Repotnya Jadi Chindo
Judul Buku Perkumpulan Anak Luar Nikah; Penulis Grace Suryani Tioso; Penerbit Noura Books (Cetakan Pertama, 2023); Tebal 396 hal.
Saya jarang terbawa arus tren novel yang tengah menjadi perbincangan di media sosial–X hingga Instagram. Namun, agaknya pengecualian berlaku untuk novel Perkumpulan Anak Luar Nikah (Selanjutnya disingkat PALN) yang ditulis oleh Grace Tioso.
Saya tidak bisa untuk tidak FOMO. Sebab, Grace Tioso menulisnya dengan sangat bagus. Maka dari itu, maklum jika novel Top 10 Mizan Writing Bootcamp ini terus dicetak ulang. Novel ini bercerita tentang kisah warga Indonesia yang status kewarganegaraannya disangsikan negara karena ras.
PALN berpusat pada kisah hidup Martha Goenawan. Ia adalah warga keturunan China asal Indonesia yang tinggal di Singapura. Martha digambarkan sebagai seorang perempuan independen dengan otak encer. Ia pernah mendapat beasiswa bergengsi di Singapura untuk belajar ilmu komputer.
Meskipun mempunyai gelar dan keterampilan di atas rata-rata, Martha lebih memilih menjadi ibu rumah tangga. Semata-mata agar bisa merawat anaknya. Sedangkan suaminya, Ronny, adalah seorang dosen yang kariernya hampir sampai pada posisi guru besar.
Di sela-sela kegiatannya, Martha mengelola akun X (Twitter) @duolion163. Akun tersebut melakukan lipsus mandiri atau screening untuk melihat latar belakang para politisi di Indonesia. Martha ingin memilah ‘berlian di antara kerikil’ agar para pemilih bisa lebih cerdas dalam berdemokrasi.
Akun tersebut adalah bentuk kecintaan atau kontribusi Martha untuk negaranya, Indonesia. Meskipun Martha tinggal di Singapura, ia tidak menghapus identitas keindonesiaannya. Namun, apakah yang dilakukan Martha tidak terlalu berbahaya?
Martha tak pernah mengira bahwa hal bodoh yang ia lakukan pada masa lalu justru jadi bumerang. Saat Martha menerima surat tentang dugaan pemalsuan dokumen beasiswa, hidupnya tak pernah sama lagi. Tabir-tabir masa lalu Martha selama di Indonesia mulai terkuak. Kita pun dituntun untuk mengintip kehidupan Martha sebagai seorang Chindo. Apakah kita akan bersimpati kepada Martha?
Detail yang Menarik
Sejak awal halaman, PALN memang sudah menjerat saya sebagai pembaca. Grace menyuguhkan detail yang menarik untuk diikuti. Saat diberi tahu tentang kegiatan Martha dengan akun @duolion163, kita diyakinkan lewat potongan tangkapan layar cuitan akun tersebut.
Mulanya, Grace menuturkan kisah ini dengan kocak. Penuh humor. Celetukan-celetukannya yang spontan bisa memantik tawa. Misalnya humor soal ‘susu kuda liar peningkat stamina’ hingga soal mertuanya yang ternyata menjual ‘pakaian dalam’ sudah cukup untuk masuk level lucu.
PALN dituturkan dengan sangat mengalir. Gayanya akan mengingatkan kita pada novel-novel metropop. Mungkin mirip seperti gaya Ika Natassa yang sesekali menambahkan dialog bahasa Inggris. Jadi, apakah novel ini bisa langsung disimpulkan sebagai novel metropop ringan yang menghibur? Tunggu dulu.
Setidaknya pembaca tidak terlalu gegabah untuk menilai novel ini. Sebab, ketika masuk ke tengah, novel ini mulai menguarkan aroma thriller. Ternyata, tindakan pemalsuan dokumen yang dilakukan Martha bukanlah perkara sepele di Singapura. Konsekuensinya sangat serius.
Bergerak lebih jauh, topik inti dari novel ini pun terungkap. PALN membicarakan sejarah diskriminasi terhadap masyarakat keturunan China pada masa Orba. Betapa repotnya mereka pada zaman itu. Apalagi jika hendak mengurus berkas-berkas penting. PALN mengangkat tema politik identitas dengan sangat terukur.
Namun, politik identitas adalah ranah sensitif. Tak semua penulis cukup bernyali untuk memasuki area ini. Oleh karena itu, apresiasi layak diberikan untuk keberanian Grace. Uniknya, topik politik identitas ini diolah dengan baik dan aman.
Kita akan bersimpati pada Martha. Martha mempunyai pilihan hidup tenang, nyaman, dan bahagia di Singapura. Namun, ia memang tak bisa menghapus ‘Indonesia’ dalam dirinya. Kita bisa menakar sendiri, apakah Martha layak dihukum atas tindakan pemalsuan itu? Apakah keturunan China yang tinggal di luar negeri tidak nasionalis?
Jika dilihat dalam kacamata diskursus politik, novel ini memang sangat kompleks. Bahwa ada dilema-dilema yang tak bisa dihakimi dengan satu sudut moral saja. Ditambah lagi, banyak diskursus yang dibicarakan. Dari soal isu rumah tangga, keamanan digital, hukum, sejarah, politik-demokrasi, tradisi masyarakat Tionghoa, dan banyak lagi.
Oleh karena itu, secara keseluruhan, PALN adalah novel yang sangat asyik untuk dibaca. Novel ini tak bisa dimasukkan dalam satu definisi karena kekayaannya. Gaya novel metropop yang tengil dipakai untuk menggali isu yang sangat sastrawi terkait perenungan nasionalisme dan identitas.
Tapi, apalah arti label sastra? Karena menikmati novel dengan isu krusial tanpa mengerutkan dahi jauh lebih penting dari label-label adiluhung itu.
Rakhmad Hidayatulloh Permana wartawan, penikmat novel ringan, pegiat Detikcom Bookclub