Probowo-Gibran dan 96 Tahun Sumpah Pemuda
Pasca pelantikan Presiden dan Wakil Presiden 20 Oktober 2024, momen kebangsaan pertama yang diperingati oleh Prabowo-Gibran adalah peringatan 96 tahun hari Sumpah Pemuda yang jatuh pada 28 Oktober 2024. Ini sebuah tonggak awal yang krusial dalam memulai kerja besar kedua pasangan ini ke depan.
Pada hakikatnya, Hari Sumpah Pemuda diperingati sebagai momentum awal lahirnya Bangsa Indonesia. Sebab pada waktu itu untuk pertama kalinya rakyat Indonesia yang berasal dari berbagai suku bangsa, ras, dan agama, mengakui ‘berbangsa satu, bangsa Indonesia’.
Kemudian, sebagai langkah perjuangan selanjutnya, maka didirikanlah Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) yang tujuannya tidak lain adalah untuk melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia, memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa, dan ikut melaksanakan ketertiban dunia berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan sosial (Amanat Pembukaan UUD 1945).
Dari situ bisa terlihat jelas, bahwa rangka bangun NKRI dibentuk secara button up, bukan top down. NKRI adalah objektifikasi aspirasi seluruh bangsa, bukan aspirasi satu golongan, kelompok, ataupun kelas. Dan sebagaimaan diamanatkan dalam Pembukaan UUD 1945 di atas, bahwa tujuan didirikannya NKRI itu, tidak hanya untuk kemaslahatan bangsa-bangsa yang ada di kepulauan nusantara saja, tapi juga mencakup seluruh bangsa di dunia.
Dengan demikian, momentum Sumpah Pemuda bukan hanya tentang bagaimana memperingati kiprah pemuda dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. Tapi lebih dari itu, ini adalah momentum ketika pemuda-pemudi nusantara menemukan dan secara definitive narasi agung yang bernama Indonesia. Inilah yang sesungguhnya menjadi konstruksi elementer Negara Kesatuan Republik Indonesia.
Narasi Kebangsaan Indonesia
NKRI diramu dari ratusan suku bangsa. Keragaman yang ada di dalamnya berdiri di atas tatanan nilai yang mengharmoniskan perbedaan tersebut. Itu sebabnya, nilai persatuan Indonesia pada hakikatnya merupakan sumber eksistensi dari NKRI. Beginilah perbedaan konstruksi elementer cara pandang kebangsaan kita dengan negara-negara lain di dunia. Maka akan menjadi sangat berbahaya, saat konstruksi ini terbalik. Dimana nilai-nilai disingkirkan dan perbedaan justru diperdebatkan.
Dalam hal ini, NKRI berbeda dengan negara yang terbentuk karena alasan kesamaan fisik dan budaya. Sebab fisik bersifat kodrati dan tetap. Seberapapun kerasnya konflik yang terjadi di antara mereka, tidak akan menghilangkan identitas dasar yang menjadi asas persatuan mereka.
Bagi negara yang terbentuk atas kesadaran nilai pesatuan, perbedaan adalah hal yang tabu untuk diperdebatkan apalagi dipermasalahkan. Bukan karena kebhinekaan itu sesuatu yang kotor atau berbahaya. Sebaliknya, kebhinekaan Indonesia adalah sesuatu yang terlalu mulia dan tinggi, sehingga terlalu sakral untuk disentuh oleh kepentingan kelompok, suku, agama, ras, ataupun golongan.
Kebhinekaan adalah harta bangsa Indonesia yang paling suci. Seperti ikan dengan air. Bila Indonesia adalah ikan, maka kebhinekaan itulah airnya, semesta kehidupannya.
Lebih jauh, sebagaimana bangsa Indonesia melihat kebhinekaan sebagai sesuatu yang mulia bagi dirinya, demikian juga ia melihat kebhinekaan antar bangsa-bangsa di dunia. Berangkat dari pandangan ini, maka tidak mengherankan bila Indonesia melihat bangsa-bangsa di dunia sebagai ‘kekeluargaan bangsa-bangsa’ yang guyup dan bermusyawarah, bukan sebuah struktur kekuatan internasional yang hirarkis dan berkompetisi.
Atas dasar ini pula Indonesia menyerukan perdamaian dan menghormati hak segala bangsa. Bangsa Indonesia meyakini ‘Bahwa sesungguhnya kemerdekaan itu ialah hak segala bangsa dan oleh sebab itu, maka penjajahan diatas dunia harus dihapuskan karena tidak sesuai dengan perikemanusiaan dan perikeadilan.’
Kalimat yang luar biasa ini menjadi kalimat awal pembukaan Undang-Undang Dasar 1945 Negara Kesatuan Republik Indonesia. Dan tidak ada Negara lain yang menjadikan kepeduliannya atas perdamaian dan keadilan dunia, sebagai landasaan konstitusinya.
Dalam implementasinya, warna kebhinekaan yang menjadi pondasi berdirinya bangsa Indonesia, membuat para founding father kita tidak risih dengan semua perbedaan yang ada di dunia.
Saat Negara-negara di Utara melihat perbedaan sebagai ancaman, kita justru melihatnya sebagai harapan lahirnya tata dunia baru yang lebih tertib, damai dan berkeadilan. Saat bangsa-bangsa lain sibuk membangun persenjataan, kita justru sibuk merumuskan kerjasama. Bagi bangsa Indonesia, kemerdekaan Indonesia tidak paripurna, selama penjajahan masih ada di atas muka bumi. Dari landasan berpikir seperti inilah, kemudian terwujud Konferensi Asia Afrika di Bandung pada tahun 1955, yang menjadi tonggak awal lahirnya bangsa-bangsa baru di dunia, dan Gerakan Non Blok yang memiliki pengaruh besar dalam meredam eskalasi konflik perang dingin.
Inilah hakikat dari momentum sumpah pemuda yang perlu terus ditransformasikan dari satu generasi ke generasi selanjutnya dan diadaptasikan pada setiap zaman.
Di mana secara genetic, hanya generasi muda lah yang mampu mengemban amanat tersebut. Karena merekalah yang akan terlontar ke masa depan, bukan generasi tua. Sejarah menunjukkan, bahwa pemuda adalah unsur utama yang membentuk setiap negara bangsa. Di tangan merekalah sebuah negara bisa terbentuk, berjaya, bahkan mengalami revolusi dan berubah arah.
Untuk kasus Indonesia, kaum muda lah yang pertama-tama menyusuan rangka bangun NKRI. Dan mereka pula yang pada akhirnya menjadi harapan untuk menyongsong Indonesia emas bersama dengan bangsa-bangsa lain di muka bumi.
Fenomena Prabowo-Gibran
Bila kita cermati Narasi Kebangsaan Indonesia tersebut, sebenarnya itulah rangkuman narasi kampanye pasangan Prabowo-Gibran selama Pilpres 2024 lalu. Sebagai seorang prajurit dan sosok pemikir progresif, Prabowo memahami rangka bangun NKRI, peta geo-politik, dan memiliki proyeksi masa depan yang tajam.
Itu sebabnya beliau memilih sosok Gibran Rakabumingraka untuk mendampinginya sebagai cawapres di dalam kontestasi Pilpres 2024.
Dihadapan kita ada dua fakta alamiah yang muncul saat ini yang bila tidak direspon atau dituntaskan akan menjadi beban bagi generasi yang akan datang, serta akan membuat cita-cita Indonesia emas tahun 2045 bisa tidak tercapai.
Pertama, masa depan yang datang lebih cepat. Dalam beberapa decade terakhir, perkembangan dalam bidang ilmu pengetahuan dan teknologi, mengalami lompatan yang siginifikan, sebut saja; kemajuan dalam bidang komunikasi dan informatika, artificial intelligence (AI), bio-technology, nano-technology, aerospace technology, dan energy alternatif non-fosil.
Semua pecapaian ini, memang belum optimal dan sempurna. Tapi kita sadari, inilah infrastruktur masa depan yang akan kita tuju nantinya. Itu sebabnya kita secara perlahan berbenah dan mulai beradaptasi. Tapi Pademi COVID-19 yang melanda dunia selama dua tahun terakhir, telah membuat masa depan itu datang lebih cepat dari yang seharusnya.
Dalam ngarai kebingungan yang melada, pencapaian teknologi masa depan itu menjadi jawaban. Ketika semua orang disuruh untuk mejaga jarak dan berdiam di dalam rumah (lockdown), global inter-connectivity menjadi jawabannya; AI menggantikan kerja-kerja fundamental manusia yang tidak maksimal di masa pandemi; bio-technologi melalui derivasinya (genomic, recombinant gene techniques, applied immunology, and development of pharmaceutical therapies and diagnostic test), terus menembus batas untuk menemukan vaksin dan solusi lainnya yang berguna bagi manusia.
Dengan kata lain, bencana Pandemi COVID-19 telah mendorong peradaban modern memasuki era yang benar-benar baru dengan bertumpu sepenuhnya pada kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi.
Ini jelas sebuat tantangan nyata bagi setiap negara, khususnya para generasi muda yang akan menjadi penerus tongkat estafet pembangunan bangsa.
Kedua, surplus demografi. Menurut Bappenas, Indonesia diprediksi akan mengalami masa bonus demografi pada 2030-2040. Dimana jumlah penduduk usia produktif (berusia 15-64 tahun) lebih besar dibandingkan penduduk usia tidak produktif (berusia di bawah 15 tahun dan di atas 64 tahun). Pada periode tersebut, penduduk usia produktif diprediksi mencapai 64 persen dari total jumlah penduduk yang diproyeksikan sebesar 297 juta jiwa. (bappenas.go.id).
Fakta ini, melahirkan harapan (optimisme) di satu sisi, tapi juga tantangan di sisi lain. Agar Indonesia dapat memetik manfaat maksimal dari bonus demografi, ketersediaan sumber daya manusia usia produktif yang melimpah harus diimbangi dengan peningkatan kualitas dari sisi pendidikan dan keterampilan, termasuk kaitannya dalam menghadapi keterbukaan pasar tenaga kerja.
Maka menjadi masuk akal bila Prabowo miliki wakilnya yang berasal dari generasai muda. Dalam menghadapi semua tantangan di atas, pemuda Indonesia memiliki peluang besar untuk memainkan peran sentral dalam menentukan arah masa depan bangsa. Dengan kesiapan yang matang, kemampuan adaptasi, serta semangat inovasi dan partisipasi aktif, pemuda bisa menjadi tulang punggung pembangunan nasional dan membawa Indonesia menuju masa depan yang lebih cerah.
Masa Depan Kaum Muda
Dalam kerangka itu, kehadiran Gibran - yang oleh sebagian pihak dianggap sebagai kontroversi bisa terjawab. Karena Gibran adalah sosok yang mewakili generasi muda yang akan merawat dan menyempurnakan nilai kebangsaan itu. Gibran akan mengkonfirmasi kerangka konseptual yang dibangun Prabowo agar kompatibel untuk masa depan.
Dengan kata lain, Gibran adalah ‘oleh-oleh’ dari masa depan yang dibawa Prabowo untuk diikutsertakan dalam membangun pondasi peradaban Indonesia Emas Indonesia tahun 2045.
Keduanya adalah kombinasi kepemimpinan yang sempurna yang mempertemukan prinsip dasar kehidupan berbangsa dan bernegara yang disusun pada pendiri bangsa, dengan peradaban emas Indonesia di tahun 2045.
Bila para pendiri bangsa telah berhasil, dengan selamat sentosa mengantarkan bangsa Indonesia ke depan pintu gerbang kemerdekaan Indonesia. Maka, bersama pasangan Prabowo-Gibran, kita akan bersama-sama membuka pintu gerbang kejayaan Indonesia raya. Semoga
Selamat Merayakan Sumpah Pemuda
Ilham Permana, Anggota Komisi VII DPR RI Fraksi Partai Golkar