Rehabilitasi Kawasan Mangrove PIK 2
MEMBACA data spasial citra satelit perekaman Tahun 1990-an, hampir sebagian besar kawasan utara Jakarta didominasi tutupan mangrove dewasa dengan kerapatan tinggi, yang terlihat mulai dari muara Sungai Cisadane hingga muara Sungai Angke.
Mangrove dewasa adalah mangrove yang berusia 10-25 Tahun dengan ketinggian berkisar 3 hingga 10 meter. Sedangkan kerapatan mangrove dikatakan tinggi apabila dalam plot 100 meter persegi terdapat 100 tegakan mangrove, dengan kanopi yang lebat.
Tentu keadaan saat ini berbeda dengan keadaan 15-20 tahun lalu. Urbanisasi di Jakarta tumbuh begitu pesat, menyebabkan terjadinya perubahan tutupan lahan, dari tutupan vegetasi menjadi lahan terbangun, dari ekosistem mangrove menjadi kawasan industri dan permukiman.
Tentu perubahan dari tutupan vegetasi seperti mangrove menjadi lahan terbangun akan memberikan dampak pada ekosistem pesisir.
Dengan adanya reklamasi, pembangunan infastruktur, talud, dan berbagai bentuk struktur beton menyebabkan pola arus berubah.
Arus susur pantai (longshore current) mengalami perubahan, menghantam pantai dengan lebih masif dan intensif yang mengakibatkan terjadinya proses erosi dan abrasi.
Garis pantai yang dulunya sudah mencapai keseimbangan alami (equilibrium) akan mengalami dinamika kembali dan dipaksa mencari keseimbangan barunya. Garis pantai menjadi mundur.
Terjadinya dinamika kawasan pesisir ini menyebabkan ekosistem mangrove menjadi rentan, di mana sebagian ekosistem mangrove tidak dapat bertahan karena arus dan gempuran gelombang yang semakin masif.
Terlebih kita melihat bahwa sebagian ekosistem mangrove dihilangkan sebagai konsekuensi dari pemenuhan kebutuhan lahan.
Beberapa waktu lalu, diberitakan bahwa luasan mangrove di kawasan PIK 2 dan sekitarnya telah berkurang dari 1700 hektare menjadi hanya sekitar 91 hektare.
Saat ini sedang akan diupayakan untuk melakukan restorasi dan rehabilitasi untuk menambah kawasan mangrove menjadi lebih kurang 500 hektare.
Dari interpetasi visual data spasial citra satelit dan analisis temporal di pesisir utara Jakarta dapat dilihat bahwa luasan mangrove mengalami penurunan, baik kualitas maupun kuantitas.
Ekosistem mangrove di kawasan tersebut ternyata mempunyai tutupan bervariasi, mulai dari kerapatan tinggi, kerapatan sedang, dan kerapatan rendah.
Kawasan dengan kerapatan rendah sangat terlihat jelas di sekitar muara Sungai Cisadane dan beberapa di sekitar kawasan PIK 2.
Sebagian wilayah, seperti di timur muara Sungai Kamal, ekosistem mangrove hanya tumbuh secara seporadis dari alokasi luasan lahan peruntukan mangrove.
Bahkan sebagiannya terlihat pola visual seperti tambak. Sehinggga disinyalir terdapat kegiatan budidaya perikanan di daerah tersebut.
Mengembalikan ekosistem mangrove yang baik secara umum di Jakarta Utara dan secara khusus di kawasan PIK 2 tentu dapat dilakukan dengan berbagai langkah penting.
Pertama, melakukan pencegahan erosi dan abrasi oleh arus pantai yang diakibatkan terganggunya keseimbangan garis pantai.
Pencegahan erosi dan abrasi dapat dilakukan dengan mengedepankan dan memanfaatkan potensi alami yang ada (nature based solution).
Penguatan pantai dapat dilakukan dengan menggunakan mendekatan hybrid engineering method. Metode ini merupakan pendekatan inovatif dengan mengintegrasikan teknik rekayasa buatan (hard engineering) dan pendekatan alami (soft engineering) untuk mendukung pemulihan dan perlindungan ekosistem mangrove.
Metode ini dirancang untuk menciptakan lingkungan stabil agar mangrove dapat tumbuh secara alami, terutama di kawasan yang terdegradasi atau rentan terhadap erosi pantai.
Struktur bambu dan ranting-ranting yang permeabel dapat digunakan untuk menangkap sedimen sebelum penanaman mangrove dilakukan.
Kedua, perlu adanya perencanaan yang baik dalam kurun waktu panjang untuk melakukan perapatan mangrove pada lahan mangrove eksisting dengan tanaman mangrove sejenis.
Ketiga, perlu adanya program multiyears untuk monitoring mangrove dengan memanfaatkan data spasial citra satelit multi temporal. Citra satelit dan foto udara skala detail dapat digunakan untuk membantu monitoring dinamika pesisir.
Keempat, menegakkan peraturan dengan tegas terkait perubahan fungsi lahan agar tidak terjadi pengalihan fungsi tutupan vegetasi menjadi kawasan terbangun yang tidak terkontrol, yang dapat mengurangi fungsi lingkungan hidup dan ekosistem mangrove lestari.
Mangrove mempunyai fungsi vital berupa fungsi penyerapan karbon, fungsi proteksi lingkungan pantai, fungsi ekologi sebagai tempat pemijahan ikan, dan fungsi budidaya untuk ecotourism dan peningkatan perekonomian masyarakat, yang perlu mendapatkan perhatian secara seksama.