Ragam Kasus Viral Polri: Mulai dari Parcok hingga Penembakan Warga Sipil

Ragam Kasus Viral Polri: Mulai dari Parcok hingga Penembakan Warga Sipil

JAKARTA, KOMPAS.com - Sejumlah kasus yang melibatkan oknum Polri masih terjadi sepanjang tahun 2024.

Beberapa kasus bahkan viral di media sosial hingga akhirnya mendapat perhatian besar dari publik.

Berikut beberapa kasus di antaranya

Enam perwira polisi yang sebelumnya disanksi karena terlibat dalam kasus Ferdy Sambo kini naik jabatan dan menduduki posisi strategis.

Kombes Budhi Herdi Susianto, misalnya, mantan Kapolres Jakarta Selatan ini kini menjabat sebagai Karowatpres, jabatan setingkat bintang satu.

Pengangkatan ini tertuang dalam Surat Telegram Kapolri nomor ST/2517/XI/KEP/2024 tertanggal 11 November 2024 yang ditandatangani Asisten SDM Polri Irjen Dedi Prasetyo.

Ketika menjabat Kapolres Jakarta Selatan, Budhi sempat menyebut kejadian tewasnya Brigadir J karena tembak-tembakan. Namun dari hasil penyidikan, peristiwa itu direkayasa.

Budhi pun disanksi demosi dan penempatan khusus (patsus).

Selanjutnya, Kompol Chuck Putranto, yang sebelumnya menjabat Kasubbagaudit Baggak Etika Rowabprof Divpropam Polri.

Saat ini, Chuck naik pangkat menjadi Ajun Komisaris Besar Polisi (AKBP) dan ditempatkan sebagai Pamen Polda Metro Jaya sesuai Surat Telegram Kapolri nomor ST/1628/VIII/KEP/2024 tertanggal 1 Agustus 2024.

Sebelumnya, ia dihukum demosi satu tahun dan divonis satu tahun penjara oleh PN Jakarta Selatan.

Berikutnya, Kombes Susanto, mantan Kepala Bagian Penegakan Hukum Provost Div Propam Polri, juga termasuk dalam daftar.

Susanto menjalani sanksi demosi tiga tahun dan masa patsus.

Sejak 2023, ia kembali bertugas sebagai Penyidik Tindak Pidana Madya Tk. II di Bareskrim Polri, sesuai surat telegram nomor ST/2750/XII/KEP/2023.

AKBP Handik Zusen, eks Kasubdit Resmob Ditreskrimsus Polda Metro Jaya, mengalami demosi dan patsus akibat kasus yang sama.

Sejak 2023, ia menjabat Kasubbag Opsnal Dittipidum Bareskrim Polri.

Kombes Murbani Budi Pitono, mantan Kabag Renmin Divpropam Polri, juga mendapat sanksi demosi satu tahun.

Ia kini menjabat Irbidjemen SDM II Itwil III Itwasum Polri.

Kombes Denny Setia Nugraha Nasution, yang sebelumnya dicopot dari jabatan Sesro Panimal Propam Polri, kini menduduki posisi Kabagjianling Rojianstra SOPS Polri.

Kenaikan jabatan ini menuai protes dari sejumlah kalangan, mulai dari IPW hingga Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI).

Ketua Indonesia Police Watch (IPW) Sugeng Teguh Santoso meminta Polri menjelaskan alasan kenaikan pangkat perwira yang dicopot karena kasus pembunuhan Brigadir J.

Sugeng menyatakan, klarifikasi ini penting karena banyak anggota Polri yang tidak pernah tersandung masalah etik tetapi tidak kunjung naik pangkat.

"Alasan mereka naik pangkat harus dijelaskan, karena ada anggota Polri lain yang tidak melakukan kesalahan tetapi tidak mendapat promosi," kata Sugeng kepada Kompas.com, Selasa (3/12/2024).

Sugeng menuturkan, keputusan Polri yang memberikan kenaikan pangkat kepada perwira bermasalah dapat menimbulkan diskriminasi.

"Jika tidak bisa dijelaskan kepada publik, kepercayaan publik kepada Polri bisa turun," katanya.

YLBHI juga menyayangkan langkah Polri yang menaikkan pangkat sejumlah anggota terlibat dalam kasus pembunuhan berencana oleh Ferdy Sambo.

Wakil Ketua YLBHI Bidang Advokasi Arif Maulana menilai tindakan tersebut mencerminkan adanya impunitas di tubuh Polri.

“Enam pejabat kepolisian yang terlibat dalam kasus Sambo justru naik pangkat. Ini menunjukkan impunitas di institusi kepolisian,” ujar Arif dalam konferensi pers daring yang disiarkan di YouTube Yayasan LBH Indonesia, Minggu (8/12/2024).

Arif menekankan pentingnya reformasi di Polri dan perlunya membongkar praktik impunitas di Korps Bhayangkara.

YLBHI mendesak Presiden dan DPR memastikan kasus yang melibatkan anggota polisi sebagai pelaku tidak hanya dituntaskan tetapi juga tidak terulang.

“Maka penting lembaga pemerintah, khususnya presiden dan DPR, memastikan bukan hanya soal kasus dituntaskan tetapi juga membongkar problem impunitas,” tegasnya.

Kadiv Humas Polri Irjen Sandi Nugroho angkat bicara tentang kenaikan pangkat perwira yang terlibat kasus Ferdy Sambo.

Ia mengungkapkan bahwa hal tersebut merupakan kebijakan pimpinan dalam memberikan reward dan punishment.

“Tentunya itu kebijakan pimpinan berdasarkan rapat Dewan Kepangkatan dan Jabatan Tinggi (Wanjakti),” kata Sandi di Jakarta, Senin (9/12/2024).

Berbeda dengan perwira yang naik jabatan usai terlibat kasus Sambo, Ipda Rudy Soik justru dipecat secara tidak hormat setelah membongkar mafia bahan bakar minyak (BBM) bersubsidi.

Ipda Rudy Soik adalah mantan Kepala Urusan Pembinaan Operasi (KBO) Satuan Reserse dan Kriminal Kepolisian Resor Kupang Kota, Nusa Tenggara Timur (NTT).

Ia dipecat setelah membongkar mafia BBM di Kota Kupang pada 15 Juni 2024.

Rudy bersama tim melakukan operasi penertiban terkait penyalahgunaan BBM bersubsidi.

Mereka menangkap Ahmad, pembeli minyak solar subsidi yang menggunakan barcode nelayan palsu atas nama Law Agwan.

Kepala Bidang Hubungan Masyarakat (Kabid Humas) Polda NTT Ariasandy menjelaskan pemecatan Rudy Soik dilakukan karena dianggap melanggar kode etik yang terkait dengan prosedur penyidikan.

"Ipda Rudy Soik dinyatakan terbukti bersalah dan dijatuhi sanksi," kata dia.

Sidang Kode Etik terhadap Ipda Rudy Soik, menurutnya, dilaksanakan sebagai respons terhadap dugaan pelanggaran. Tujuannya adalah untuk menegakkan disiplin dan integritas di Polri.

Kasus ini mendapat perhatian dari Komisi III DPR RI. Hal ini yang kemudian membuat Polri akan meninjau ulang pemecatan tidak hormat terhadap Rudy Soik.

“Terkait dengan kasus di NTT< kemarin sudah dijelaskan sangat lengkap oleh Kapolda. Tentu saja, Kapolda melaksanakan arahan sesuai dengan ketentuan yang berlaku,” kata Kadiv Humas Polri Irjen Sandi Nugroho kepada wartawan pada Senin (29/10/2024).

Komisi III DPR RI meminta Kapolda NTT meninjau kembali keputusan pemecatan Ipda Rudy Soik.

"Komisi III DPR RI menilai perlu dilakukan evaluasi terkait keputusan Pemberhentian Tidak Dengan Hormat (PTDH) terhadap Rudy Soik," ungkap Wakil Ketua Komisi III DPR RI Sari Yuliati.

Ketua IPW Sugeng Teguh Santoso menilai pemecatan Ipda Rudy Soik sebagai tindakan yang berlebihan.

"Kami menilai pemecatan Ipda Rudy Soik sangatlah berlebihan," kata Sugeng dalam keterangan resmi, Minggu (13/10/2024).

IPW meminta Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo memberi perhatian khusus terkait kasus ini.

Dalam beberapa waktu terakhir, terjadi rentetan kasus penembakan oleh polisi.

Salah satunya adalah kasus Brigadir Anton Kurniawan Stiyanto dari Polrestabes Palangkaraya, Kalimantan Tengah, yang menembak mati seorang sopir ekspedisi, Budiman Arisandi, pada Rabu (27/11/2024).

Jenazah korban ditemukan di kebun sawit di Kecamatan Katingan Hilir, Kabupaten Katingan, Kalimantan Tengah, pada Jumat (6/12/2024).

Insiden penembakan lainnya terjadi kepada Kepala Satuan Reserse Kriminal Polres Solok Selatan, Ajun Komisaris Ryanto Ulil Anshar, yang meninggal setelah ditembak oleh Ajun Komisaris Dadang Iskandar pada Jumat (22/11/2024).

Dadang mengaku menembak rekannya karena menangkap pelaku tambang ilegal.

Kejadian ini juga terkait dengan praktik beking tambang ilegal yang melibatkan aparat kepolisian.

Pada Minggu (24/11/2024), anggota Polrestabes Semarang, Jawa Tengah, Aipda Robiq, menembak mati seorang anak bernama Gamma Rizkynata Oktafandy (16), yang diduga terlibat tawuran.

Belakangan, diketahui bahwa penembakan itu dilakukan bukan karena korban ikut tawuran, melainkan memepet pelaku di jalan.

Kapolri Jenderal Pol Listyo Sigit menegaskan akan memberikan sanksi etik dan pidana kepada polisi yang melanggar hukum.

"Saya minta untuk seluruh jajaran melakukan pemantauan dan evaluasi yang lebih ketat, sehingga pelanggaran bisa berkurang. Namun bila ada yang melanggar, tindak tegas," tegasnya.

Tuduhan keterlibatan oknum polisi dalam Pilkada serentak 2024 masih menjadi polemik.

PDI-P mengeklaim telah mengantongi bukti keterlibatan oknum polisi dalam Pilkada di beberapa daerah seperti Banten, Sumatera Utara, Jawa Tengah, dan Sulawesi Utara.

Sekretaris Jenderal PDI-P Hasto Kristiyanto mengatakan, partainya telah membentuk tim khusus untuk mempersoalkan anomali yang terjadi di daerah tersebut.

PDI-P berencana mendaftarkan temuan-temuan tersebut dalam gugatannya ke MK pada 15 Desember 2024, tiga hari setelah penetapan hasil Pilkada Serentak 2024.

Kapolri Jenderal Pol Listyo Sigit Prabowo enggan menanggapi isu keterlibatan aparat kepolisian dalam kerja pemenangan pasangan calon tertentu.

"Tanya partailah, saya kan bukan dari partai," kata Listyo sambil tersenyum kepada awak media.

Sejumlah pihak beranggapan istilah "partai coklat," seharusnya menjadi pengingat bagi Polri untuk menjaga netralitas.

“Polisi wajib netral dan tidak boleh ada kata lain selain netral di dalam pemilu,” kata Ketua Indonesia Police Watch Sugeng Teguh Santoso.

Sugeng menilai pernyataan Hasto merupakan kritik terhadap institusi Polri.

Sementara itu, Wakil Ketua Umum Partai Kebangkitan Bangsa Jazilul Fawaid meminta Polri mengoreksi diri setelah munculnya dugaan pengarahan aparat pada pemilu.

Jazilul mengakui tidak menemukan bukti konkret soal tudingan keterlibatan Polri dalam pemilu, tetapi mendengar isu terkait hal ini.

Kekesalan PDI-P atas dugaan pengerahan oknum aparat Polri ini melebar ke usulan untuk mengembalikan Polri di bawah TNI seperti masa Orde Baru.

Namun, usulan ini banyak ditentang oleh berbagai pihak.

Sumber