Prospek Atraktif Pasar Saham pada 2025, Intip Saham Bluechips Unggulan
Bisnis.com, JAKARTA — Prospek pasar saham Indonesia pada 2025 dinilai sejumlah analis masih atraktif. Investor disarankan untuk mencermati saham bluechips di sektor finansial, energi terbarukan, hingga properti.
Pengamat dan Praktisi Pasar Modal Hans Kwee mengatakan bahwa pasar saham akan fluktuasi cukup tinggi pada awal 2025. Meski begitu, menurutnya kebijakan Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump dinilai tidak berdampak langsung terhadap ekonomi Indonesia.
"Risiko capital outflow dana asing masih cukup tinggi. Kinerja emiten mungkin tertekan sebagian oleh penurunan daya beli, bunga tinggi, dan perubahan pola konsumsi. Ini yang kita lihat," katanya dalam paparan di Market Outlook 2025 Phintraco Sekuritas, Sabtu (7/12/2024).
Dia menyarankan investor untuk memilih saham bluechips. Alasannnya, saat IHSG rebound, saham-saham berkapitalisasi pasar besar menjadi pendorong.
"Memang pilihan kami di empat bank buku besar dan saham bluechips. Biarpun seperti BRI sedikit relatif tertekan, karena memang masalah kita ada di kelas menengah ke bawah sehingga agak menekan bagi mereka," tambahnya.
Kemudian, dia juga melihat faktor positif dari energi terbarukan sejalan dengan program prioritas pemerintah dan prospek penuruan suku bunga acuan pada 2025. Salah satu emiten energi terbarukan yang dinilai atraktif ialah emiten yang baru ‘spin off’. Emiten yang dimaksud yaitu PT Alamtri Resources Indonesia Tbk. (ADRO).
Lebih lanjut, Hans menjelaskan bahwa sektor properti juga akan menjadi salah satu yang menarik bagi investor, tetapi mungkin pada 2026-2027.
Terpisah, JP Morgan memasang target Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) pada level 7.900 untuk 2025. JP Morgan dalam risetnya meyakini 2025 akan menjadi tahun transisi bagi Indonesia karena akan memasuki rezim administrasi baru di bawah Presiden Prabowo Subianto.
Sementara itu, skenario bullish untuk IHSG menurut JP Morgan ada pada level 8.400, dengan bear case pada level 6.600 untuk 2025. Bullish case dapat terjadi dengan mempertimbangkan dampak perang dagang yang terbatas ke Indonesia, dengan Indonesia yang diuntungkan lewat pengalihan produksi dari China. Pertimbangan kedua adalah pemotongan suku bunga lebih cepat dari yang diharapkan.
Sementara itu, bear case dapat terjadi apabila rupiah terus melemah hingga lebih dari Rp16.000 dan daya beli yang lesu. Selain itu, bear case juga bisa terjadi jika peningkatan tarif dengan China yang membuang kelebihan kapasitas ke Asia Tenggara.
"Kami meyakini pemerintahan baru akan melanjutkan kebijakan tingkat tinggi dari rezim sebelumnya, khususnya untuk roadmap Indonesia Emas 2045," tulis JP Morgan dalam risetnya.
Lebih lanjut, JP Morgan memaparkan tiga tema kunci di pasar saham Indonesia pada 2025. Pertama, stabilitas politik dan keberlanjutan fokus kebijakan seperti penghiliran dan ekosistem kendaraan listrik.
Kedua, resiliensi ekonomi domestik untuk mendukung pertumbuhan dan menyediakan stabilitas yang lebih baik dibandingkan dengan negara lain terkait dengan risiko perang dagang.
Ketiga, tingkat suku bunga tinggi yang lebih lama akibat tensi geopolitik dan tren penguatan dolar AS.
“Kami menyukai bisnis dengan orientasi pasar domestik dengan prospek laba yang tangguh, memiliki pemasukan dalam dolar AS. Dengan begitu kami menyematkan overweight untuk sektor finansial, material, energi, consumer discretionary, dan properti.”
Di Indonesia, saham-saham pilihan JP Morgan alias top picks, antara lain PT Bank Central Asia Tbk. (BBCA), PT Indofood CBP Sukses Makmur Tbk. (ICBP), PT Indosat Tbk. (ISAT), PT Mitra Adiperkasa Tbk. (MAPI) dan PT Ciputra Development Tbk. (CTRA).
Sementara itu, kelompok yang least preferred adalah PT Chandra Asri Pacific Tbk. (TPIA), dan PT Astra International Tbk. (ASII) masing-masing dengan rating underweight dan netral.