Proyeksi BI Rate November 2024, Antara Stabilitas Rupiah dan Pertumbuhan Ekonomi

Proyeksi BI Rate November 2024, Antara Stabilitas Rupiah dan Pertumbuhan Ekonomi

Bisnis.com, JAKARTA — Gubernur Bank Indonesia Perry Warjiyo pada September lalu memangkas BI Rate dari 6,25% menjadi 6% dan mengubah arah kebijakan suku bunga yang sebelumnya hanya pro-stability, kini juga pro-growth atau mendukung pertumbuhan ekonomi.

Di tengah fluktuasi nilai tukar rupiah, konsensus ekonom yang dihimpun Bloomberg menunjukkan kecenderungan BI Rate akan ditahan 6% dalam pengumuman hasil Rapat Dewan Gubernur Bank Indonesia (RDG BI) hari ini, Rabu (20/11/2024).

Dari 36 ekonom, sembilan di antaranya atau 25% dari total ekonom masih meyakini BI Rate akan dipangkas 25 basis poin menjadi 5,75%. Tiga diantaranya sepakat bahwa pemangkasan ini demi mengerek pertumbuhan ekonomi.

Ekonom PT Bank Danamon Indonesia Tbk. (BDMN) Hosianna Evalita Situmorang menjadi satu dari sembilan ekonom tersebut.

Pasalnya menjelang akhir tahun, target pertumbuhan ekonomi sebesar 5,1%—sudah dipangkas dari target awal 5,2%—terancam tidak tercapai karena realisasi sepanjang tahun berjalan hingga kuartal III/2024 di angka 5,03%. 

"Melihat posisi cadangan devisa yang cukup banyak dan perkiraan ada potensi Fed rate cut setidaknya sekali lagi di Desember 2024 nanti. Jadi ini waktu yang tepat untuk BI [pangkas BI Rate]," ujarnya, Selasa (19/11/2024).

Meski kondisi rupiah cukup fluktuatif, Hosianna melihat minat asing yang tinggi terhadap Sekuritas Rupiah BI (SRBI) menjadi katalis positif untuk dukung stabilisasi rupiah. Sementara saat ini BI lebih membutuhkan pro-growth.

Sementara untuk likuiditas, dirinya melihat BI juga dapat melonggarkan kebijakannya di sepanjang November ini dengan pembelian net buy yang tinggi di Surat Berharga Negara (SBN), bahkan melebihi net issuance SRBI.

Tercatat net buy di SBN secara bulanan mencapai hampir Rp60 triliun. Sementara itu, net issuance di SRBI secara bulanan hingga 15 November ini tercatat sekitar Rp8 triliun. Net issuance merupakan selisih antara total jatuh tempo dan jumlah penerbitan baru.

Selain demi pertumbuhan ekonomi, Kepala Ekonom Trimegah Sekuritas Fakhrul Fulvian menuturkan bahwa Bank Sentral AS Federal Reserve (The Fed) telah melakukan pemangkasan Fed Fund Rate (FFR) sebesar 75 basis poin dari puncaknya.

Untuk itu, bank sentral perlu melakukan pemangkasan. Di Indonesia, BI baru memangkas 25 basis poin sehingga terdapat ruang penurunan suku bunga acuan di Tanah Air. 

"Indonesia belum potong [BI Rate]. Plus ada urgency untuk mengejar pertumbuhan ekonomi," ujarnya kepada Bisnis, Selasa (19/11/2024).

Kepala Ekonom PT Bank Central Asia Tbk. (BBCA) David E. Sumual juga melihat sinyal pemangkasan dari tekanan deflasioner cukup kuat menyebabkan ekonomi relatif stagnan. Tercatat terjadi deflasi terutama untuk inflasi inti yang mencerminkan lemahnya daya beli.

Sama halnya dengan Hosianna dan Fakhrul, David menilai rupiah relatif cukup kondusif dan masih sedikit terlalu kuat secara fundamental dibanding mata uang negara berkembang lainnya. 

Berbeda dari tiga ekonom sebelumnya, Kepala Ekonom PT Bank Mandiri Tbk. (BMRI) Andry Asmoro memproyeksikan Bank Indonesia akan menahan suku bunga acuan atau BI Rate tetap di angka 6% demi menjaga stabilitas nilai tukar.

Terlebih, arah kebijakan Amerika Serikat (AS)—usai terpilihnya Donald Trump menjadi presiden pengganti Joe Biden—penuh ketidakpastian.

“BI Rate flat karena tekanan terhadap rupiah dan ketidakpastian arah kebijakan AS dapat menimbulkan inflasi AS dan mendorong penguatan dolar AS,” ujarnya kepada Bisnis, Selasa (19/11/2024).

Senada, Ekonom Bahana Sekuritas Putera Satria Sambijantoro melihat Bank Indonesia (BI) akan mempertimbangkan perkembangan nilai tukar rupiah terhadap keputusan BI Rate. 

Pasalnya, rupiah pada pekan lalu mendekati level resisten Rp16.000 hingga Rp16.100 per dolar AS. Alhasil, BI melakukan intervensi besar-besaran untuk memperlambat tekanan depresiasi.

"Pandangan kami, Bank Indonesia akan mempertahankan suku bunga acuannya tidak berubah di 6%. Survei ekonom saat ini menunjukkan 30% kemungkinan penurunan suku bunga sebesar 25 bps pada minggu ini," ujarnya, Selasa (19/11/2024).

Satria melihat apabila BI melakukan pemotongan suku bunga pekan ini, hal tersebut dapat memperbaharui tekanan depresiasi yang akan membuat langkah BI di pasar valas minggu lalu menjadi tidak efektif.

Berdasarkan catatan Bisnis, rupiah sempat dibuka melemah ke level Rp15.931,5 per dolar AS pada Jumat pekan lalu. Meski demikian, pada pekan ini rupiah mulai menunjukkan penguatan.

Bank Indonesia masih akan membahas berbagai pertimbangan tersebut dalam RDG yang berlangsung kemarin dan hari ini (19—20 November 2024), sebelum mengumumkan keputusannya pada pukul 14.00 WIB. 

Akankah dipangkas demi pertumbuhan ekonomi, atau ditahan demi rupiah yang stabil? 

Sumber Bloomberg

Sumber