PT DKI Jakarta Perberat Hukuman Hakim Agung Gazalba Saleh Jadi 12 Tahun Bui

PT DKI Jakarta Perberat Hukuman Hakim Agung Gazalba Saleh Jadi 12 Tahun Bui

JAKARTA, KOMPAS.com - Pengadilan Tinggi (PT) DKI Jakarta memperberat hukuman hakim agung nonaktif Gazalba Saleh dari 10 tahun menjadi 12 tahun penjara dalam kasus gratifikasi terkait putusan perkara kasasi di Mahkamah Agung (MA).

Selain pidana badan yang diperberat, pidana denda yang harus dibayar Gazalba juga bertambah dari Rp 400 juta menjadi Rp 500 juta.

“Menjatuhkan pidana kepada terdakwa Gazalba Saleh oleh karena itu dengan pidana penjara selama 12 tahun dan denda sejumlah Rp 500.000.000,” kata Ketua Majelis Hakim PT DKI Jakarta, Teguh Harianto, dalam putusannya sebagaimana dikutip, Kamis (26/12/2024).

Hakim Teguh menyatakan, jika hukuman denda itu tidak dibayar, maka akan diganti dengan pidana kurungan 4 bulan.

Selain itu, berbeda dengan pengadilan tingkat pertama, PT DKI Jakarta juga menjatuhkan pidana tambahan berupa uang pengganti sebesar Rp 500 juta.

Gazalba harus membayar uang pengganti itu paling lama satu bulan setelah terbit putusan pengadilan berkekuatan hukum tetap.

Jika tidak dibayar, maka harta bendanya akan dirampas untuk menutupi uang pengganti tersebut.

“Dalam hal terpidana tidak mempunyai harta benda yang mencukupi untuk membayar kekurangan uang pengganti, maka dipidana dengan pidana penjara selama 2 tahun,” tutur hakim Teguh.

Dalam putusannya itu, PT DKI Jakarta menyatakan Gazalba terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana korupsi dan tindak pidana pencucian uang sebagaimana dakwaan kumulatif pertama dan kumulatif kedua.

Tidak hanya itu, hakim bahkan menyatakan pemberian uang dari pengacara asal Surabaya, Ahmad Riyadh, kepada Gazalba harus dianggap sebagai suap, bukan gratifikasi.

Sebab, gratifikasi itu diterima berkaitan dengan kewajiban dan tugasnya dan berlawanan dengan kewajibannya sebagai Hakim Agung.

“Sehingga dapat dikenakan pidana tambahan berupa pembayaran uang pengganti sebagaimana dimaksud Pasal 18 ayat (2) Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi,” tutur Hakim Teguh.

Sumber