Rangkuman Kinerja APBN 2024: Defisit Terjaga, Pajak Tak Capai Target

Rangkuman Kinerja APBN 2024: Defisit Terjaga, Pajak Tak Capai Target

Bisnis.com, JAKARTA — Kementerian Keuangan telah mengumumkan kinerja APBN 2024. Terdapat sejumlah fakta seperti defisit APBN yang terjaga hingga penerimaan pajak yang tidak mencapai target asumsi awal.

Pengumuman tersebut disampaikan oleh Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati beserta jajarannya dalam Konferensi Pers APBN 2024 di Kantor Kementerian Keuangan (Kemenkeu), Jakarta Pusat pada Senin (6/1/2025).

Data-data penting keuangan negara dari awal Januari hingga akhir Desember 2024 terungkap. Sri Mulyani melaporkan realisasi pendapatan negara seperti penerimaan pajak, bea cukai, hingga penerimaan tingkat daerah.

Bendahara negara tersebut turut melaporkan belanja negara yang sudah terealisasi, seperti belanja pemerintah pusat untuk berbagai subsidi hingga belanja pemerintah daerah untuk pelaksanaan Pilkada Serentak 2024.

Di tengah berbagai belanja itu, rupanya defisit APBN masih sesuai target dan di bawah batas maksimal 3%. Sempat terdapat risiko pelebaran defisit mendekati batas maksimal, tetapi risikonya mereda pada paruh kedua tahun lalu.

Seperti apa realisasinya? Berikut rangkuman kinerja APBN 2024 yang telah dihimpun Bisnis.

Sri Mulyani menjelaskan bahwa defisit APBN sepanjang 2024 mencapai Rp507,8 triliun atau setara 2,29% terhadap produk domestik bruto (PDB).

Defisit itu melebar dari capaian tahun sebelumnya atau 2023 yaitu Rp347,6 triliun atau 1,65% terhadap PDB. Sejak awal, defisit APBN 2024 memang didesain 2,29% terhadap PDB.

Pemerintah bahkan sempat memperkirakan bahwa defisit APBN 2024 akan melebar hingga 2,7% atau setara Rp609,7 triliun, karena kondisi makroekonomi semester I/2024 yang begitu berat karena tekanan harga pangan akibat El Niño, tingginya harga minyak, hingga perlambatan ekonomi China.

"Betapa kita melihat tadi, 2,29% desain awal, memburuk ke 2,7%, dan kita mengembalikan lagi pada kondisi yang baik, yaitu APBN [2024] dijaga defisitnya di 2,29%," ujar Sri Mulyani.

Secara keseluruhan, Kemenkeu membukukan realisasi belanja negara mencapai Rp3.350,3 triliun selama 2024. Sementara itu, pendapatan negara mencapai Rp2.842,5 triliun selama 2024.

Sri Mulyani turut mengumumkan outlook pertumbuhan ekonomi 2024 mencapai 5% (year on year/YoY) atau lebih rendah dari asumsi APBN sebesar 5,2%.

Dia merincikan pertumbuhan ekonomi pada kuartal I /2024 mencapai 5,11%, kuartal II/2024 mencapai 5,05%, kuartal III mencapai 4,95%, dan kuartal IV diestimasikan ada di sekitar 5%.

"Sehingga untuk keseluruhan tahun, growth [pertumbuhan] kita perkirakan masih di 5%," ungkapnya.

Realisasi nilai tukar rupiah juga membengkak dari asumsi APBN 2024. Menurut bendahara negara, tekanan terhadap kurs rupiah diakibatkan oleh faktor global seperti penahanan suku bunga The Fed atau Fed Fund Rate dan penguatan dolar Amerika Serikat (AS) sehingga menyebabkan arus modal asing keluar dari pasar keuangan Indonesia.

"Nilai tukar mengalami deviasi dari yang tadi kita asumsikan Rp15.000 per dolar AS, realisasinya di Rp16.162 per dolar AS," jelasnya.

Lebih lanjut, Sri Mulyani mengungkapkan kabar baik datang dari inflasi. Dalam APBN 2024 diasumsikan inflasi mencapai 2,8% (YoY), ternyata realisasinya lebih rendah yaitu 1,57% (YoY).

Kabar baik datang dari inflasi. Dalam APBN 2024 diasumsikan inflasi mencapai 2,8% (YoY), ternyata realisasinya lebih rendah yaitu 1,57% (YoY).

Sementara, yield surat berharga negara 10 tahun yang diasumsikan 6,7% dalam APBN 2024, realisasinya lebih tinggi yaitu 7%. Meski lebih tinggi, Sri Mulyani meyakini pembiayaan tetap aman dan terkendali.

Asumsi dasar lain yaitu lifting minyak, yang awalnya dalam APBN 2024 ditargetkan 635.000 BPH, realisasinya masih 571.700 BPH per November 2024. Begitu juga lifting gas yang dalam APBN 2024 ditargetkan 1.033 ribu BSMPH, tetapi realisasinya masih 973.000 BSMPH per November 2024.

Kemenkeu membukukan pendapatan negara mencapai Rp2.842,5 triliun selama 2024. Realisasi tersebut setara 101,4% dari asumsi APBN 2024 dan outlook Laporan Semester I/2024 yaitu sebesar Rp2.802,5 triliun.

Sri Mulyani merincikan jika dibandingkan dengan pendapatan negara 2023 sebesar Rp2.783,9 triliun maka realisasi 2024 tumbuh sebesar 2,1%.

Dia menjelaskan pendapatan negara tersebut berasal dari tiga sumber. Pertama, penerimaan perpajakan yang terdiri dari penerimaan pajak serta kepabeanan dan cukai.

Untuk realisasi penerimaan pajak mencapai Rp1.932,4 triliun atau hanya mencapai 97,2% dari asumsi APBN 2024 sebesar Rp1.988,9 triliun. Begitu juga dengan realisasi kepabeanan dan cukai mencapai Rp300,2 triliun atau hanya mencapai 93,5% dari asumsi APBN 2024 sebesar Rp321 triliun.

Kedua, realisasi penerimaan negara bukan pajak (PNBP) yang mencapai Rp579,5 triliun atau setara 117,8% dari asumsi APBN 2024 sebesar Rp492 triliun. Ketiga, realisasi hibah yang mencapai Rp34,9 triliun atau setara 7.033,5% dari asumsi APBN 2024 sebesar Rp0,4 triliun.

Artinya, pendapatan negara bisa mencapai asumsi APBN 2024 karena realisasi PNBP dan hibah yang melebihi target. Sementara itu, meski penerimaan perpajakan memberi kontribusi terbesar, tetapi tidak mencapai target asumsi APBN 2024.

"Jadi, ini tiga pendapatan negara kita dalam situasi yang begitu rentang, begitu tidak pasti tekanan bertubi-tubi masih terjaga," kata Sri Mulyani.

Sumber