Rebalancing Indeks BEI: Saham Adaro Minerals (ADMR) Masuk LQ45
Bisnis.com, JAKARTA — Saham emiten afiliasi Garibaldi Thohir, PT Adaro Minerals Indonesia Tbk. (ADMR) masuk ke dalam jajaran konstituen indeks bergengsi LQ45 periode 01 November 2024—31 Januari 2025 berdasarkan hasil evaluasi Bursa Efek Indonesia (BEI) periode Oktober 2024.
Di lantai bursa, saham ADMR parkir di level Rp1.400 per saham hingga Jumat (25/10/2024). Saham ADMR sudah naik 6,46% dalam 3 bulan atau 2,94% secara year-to-date.
Harga saham ADMR tersebut mencerminkan rasio price to earnings (PER) 7,01 kali dan price to book value (PBV) sebesar 2,85 kali. Adapun, kapitalisasi pasar Adaro Minerals mencapai Rp57,24 triliun.
Seperti diberitakan Bisnis, angin segar dari China kembali berhembus untuk emiten pertambangan batu bara metalurgi PT Adaro Minerals Indonesia Tbk. (ADMR).
China masih menjadi salah satu tujuan ekspor batu bara metalurgi Adaro Minerals. Untuk periode semester I/2024, negeri panda menempati posisi ketiga kontributor penjualan luar negeri ADMR dengan 11%.
Kontribusi pasar China bagi Adaro Minerals terbilang besar. Tercatat, pengapalan batu bara metalurgi ke negara itu berkontribusi 31% terhadap total penjualan ADMR periode 2023.
Sebagaimana diketahui, batu bara metalurgi merupakan salah satu bahan baku utama untuk memproduksi baja. Permintaan komoditas baja dari China dilaporkan masih tinggi pada periode berjalan 2024.
JP Morgan baru-baru ini menegaskan Adaro Minerals Indonesia (ADMR) masih menjadi pilihan utama di sektor batu bara Indonesia.
Prospek harga batu bara metalurgi, valuasi ADMR dan volume produksi perseroan menjadi sederet faktor yang membuat salah satu lembaga keuangan tertua di dunia itu menyematkan peringkat positif kepada anak usaha PT Adaro Energy Indonesia Tbk. (ADRO) tersebut.
JP Morgan menyatakan bahwa pihaknya memberikan peringkat overweight kepada ADMR dengan target harga Rp1.750 untuk periode hingga Desember 2025.
Setidaknya ada tiga faktor yang mendukung peringkat yang disematkan kepada ADMR oleh tiga analis JP Morgan yang menyusun riset tersebut yakni Arnanto Januri, Henry Wibowo dan Sumedh Samant.
Pertama, prospek positif harga batu bara metalurgi. Hal ini didorong oleh permintaan yang kuat dari India dan China, sedangkan pasokan dari Australia terbatas.
Kedua, valuasi ADMR yang didukung oleh potensi penambangan batu bara dan monetisasi cadangan dua aset (Lampunut dan Haju) serta aset peleburan aluminiumnya.
“Valuasi yang menarik pada P/E 7-8 kali, di mana kesenjangan valuasi telah menyempit relatif terhadap nama-nama batu bara termal,” tulis analis JP Morgan dalam riset tersebut, seperti dilansir Bloomberg.
Ketiga, pertumbuhan volume produksi batu bara metalurgi yang kuat dengan pertumbuhan majemuk tahunan (CAGR) sejak 2022 hingga 2026 diestimasikan mencapai kisaran 18%. Potensi diyakini mendukung pertumbuhan EBITDA ADMR melalui proyek peleburan aluminium. Untuk diketahui, stimulus jumbo yang diterbitkan People Bank of China (PBoC) pada 24 September 2024 berimpak pada harga batu bara metalurgi.
Lewat riset yang dipublikasikan pada September 2024, Analis Sinarmas Sekuritas Axel Leonardo mempertahankan rekomendasi beli untuk saham ADMR dengan target harga Rp1.800.
“Mempertahankan rekomendasi beli sejalan dengan pertumbuhan operasional yang kuat,” ujarnya dalam riset yang dikutip, Kamis (26/9/2024).
Axel menggarisbawahi hasil kinerja keuangan Adaro Minerals Indonesia periode 2024 masih akan sangat bergantung kepada performa batu bara metalurgi. Pasalnya, smelter aluminium baru akan beroperasi tahun depan.
“Kendati kami memperkirakan penurunan harga batu bara metalurgi global, kami masih memproyeksikan pertumbuhan pendapatan [ADMR], karena peningkatan volume penjualan akan mengompensasi penurunan rata-rata harga jual,” ujarnya.
Sinarmas Sekuritas menggarisbawahi beberapa risiko penurunan dari panggilan yang disematkan yakni harga batu bara metalurgi yang lebih rendah dari ekspektasi, pertumbuhan produksi yang lebih lambat, dan volume penjualan lebih rendah.