Puluhan Hektare Mangrove Tergusur Proyek Tol Semarang-Demak, Ekosistem Laut dan Nelayan Terancam
SEMARANG, KOMPAS.com- Hutan mangrove atau bakau seluas 46 hektare tergusur proyek strategis nasional jalan tol Semarang-Demak Seksi 1.
Akibatnya, ekosistem pesisir laut dan mata pencaharian nelayan sekitar kini dalam ancaman.
Pantauan Kompas.com pada Selasa (14/1/2025) sore, proyek sepanjang 10,64 kilometer itu berdampak langsung pada 16 hektare lahan mangrove yang beririsan dengan titik proyek tol.
Sedangkan 30 hektare lainnya terdampak secara tidak langsung dan terancam mati dalam waktu dekat.
Lahan itu berada di kawasan pesisir yang nantinya dibentengi tol, sehingga air laut tak dapat menghidupi hutan mangrove tersebut.
Menteri Lingkungan Hidup Hanif Faisol Nurofiq mengatakan, akan mengganti seluruh area hutan mangrove yang terletak di Kelurahan Trimulyo, Kota Semarang, Jawa Tengah.
"Kalau memang itu (terdampak) ya kita harus konversi itu. Nanti kita cek dulu, kalau mangrove tidak boleh ditebang itu, kita harus mengkompensasi karena simpanan karbo cukup tinggi," ujar Hanif saat kunjungan ke Semarang, Kamis (26/12/2024) lalu.
Namun timnya telah mengecek lahan pengganti di Sidogemah di Demak dan Tanjungmas di Semarang.
KOMPAS.COM/Titis Anis Fauziyah Aktivitas pembangunan proyek jalan tol Semarang-Demak seksi 1 yang mengorbankan puluhan hektare mangrove di Kecamatan Trimulyo, Semarang, Sabtu (11/1/2025).
Kepala Dinas Lingkungan Hidup dan Kehutana (DLHK) Jawa Tengah, Widi Hartanto menyampaikan pengelola jalan tol tersebut sudah berkomitmen melakukan penanaman mangrove untuk mengganti puluhan hektare area tergusur.
"Sudah ada komitmen saat pembahasan Analisis Dampak Lingkungan (AMDAL) bahkan sudah ditindaklanjuti mencari lokasi lain untuk ditanami oleh pengelola jalan tol. Nanti kita dampingi dari LH dan cabang dinas kami di wilayah Demak," tutur Widi saat dikonfirmasi, Selasa (14/1/2025).
DLHK Jateng menyiapkan lahan pengganti seluas 46 hektare yang tersebar di sekitar proyek tol laut.
Di antaranya Sidogemah 8 hektare, Kalimati 7 hektare, Terboyo Kulon 20 hektare, dan sisanya 11 hektare lahan masih dicari. Dia mengatakan lokasi tersebut masih indikatif.
Widi menegaskan, DLHK Jateng akan mendampingi proses penanaman mangrove di lokasi lahan pengganti. Dia juga akan melibatkan para penyuluh lingkungan untuk turun memantau perkembangan bibit mangrove yang ditanam.
KOMPAS.COM/Titis Anis Fauziyah Puluhan lahan mangrove yang terdampak proyek jalan tol Semarang-Demak di Kecamatan Trimulyo, Semarang, Selasa (14/1/2025).
"Kami ada penyuluh-penyuluh di setiap wilayah. Tetap kami kawal sampai jadi. Saya kira satu tahun sudah kelihatan mulai tumbuh," ucap dia.
Untuk menegakkan pengawasan, dia mengaku siap memberikan sanksi terhadap pengelola jalan tol bila mereka tidak menjalankan rehabilitasi mangrove sesuai rencana.
"Teguran, saksi administratif, kami bisa berikan itu kalau (penggantian mangrove) tidak dilakukan (sesuai perjanjian)," tandas dia.
Untuk diketahui, proyek tol laut Semarang-Demak telah berjalan sejak 2022 dan ditargetkan rampung pada 2027.
Proyek itu terbagi dalam tiga paket yang dikerjakan secara gotong royong oleh sejumlah perusahaan konstruksi.
Pemerintah menyebut manfaat lingkungan dari proyek tol sekaligus giant sea wall ini mampu mengatasi banjir dan rob tahunan di kawasan pesisir seperti Kaligawe, Genuk, Sayung dan Kawasan Industri Terboyo.
Sampai sekarang, total 85 persen lahan yang terdampak proyek itu telah dibebaskan. Kini pengelola jalan tol hanya tinggal menyelesaikan sisa pembebasan lahan.
Pakar Lingkungan Universitas Sultan Agung (Unissula) Semarang, Mila Karmila menilai pembebasan hutan mangrove relatif mudah karena lahan dimiliki pemerintah.
"Lahan mangrove itu bukan milik warga sehingga pemerintah bisa melakukan pembebasan. Tapi yang harus dipikirkan, dampak ke depannya itu juga akan sangat mengganggu ekosistem laut yang ada di kawasan tersebut," ungkap Mila.
Menurutnya pemerintah harus lebih mempertimbangkan relokasi hutan mangrove dalam proyek tol tersebut.
KOMPAS.COM/Titis Anis Fauziyah Aktivitas pembangunan proyek jalan tol Semarang-Demak seksi 1 yang mengorbankan puluhan hektare mangrove di Kecamatan Trimulyo, Semarang, Sabtu (11/1/2025).
Apalagi perlu puluhan tahun untuk merawat bibit mangrove untuk mampu menjadi penyokong ekosistem laut.
"Karena kalau kita bicara tentang mangrove, itu kita bicara juga terkait ekosistemnya itu sendiri, kalau ekosistemnya tidak sesuai ya pasti mahluknya enggak bisa tumbuh," tutur dia.
Dia mengatakan, hutan mangrove tidak hanya sebagai penahan abrasi dan tsunami. Namun menjadi tempat berkembang biak aneka biota laut dan tempat hidup aneka flora dan fauna.
Dengan hilangnya hutan mangrove, maka terjadi perubahan ekosistem yang mengancam populasi ikan dan juga mata pencaharian para nelayan di kawasan tersebut.
"Akan terjadi penurunan populasi ikan. Kita ketahui mangrove itu menjadi tempat pemijahan udang, kepiting bahkan bibit-bibit bandeng. Sehingga hilangnya mangrove mengurangi tempat pemijahan ikan, udang dan kerang," lanjut dia
Kemudian, berkurangnya populasi ikan dan biota laut itu dinilai memicu gangguan pada mata rantai makanan.
"Mengurangi produktivitas dari perairan tersebut karena hilangnya populasi ikan juga berdampak pada nelayan," imbuh dia.
Tak kalah penting, pembabatan mangrove itu berarti menghilangkan fungsi hutan mangrove yang mampu menyerap emisi karbon lebih besar dari hutan hujan.
Hal ini tentu bertentangan dengan komitmen Indonesia untuk mencapai nol emisi karbon pada 2060 mendatang.
Merespon relokasi mangrove di proyek tol, Manajer Advokasi dan Kampanye Wahana Lingkungan Hidup (Walhi) Jawa Tengah, Iqbal Alma senada dengan Mila Karmila.
"Di Demak, penanaman bakau untuk bisa setinggi 8 meter butuh 30 tahun. Maka kita bisa menghitung berapa lama akhirnya mangroveitu dapat berfungsi secara ekosistem bagi warga sekitar," ujar Iqbal.
Kendati pemerintah berjanji akan merelokasi mangrove itu, tapi lokasi pemindahan lahan dinilai tetap merugikan warga setempat yang kehilangan hutan mangrove.
"Merelokasi mangrove sama saja merelolasi sumber penghidupan warga. Lalu bagaimana warga yang selama ini berpenghidupan dari adanya ekosistem magrove? Itu harus disoroti oleh pemerintah, karena sampai sekarang saya lihat hal itu belum pernah dilakukan," imbuh dia.
Lebih jauh, dia menilai pengadaan proyek tol tanggul laut itu sebagai solusi palsu mengatasi banjir rob di Kota Semarang dan Kabupaten Demak.
Apalagi lokasi proyek sebagian besar terletak di Kawasan Industri Terboyo.
Sehingga pembabatan mangrove disebut merusak ekosistem laut dan menghilangkan mata pencaharian nelayan.
Sementara proyek tol laut disebut untuk melindungi dan mengembangkan kawasan industri di pesisir Semarang itu.
"Sehingga ya kita bisa memotong klaim bahwa tol tanggul laut itu dibangun untuk melindungi masyarakat dari hantaman gelombang. Apalagi kita lihat pemanfaatan dan rencana penggunaan lahan di wilayah yang berada di dalam tanggul laut itu memang dominan itu adalah industri," beber dia.
Dengan demikian, proyek tol akan membentengi masuknya air laut ke kawasan industri dan lahan kering dapat digunakan untuk perluasan aktivitas industri.
"Semakin banyak industri di situ, semakin land subsidence atau penurunan muka tanahnya gede," sambung dia.
Lebih lanjut, dia menyoroti kegagalan pemerintah dalam mitigasi perubahan iklim dengan solusi yang tidak ramah lingkungan. Terlebih beberapa tahun terakhir terjadi tanggul jebol yang menjadi bencana bagi warga Semarang.
"Padahal tanggul ini punya track record jelek. Di 2022 kawasan Tanjung Emas dan Pantai Marina tanggul jebol, pelabuhan mati total bahkan perumahan di Marina juga beberapa hari tenggelam. Di Jakarta ini berkali-kali tanggul jebol, apakah itu tidak menjadi pertimbangan?" tandas Iqbal.