Refleksi 18 Tahun Aksi Kamisan di Semarang, Menolak Lupa Brutalitas Aparat

Refleksi 18 Tahun Aksi Kamisan di Semarang, Menolak Lupa Brutalitas Aparat

SEMARANG, KOMPAS.com – Tepat 18 tahun sejak Aksi Kamisan pertama kali digelar, puluhan aktivis kembali turun ke jalan memperjuangkan keadilan atas pelanggaran Hak Asasi Manusia (HAM).

Aksi yang berlangsung di depan Polda Jawa Tengah, Kamis (16/1/2025), diwarnai pakaian serba hitam dan poster-poster bernada protes.

Beberapa poster bertuliskan, "18 Tahun Aksi Kamisan, Kami Sudah Lelah dengan Kekerasan," "No Justice, No Peace, Fuck The Police," dan "24 November 2024 Gamma Dibunuh Polisi."

Koordinator Aksi Kamisan Semarang, Abdul Munif, menyebut 18 tahun ini menjadi momen refleksi penting, mengingat semakin banyaknya kasus pelanggaran HAM yang melibatkan aparat negara.

"Bahwa sebesar apa pun kekuatan yang kita miliki, ternyata brutalitas aparat lebih besar dan bertubi-tubi. Itu membuat kita terus menerus berefleksi apa yang harus bisa kita kerjakan untuk menghilangkan budaya kekerasan yang dilakukan oleh aparat keamanan," ujar Munif.

Munif mencontohkan beberapa kasus seperti penembakan Gamma, pengeroyokan warga Mijen, dan pembunuhan Afif Maulana.

Menurutnya, budaya kekerasan ini seolah dipelihara oleh negara, sebagaimana diungkapkan oleh aktivis Munir Said Thalib.

Meski perjuangan terasa berat, Munif tetap optimis bahwa gerakan Aksi Kamisan, yang banyak didukung oleh anak muda, mampu membawa perubahan.

"Dengan optimisme itu lah kami akan selalu punya power dan tenaga untuk membangun aksi-aksi Kamisan dan konsolidasi masyarakat. Sampai Gamma memperoleh keadilan, hingga bisa membangun reformasi kepolisian," tegas Munif.

Lidwina, salah satu peserta Aksi Kamisan, menyebut bahwa aksi ini sangat berarti, terutama bagi masyarakat yang menjadi korban pelanggaran HAM, seperti ibu-ibu di Wadas, Kendeng, dan Pundenrejo.

"Brutalitas aparat keamanan akan berpengaruh terhadap kepercayaan masyarakat, terutama buruh perempuan. Saya melihat mereka tertekan secara psikologis, tapi itu justru membuat mereka semakin memberontak," kata Wina.

Wina berharap perjuangan Aksi Kamisan dapat didengar oleh negara dan kasus-kasus pelanggaran HAM dapat terselesaikan.

"Miris, karena 18 tahun sudah berjuang terus, capek pasti. Tapi semoga Aksi Kamisan ini tidak sampai puluhan tahun. Kalau sampai puluhan tahun, pelanggaran HAM tidak akan selesai. Jadi semoga tidak panjang umur," pungkasnya.

 

Sumber