Refleksi Setyo Manggala, Menyoal Manusia Silver dan Ketimpangan Pendidikan

Refleksi Setyo Manggala, Menyoal Manusia Silver dan Ketimpangan Pendidikan

Setyo Manggala Utama mengingat kembali karya fotografi yang paling menyentuh hatinya. Dua bocah laki-laki dengan polesan cat silver di seluruh tubuh nampak berpose di pinggir jalan raya, lengkap dengan latar belakang langit senja berwarna jingga. Anak-anak ini adalah ‘manusia silver’, sebuah profesi penghibur yang kerap ditemukan di jalanan.

Karya tentang manusia silver itu tak terlahir dari tangan fotografer tersohor nun jauh di sana. Sang pembidik foto adalah Alfin Mubarok, bocah 11 tahun asal Depok yang merupakan anak didik Setyo di komunitas Lensa Anak Terminal (LAT). Sedangkan model di foto tersebut adalah kawan-kawan Alfin yang juga warga di sekitar Terminal Depok.

"(Foto) ini jadi suatu hal yang sifatnya sangat paradoksial, yang satu mampu belajar mengakses fotografi, sementara temannya yang lain itu harus kemudian menjadi manusia silver," tutur Setyo.

Tiga tahun sudah Setyo menggawangi dan menjalankan komunitas fotografi untuk anak-anak pra sejahtera di sekitar Terminal Depok. Kini, ia telah mengampu kurang lebih 35 anak. Tak hanya itu, Setyo juga sukses menyelenggarakan tiga pameran, dan memproduksi dua buku fotografi hasil karya anak-anak didiknya.

Bagi Setyo, fotografi merupakan jembatan untuk menyadari keadaan sekitar. Inilah yang ingin Setyo tanamkan pada anak-anak didiknya. Tujuannya, agar mereka mampu berpikir kritis dan bisa mengambil keputusan yang lebih baik untuk hidupnya.

"Kita ingin agar anak-anak ini menjadi agen perubahan di masa mendatang. Kita perlu memberikan pemahaman kepada mereka bahwa, mereka itu berada di dalam struktur dan kerap kali struktur itu tidak menguntungkan mereka. Itulah yang kami tanamkan dulu kepada mereka, untuk mengenal apa sih yang kurang di dunia ini, idealisme seperti itu, dan kemudian menanamkan pemikiran kritis kepada mereka," ungkap Setyo.

Sesungguhnya, misi utama Setyo adalah mengkampanyekan pentingnya pendidikan. Sebab, sebelum berdirinya LAT, Setyo melihat bagaimana anak-anak di sekitar Terminal Depok tidak terlalu mengenyam pendidikan. Keadaan ekonomi yang serba mendesak kerap membuat mereka mesti membantu orang tuanya dalam mencari nafkah, hingga pendidikan tak menjadi perhatian utama.

Hal ini menyadarkan Setyo akan ganasnya persoalan akses pendidikan yang timpang. Di belahan daerah lain, anak-anak mengenyam pendidikan dengan mudah dan tak terkendala kewajiban lain. Sedangkan di hadapannya, ia melihat bagaimana anak-anak terdesak keadaan dan harus menyingkirkan haknya mengakses pendidikan. Setyo pun turun tangan, menjadi agen pendidikan yang menjangkau celah-celah masyarakat yang tak terjamah pendidikan formal.

Setyo meyakinkan para orang tua bahwa pendidikan tidak hanya berupa calistung (baca, tulis, hitung, red) saja. Kesenian, dalam hal ini fotografi, juga merupakan salah satu bentuk pendidikan karena sifatnya yang mendorong berpikir kritis dan mengamati keadaan sekitar.

Dengan dukungan yang cukup dan akses pendidikan yang memadai, Setyo yakin, siapa saja bisa berkarya dan membuktikan dirinya sebagai individu yang mampu. Hal ini terbukti, tatkala hasil karya anak-anak didiknya terpajang di berbagai pameran nasional dan internasional. Bonusnya, orang tua sang anak-anak didik pun sadar akan pentingnya pendidikan.

"Alhamdulillah kita berhasil membuktikan, dengan bagaimana kami menampilkan karya anak-anak kami. Kami bersanding dengan karya fotografer-fotografer profesional, yang udah legend. Pada akhirnya, orang tua tuh mengetahui bahwa, ya bagaimanapun anak-anak tetap anak-anak. Mereka harus bisa mengartikulasikan, mengekspresikan, dan kemudian berkreasi, gitu. Yang kemudian dari situ mereka jadi paham bahwa betapa pentingnya pendidikan tersebut," tutur Setyo.

Saat ini, Setyo boleh berbangga. Seluruh anak didiknya sudah aktif bersekolah, baik di sekolah negeri maupun sekolah gratis binaan dermawan. Dalam perjalanannya yang masih jauh dari kata berhenti, Setyo berharap agar anak-anak didiknya tidak lelah menempuh pendidikan. Hal ini semata-mata agar mereka tumbuh menjadi pembimbing bagi generasi mendatang.

Sumber