Rentetan Kecelakaan, Alarm Pembenahan Tata Kelola Truk
TRUK trailer berisi kardus bekas mengalami gagal pengereman di KM92 tol Cipularang, Senin sore (11/11). Akibatnya, truk tersebut menyebabkan kecelakaan beruntun dengan sedikitnya 18 kendaraan lainnya.
Apakah penyebabnya rem blong atau masalah lain, tim penyidik sedang melakukan penyelidikan termasuk olah TKP pada Selasa (12/11) kemarin.
Namun, jika melihat rekaman dashboard kendaraan yang beredar di media sosial, terlihat truk tersebut melaju di lajur kanan, kondisi jalanan menurun, kondisi cuaca hujan, dan di depan truk terdapat antrean kendaraan.
Truk biru tersebut gagal mengerem sehingga menabrak kendaraan yang mengantre tersebut. Akibatnya, seorang anak penumpang mobil yang ditabraknya meninggal dunia dan puluhan pengendara lain terluka.
Kecelakaan ini menambah deretan panjang kecelakaan yang bermula dari truk. Seminggu lalu, truk tanah melindas kaki seorang anak perempuan di Selembaran, Kabupaten Tangerang.
Kejadian ini menyebabkan amuk massa terhadap truk tanah yang dianggap sudah keterlaluan dampaknya kepada masyarakat sekitar.
Seminggu sebelumnya, empat orang awak TV One meninggal setelah mobilnya ditabrak truk ekspedisi Rosalia Ekspress di tol Transjawa.
Tol Cipularang memiliki riwayat kecelakaan truk yang tidak kalah memilukan. Pada 2 September 2019, dump truk mengalami gagal pengereman sehingga menabrak belasan kendaraan di depannya.
Akibat kecelakaan tersebut, delapan orang meninggal dunia dan puluhan orang lainnya terluka.
Rentetan kecelakaan truk tersebut menunjukkan banyak hal yang harus dibenahi terkait tata kelola truk.
Pihak-pihak terkait mulai operator hingga regulator perlu melakukan evaluasi dan pebaikan. Mereka yang memiliki peran penting supaya kejadian kecelakaan yang dipicu truk bisa, setidaknya, dimimalkan. Poin-poin yang menjadi pemicu terjadinya kecelakaan oleh truk harus ditekan.
Pemilik atau operator truk menjadi salah satu pihak penting untuk menekan pemicu kecelakaan truk. Mereka yang sehari-hari mengurus operasional truknya.
Operator harus memastikan kendaraan maupun sumber daya yang mengoperasikannya layak.
Kendaraan harus dipastikan secara teknis layak untuk beroperasi. Kerusakan teknis pada truk bisa berakibat fatal.
Contoh kasus ketika rem truk tidak berfungsi, apalagi sedang membawa muatan, tentunya kecelakaan menjadi keniscayaan.
Operator juga berperan penting untuk memastikan SDM (pengemudi) yang mengoperasikan truknya layak mengemudi. Baik secara kesehatan, maupun menyangkut legal formal, yakni memiliki SIM sesuai dengan kendaraan yang dibawanya.
Semakin besar dimensi truk dan semakin berat muatannya, maka orang yang mengoperasikan harus benar-benar layak. Jangan sampai kejadian pengemudi truk besar tidak memiliki SIM yang sesuai peruntukannya, atau bahkan tidak memiliki SIM.
Menjadi rahasia umum banyak pengemudi truk trailer yang melintas di Jakarta Utara masih usia anak. Hal ini tentunya rentan menyebabkan kecelakaan.
Selain soal teknis kendaraan dan SDM, operator juga berperan dalam menyeleksi muatan mereka.
Sudah menjadi lingkaran setan dalam dunia logistik bahwa ongkos angkut ditekan sekecil mungkin sehingga muatan yang dibawa truk “dimaksimalkan” hingga jauh melebihi batas muatan.
Situasi ini harus segara dihentikan. Kelebihan muatan tentunya potensial menyebabkan kecelakaan truk.
Sebagai contoh, kecelakaan dump truk di KM 90 pada 2 September 2019, ternyata akibat muatan yang diangkut mencapai 300 persen daya angkut. Seharusnya muatan maksimal 12 ton, tapi saat kecelakaan, truk membawa muatan 37 ton.
Muatan berlebih menyebabkan rem panas sehingga koefisien rem berkurang dan menyebabkan rem licin.
Untuk kasus kecelakaan di KM 92, polisi perlu pula mendalami berat muatan dan daya angkut seharusnya. Apalagi muatan kardus diduga hanya ditutup terpal, tentunya potensial menyebabkan berat muatan bertambah akibat kardus basah terguyur air hujan.
Operator harus memastikan truk dengan kesiapan teknis prima, SDM pengemudi yang layak, serta memastikan muatan sesuai daya angkut untuk menghindari truk terlibat kecelakaan. Operator tidak bisa berlindung di alasan ongkos logistik naik.
Urusan kenaikan ongkos angkut seharusnya menjadi urusan pemerintah untuk mencarikan formula yang tepat. Insentif atau subsidi ke perusahaan truk bisa menjadi solusi agar muatan bisa sesuai batas dan ongkos angkut tidak melambung.
Pengemudi truk perlu memahami kelayakan dan kondisi diri mereka sendiri. Sebaiknya pengemudi kendaraan besar, truk maupun bus memiliki pengalaman mengemudikan kendaraan yang lebih kecil.
Regulasi lalu lintas telah mengatur bahwa untuk memiliki SIM B1 maupun SIM B2 haruslah orang yang sebelumnya memiliki SIM A serta berusia 21 tahun keatas.
Pengalaman bekerja menjadi kernet truk/bus seharusnya bisa menjadi kawah candradimuka seseorang sebelum menjadi pengemudi truk/bus. Namun, saat ini tidak jarang pengemudi truk “melompati tahapan” menjadi sopir kendaraan besar.
Beberapa bulan lalu contohnya, saat truk menabrak beberapa kendaraan di Gardu Tol Halim, Jakarta Timur, yang kemudian diketahui si pengemudi baru berusia 18 tahun.
Fakta truk dikemudikan anak-anak tersebut merupakan satu kasus yang terlihat. Sementara banyak hal serupa yang tidak terungkap ke publik.
Hal ini tentunya perlu menjadi kontrol diri dari setiap orang yang mengemudi. Kita harus tahu batasan kendaraan apa yang bisa kita kemudikan, baik secara usia maupun secara legalitas (SIM).
Jangan hanya karena merasa bisa membawa kendaraan besar lalu berani mengemudikan secara rutin. Risikonya besar, baik untuk orang lain maupun diri sendiri.
Perlunya pengalaman sebelum menjadi pengemudi truk karena mengemudikan truk berbeda dengan mengemudikan kendaraan kecil. Seorang pengemudi truk suka tidak suka harus bisa menjadi load master untuk truk yang dikemudikannya.
Dia harus tahu berat muatannya hingga cara memuatnya. Ini penting karena ketika truk berjalan, tanggungjawab utama ada di tangan pengemudi truk. Salah perhitungan terhadap berat muatan bisa fatal karena pengaruhnya langsung ke titik pengereman.
Cara muat pun perlu diketahui oleh pengemudi yang menjalankan truk. Salah pemuatan barang bisa fatal. Muatan bisa bergeser dan memengaruhi keseimbangan kendaraan.
Lebih fatal lagi jika muatan tersebut terlepas dan menimpa pengguna jalan atau mungkin kru truk sendiri.
Tidak kalah penting adalah peran pemerintah selaku regulator. Pemerintah harus menegakan aturan, terutama terkait batas muatan maupun kesesuaian dimensi.
Batas muatan dan dimensi sebenarnya pelanggaran yang kasat mata, terutama dimensi. Namun, kenyataannya kita sangat mudah menemukan truk yang melebihi batas muatan dan dimensi (ODOL). Artinya ada kemungkinan pembiaran dari petugas di lapangan.
Maka perlu ada peningkatan ketegasan dari petugas di lapangan dalam hal penegakan truk yang terindikasi ODOL.
Jangan ada lagi toleransi terhadap ODOL atau pelanggaran lain yang dilakukan truk, dan tentunya kendaraan jenis lain. Pelanggaran adalah awal dari kecelakaan.
Revitalisasi fungsi jembatan timbang perlu dilakukan. Dibangunnya banyak jaringan tol tentunya mengubah pola perjalanan kendaraan.
Perlu dibangun jembatan timbang di dekat pintu tol. Untuk menekan anggaran, jembatan timbang portable bisa menjadi solusi.
Truk dengan pelanggaran ODOL, dilarang masuk tol. Khususnya tol yang memiliki kontur jalan menanjak/menurun seperti tol Cipularang dan tol Semarang-Solo.
Membangun jembatan timbang di rest area bisa menjadi opsi. Truk wajib masuk jembatan timbang. Pasang kamera tilang elektronik di dekat pintu keluar rest area tersebut. Truk yang tidak masuk rest area otomatis ditilang.
Petugas pada tempat pengujian kendaraan bermotor (tempat keur) juga harus memiliki integritas tinggi. Jangan berkompromi dengan kendaraan tidak layak maupun kelebihan dimensi.
Petugas keur harus ingat, setiap kendaraan tidak layak maupun kelebihan dimensi yang diloloskan keurnya berpotensi menyebabkan kecelakaan. Dalam setiap kecelakaan tentunya ada duka dari anak, orangtua atau kerabat korban.
Jangan ada lagi salam tempel, mel-melan atau istilah lainnya yang menggambarkan perilaku koruptif aparat di lapangan dengan awak atau perusahaan truk.
Selain operator dan regulator, ada pihak lain yang dapat berperan mencegah terjadinya kecelakaan truk. Salah satunya pengelola jalan tol.
Pengelola jalan tol bisa menolak truk ODOL. Selain karena membahayakan keselamatan pengguna jalan tol, truk ODOL pastinya membuat jalan tol rusak lebih cepat.
Ini tentunya merugikan pengelola jalan tol, selain tentunya merugikan pengguna jalan tol. Karena jalan yang rusak bukan saja tidak nyaman, tapi juga tidak aman untuk keselamatan berkendara.
Bisa saja dibuat gerbang tol kendaraan besar yang dilengkapi timbangan truk. Jika truk atau mungkin juga bus, yang melintas di atasnya melebihi batas muatan, maka kendaraan tersebut tidak bisa melintas.
Untuk itu, otorita yang menaungi jalan tol seperti BPJT dan Kementerian PU dapat memayungi larangan truk ODOL dalam sebuah aturan. Sehingga pengelola jalan tol bisa menolak truk ODOL masuk tol.
Kerja sama dan kesadaran para pihak tersebut tentunya bukan menjamin kecelakaan truk tidak akan terjadi lagi, tapi setidaknya menjadi langkah meminimalkan terjadinya kecelakaan truk.
Langkah-langkah di atas mungkin membutuhkan upaya yang tidak mudah, termasuk juga kemungkinan ongkos angkut naik. Namun, keselamatan tentunya bukan sesuatu yang bisa ditawar, karena nyawa bukanlah sesuatu yang bisa dinilai dari uang.