017.
Salah satu alasannya, ambang batas pencalonan presiden dinilai membatasi pilihan rakyat untuk memilih calon pemimpin.
Sebab, dengan presidential threshold, tidak semua warga negara bisa mencalonkan diri.
"Hal ini berdampak pada terbatasnya hak konstitusional pemilih mendapatkan alternatif yang memadai terkait pasangan calon presiden dan wakil presiden," kata Saldi.
Selain itu, MK berpandangan, presidential threshold berpotensi melahirkan dua pasangan calon presiden dan wakil presiden.
Padahal, pemilu yang hanya diikuti dua pasangan calon bisa membelah masyarakat, menciptakan polarisasi, dan mengancam kebinekaan Indonesia.
Lewat putusan ini, MK menegaskan bahwa semua partai politik berhal mengusulkan calon presiden dan wakil presiden.
MK lantas meminta DPR dan pemerintah sebagai pembentuk undang-undang mekukan rekayasa konstitusi dengan memperhatikan ketentuan dalam revisi Undang-Undang Pemilu 7/2017.
MK meminta pembentuk undang-undang memperhatikan pengusulan pasangan capres-cawapres tidak didasarkan pada persentase jumlah kursi DPR atau perolehan suara sah nasional.